Suka Duka Relawan Bersama Rohingya: Air Minum Dipakai Mandi dan Cuci Piring (12)

Konten Media Partner
16 September 2022 10:04 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
Mengurus pengungsi Rohingya kadang rumit, beda budaya dan pendidikan rendah para migran adalah kendala. Butuh kesabaran dari relawan lembaga kemanusiaan di Aceh dalam penanganan. Di luar kamp, warga lokal perlu dibantu agar tak cemburu.
Pengungsi Rohingya yang terdampar di Pantai Ujong Blang, Bireuen, 7 September 2020. Foto: Zikri M untuk acehkini
Irza Ismail harus berbesar hati ketika menangani pengungsi Rohingya di BLK Kandang, Lhokseumawe. Koordinator Human Initiative wilayah Aceh Utara dan Lhokseumawe ini terkadang kesal dengan tingkah orang-orang tanpa status warga negara itu.
ADVERTISEMENT
Suatu ketika, misalnya, Irza Ismail bersama relawan Human Initiative memasok air minum. Namun mereka menemukan galon air disembunyikan di kamar. "Air minum dipakai untuk cuci piring atau mandi," kisah Irza.
Irza dan para relawan memahami sikap pengungsi tersebut karena dipengaruhi hidup dalam situasi konflik yang serba kekurangan dan banyak tekanan. Orang yang kerap mengalami kekerasan, menurut Irza, agak susah diatur kalau bukan dengan cara keras.
Contohnya, ketika para relawan bicara lembut justru tidak mendapat respons baik dari pengungsi. Namun giliran bicara agak keras akan ada laporan ke pihak lain bahwa relawan membuat kasar. "Itu menjadi catatan tidak baik, tapi harus kami lakukan."
Irza mengakui beda bahasa menjadi hal sulit selama mendampingi pengungsi. "Ketika kami ingin memberikan yang terbaik terhadap kebutuhan mereka, tapi kadang-kadang jadi tidak sesuai," ujarnya.
ADVERTISEMENT
Human Initiative terlibat menangani pengungsi Rohingya sejak 2015 ketika arus kedatangan ke Aceh mencapai puncaknya. Pada 2020, lembaga kemanusiaan ini memberi bantuan bagian dapur dan air: menyediakan air minum hingga makanan ringan. Di lain hari mereka turut memasok air bersih.
Human Initiative turut memenuhi kebutuhan pengungsi yang belum disuplai lembaga lain. "Hasil diskusi dengan lembaga lain di lapangan diketahui apa kebutuhan dan apa yang bisa kami bantu. Kemarin misalnya saat butuh lemari, kami bantu," tutur Irza.
Sepekan sekali Human Initiative menyumbang makanan tambahan semisal buah-buahan atau minuman kesukaan pengungsi seperti sirup asam. Nasi kotak sesekali turut diberikan ke pengungsi. Selama Ramadan, Irza dan para relawan ikut menyediakan makan sahur dan buka puasa.
ADVERTISEMENT
Irza menuturkan dana untuk keperluan sumbangan itu berasal dari donatur. Ia biasanya mengajukan permohonan ke cabang, diteruskan ke pusat. Human Initiative pusat akan mencari pederma: individu atau lembaga. "Kadang ada juga lembaga lain yang menyalurkan bantuan melalui relawan Human Initiative," katanya.
Perempuan dan anak-anak pengungsi Rohingya yang terdampar di Aceh. Foto: YKMI

Meredam Cemburu Sosial Warga Lokal

Bangunan Balai Latihan Kerja (BLK) di Gampong Meunasah Mee, Kecamatan Kandang, Kota Lhokseumawe adalah pusat penampungan sementara para pengungsi Rohingya yang terdampar di Lhokseumawe dan Aceh Utara sejak 2019. Masyarakat yang tinggal di sekitar kamp tak keberatan hidup berdampingan untuk sementara dengan para pencari suaka.
Menghindari kecemburuan sosial terkait bantuan, sejumlah lembaga ikut membantu warga sekitar kamp. "Program ke pengungsi turut kami adopsi ke masyarakat sekitar," kata Faisal Rahman, Koordinator Wilayah Lhokseumawe Yayasan Kemanusiaan Madani Indonesia (YKMI).
ADVERTISEMENT
Bekerja sama dengan UNHCR, YKMI memberi bantuan ke warga lokal untuk menyeimbangkan program antara pengungsi dan masyarakat sekitar. "Sehingga mengurangi tingkat kecemburuan sosial," ujar Faisal.
Misalnya, pada 2021, YKMI menggelar pelatihan membuat kue dan servis AC ke sejumlah warga beberapa gampong di sekitar BLK Kandang. Peralatan turut diberikan setelahnya sebagai modal awal. Diharapkan masyarakat dapat menerapkan ilmu yang diperoleh selama pelatihan dengan alat itu.
YKMI terlibat menangani pengungsi Rohingya sejak 2015 di Aceh Timur. Namun pendampingan lebih intensif dilakukan sejak 2020 di Lhokseumawe. Fokus penanganan YKMI bidang wash (air dan sanitasi). "Misalnya penyediaan air bersih," tutur Faisal.
Faisal menuturkan perbedaan bahasa menjadi kendala selama mendampingi pengungsi Rohingya. Ditambah mereka masih terbawa kehidupan keras dari negara asalnya.
ADVERTISEMENT
Relawan YKMI selalu siaga bila suatu saat pengungsi Rohingya terdampar lagi di Aceh. Faisal mengaku ada kendala keuangan dalam kegiatan kemanusiaan tersebut. Itu sebabnya ia berharap lembaga internasional yang fokus isu kemanusiaan menggandeng lembaga lokal. "Kami lokal bisa bergerak cepat." [bersambung]
Note: Sebagian materi tulisan telah dibukukan dengan judul ‘Aceh Muliakan Rohingya’ ditulis oleh jurnalis acehkini difasilitasi Yayasan Geutanyoe.