Maraknya Penghulu Liar di Aceh Picu Pernikahan di Bawah Umur

4 Desember 2019 16:25 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Kakanwil Kemenag Aceh, Daud Pakeh. Foto: Zuhri Noviandi/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Kakanwil Kemenag Aceh, Daud Pakeh. Foto: Zuhri Noviandi/kumparan
ADVERTISEMENT
Selain memperburuk ketertiban administrasi negara, keberadaan penghulu (kadi) liar di Aceh, juga dianggap sebagai salah satu pemicu yang mendorong terjadinya pernikahan anak di bawah umur.
ADVERTISEMENT
Untuk mencegah hal itu Kantor Wilayah Kementerian Agama Aceh mengimbau masyarakat atau para orang tua untuk tidak menikahkan anaknya pada kadi liar. Selain itu pernikahan yang tidak tercatat di negara akan berdampak pada masa depan si-anak seperti perceraian dan pengurusan berbagai fasilitas sosial.
“Masyarakat harus memahami bahaya nikah di kadi liar. Secara hukum agama memang sah, tetapi risikonya sangat tinggi,” kata Kakanwil Kemenag Aceh, Daud Pakeh, dalam Focus Group Discussion (FGD) tentang pencegah perkawinan anak di Banda Aceh, Rabu (4/12).
Ilustrasi pernikahan dini. Foto: Muhammad Faisal N/kumparan
Kehadiran kadi liar, menurut Daud, juga disebabkan karena ketidakpahaman masyarakat yang ikut memfasilitasi keberadaannya untuk melangsungkan sebuah pernikahan.
“Kadi liar ini muncul juga karena faktor masyarakat, jika tidak difasilitasi maka mereka juga tidak berfungsi dan hilang dengan sendirinya. Maka kita meminta masyarakat untuk bisa memahami tentang dampak menikah pada usia dini dan juga pada kadi liar,” ujarnya.
ADVERTISEMENT
Di samping itu, Daud melihat, salah satu faktor terjadinya perceraian di Indonesia disebabkan karena usia muda. Kematangan emosional, ekonomi, fisik, dan kesehatan reproduksi, sangat menentukan pada usia. Sehingga masyarakat diminta untuk bisa memahami tujuan dari sebuah perkawinan itu.
“Efek pernikahan usia dini bukan hanya terkait dengan kesiapan mental, tetapi juga karena pernikahan terbukti memutuskan peluang karier mereka dan menghambat pengembangan potensi si-anak. Kepada calon pasangan pengantin nikah bukan saja masalah siap fisik, tapi benar-benar mempersiapkan segalanya dalam berumah tangga,” sebutnya.
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974, usia pernikahan untuk pria adalah 19 tahun, dan wanita berusia 16 tahun. Namun demikian, Mahkamah Konstitusi (MK) telah mengabulkan sebagian dari gugatan uji materi terkait perbedaan usia perkawinan.
ADVERTISEMENT
Saat ini perkawinan batas usia nikah bagi pria dan wanita disamakan menjadi 19 tahun, telah dituangkan dalam Undang-undang nomor 16 tahun 2019 tentang perubahan atas undang-undang nomor 1 tahun 1974 Pasal 2 undang-undang nomor 16 tahun 2019 terhitung semenjak tanggal 15 Oktober 2019.
“Bagi calon pengantin laki-laki dan perempuan yang hendak mendaftarkan nikahnya tetapi berusia kurang dari 19 tahun, maka harus mendapatkan dispensasi dari pengadilan agama," katanya.
Ilustrasi pengantin pria menanda tangani dokumen pernikahan. Foto: Shutter Stock
Laporkan Pungli ke KUA
Daud Pakeh menegaskan tidak ada biaya administrasi apa pun jika masyarakat mengurus pernikahan di kantor urusan agama (KUA). Jika ditemukan adanya petugas yang mengutip uang, masyarakat diminta untuk melaporkannya ke Kantor Kemenag masing-masing daerah.
Biaya pernikahan hanya diperuntukkan bagi mereka yang ingin melangsungkan pernikahan di luar KUA. Biaya yang dibebankan untuk nikah di luar KUA, sebesar Rp 600 ribu, seperti peraturan pemerintah.
ADVERTISEMENT
“Biaya penyelenggaraan nikah berdasarkan peraturan pemerintah Rp 0, nikah di KUA Rp 0, tetapi nikah di luar KUA apakah di masjid atau di rumah atau di KUA tapi diluar jam kerja (malam), itu Rp 600 ribu ditentukan berdasarkan Peraturan Pemerintah,” pungkasnya.