Walhi Menang Gugat Izin PLTA Tampur, Pemerintah Aceh akan Banding

Konten Media Partner
29 Agustus 2019 11:51 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Desa Lesten, lokasi rencana pembangunan PLTA Tampur-I. Foto: acehkini
zoom-in-whitePerbesar
Desa Lesten, lokasi rencana pembangunan PLTA Tampur-I. Foto: acehkini
ADVERTISEMENT
Pemerintah Aceh berencanan melakukan banding terkait putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Banda Aceh, yang mengabulkan gugatan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Aceh terhadap Pemerintah Aceh, terkait penerbitan Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) untuk pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Tampur-I.
ADVERTISEMENT
“Saat ini kami menunggu salinan putusan PTUN Banda Aceh, selanjutnya akan melakukan banding,” kata Amrizal J Prang, Kepala Biro Hukum Pemerintah Aceh kepada acehkini, Kamis (29/8/2019).
Pada Rabu (28/8) kemarin, Majelis Hakim PTUN Banda Aceh mengabulkan gugatan Walhi terkait penerbitan IPPKH untuk pembangunan PLTA Tampur-I, yang rencananya akan dibangun di kawasan Desa Lesten, Kecamatan Pining, Kabupaten Gayo Lues, Aceh. Berbatasan langsung dengan Kabupaten Aceh Tamiang.
"Menyatakan batal atau tidak sah Keputusan Gubernur Aceh Nomor 522.51/DPMPTSP/1499/IPPKH /2017 tentang Pemberian IPPKH dalam rangka Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Air Tampur-I (443 MW) seluas ± 4.407 Ha atas nama PT. KAMIRZU di Kabupaten Gayo Lues, Kabupaten Aceh Tamiang, dan Kabupaten Aceh Timur Provinsi Aceh tanggal 9 Juni 2017 beserta perubahannya," putus Majelis Hakim PTUN Banda Aceh dalam persidangan. Hakim yang memutuskan adalah Muhammad Yunus Tazryan, Fandy Kurniawan Pattiradja, dan Miftah Saad Caniago.
ADVERTISEMENT
Menurut Amrizal, pertimbangan melakukan banding, karena memungkinkan sesuai substansi Undang Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (UUPA), dan Pasal 54 ayat (3) Qanun Nomor 7 Tahun 2016 tentang Kehutanan Aceh. “Bahwa Gubernur berwenang memberi izin tersebut, tetapi tidak dijadikan sebagai pertimbangan (majelis hakim),” katanya.
“Padahal dalam qanun tersebut, yang merupakan turunan UUPA, dan kompetensinya kuat, bahwa tidak mengatur batas harus 5 hektare,” sambung Amrizal. []
Reporter: Adi W