Pernikahan Anak Masih Tinggi di Aceh

Konten Media Partner
8 Desember 2019 20:56 WIB
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Aksi long march memperingati 16 Hari Anti-Kekerasan terhadap Perempuan (16HAKtP). Dok. Flower Aceh
zoom-in-whitePerbesar
Aksi long march memperingati 16 Hari Anti-Kekerasan terhadap Perempuan (16HAKtP). Dok. Flower Aceh
ADVERTISEMENT
Sebanyak 3 kabupaten di Aceh masih mencatat tingginya angka pernikahan dini. Tiga kabupaten tersebut adalah Aceh Barat Daya (Abdya), Aceh Tengah dan Baner Meriah.
ADVERTISEMENT
Hal itu disampaikan oleh Presideum Balai Syura Ureung Inong Aceh (BSUIA), Khairani Arifin saat berorasi di panggung Car Free Day (CFD) Banda Aceh, Minggu (8/12). Saat itu sejumlah aktivis perempuan dan anak memperingati 16 Hari Anti-Kekerasan terhadap Perempuan (16HAKtP) yang digelar sejak 25 November hingga 10 Desember.
Menurut Khairani, angka perkawinan usia anak masih sangat tinggi di Aceh. Merujuk pada data di BKKBN Aceh mencatat, angka tertiggi berada di Kabupaten Abdya, Aceh Tengah dan Bener Meriah. Di sana, sebanyak 25 persen dari 100 pernikahan adalah pernikahan usia anak. Wilayah lainnya berada di bawah angka tersebut.
Aksi menolak kekerasan terhadap perempuan dan anak. Dok. Flower Aceh
Anak-anak yang dinikahkan di usia muda sangat rentan, karena mereka belum siap secara psikologis, sosial dan fisik untuk menjadi ibu. “Pernikahan usia anak juga rentan terhadap kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Banyak kekerasan terhadap perempuan dan anak terjadi dilatarbelakangi pernikahan usia anak,” katanya.
ADVERTISEMENT
Untuk itu, Khairani melanjutkan, penting mengkampanyekan penghapusan pernikahan usia anak.
Sementara itu, Ketua Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Aceh, Amrina Habibi, mengatakan dalam tiga tahun terakhir ada 5.882 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak yang tercatat. Dari data tersebut, sekitar 1.133 korbannya adalah anak.
Kejadian perkaranya terjadi di rumah atau di lingkungan terdekat anak, dan dilakukan oleh orang sekitarnya. “Siapa yang bertanggung jawab? Kita semua! Pemerintah sudah memiliki perangkat perlindungan perempuan. Kita memiliki Qanun Perlindungan Dan Pemberdayaan Perempuan Selain peraturan, kita harus juga bersuara untuk menghentikan kekerasan ini,” sebut Amrina.
Long march di area CFD Banda Aceh. Dok. Flower Aceh
Peringatan 16 Hari Anti-Kekerasan terhadap Perempuan (16HAKtP) di area CFD Banda Aceh, diwarnai dengan aksi long march. Kegiatan difasilitasi oleh Flower Aceh beserta jaringannya, Millennials Empowerment, Forum Anak Tanah Rencong, Sekolah HAM Perempuan, KPI, PKBI, Balai Syura, SeIA, LBH Apik, P2TP2A, Forum PUSPA, Puan Addisa, Komisi Kesetaraan KSBSI Aceh, dan lainnya.
ADVERTISEMENT
“Kegiatan lainnya adalah nonton dan diskusi bertema akhiri kekerasan terhadap perempuan, talkshow media, dan diskusi komunitas yang akan dilaksanakan di Banda Aceh, Pidie dan Aceh Utara,” kata Novia Liza, koordinator kampanye bersama 16HAKtP tahun 2019 dari Flower Aceh. []