Warga Subulussalam, Aceh, Ketakutan karena Seekor Harimau Berkeliaran

Konten Media Partner
7 Maret 2020 12:54 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Seekor Harimau Sumatera yang berhasil ditangkap di Subulussalam, Aceh. Dok. BKSDA
zoom-in-whitePerbesar
Seekor Harimau Sumatera yang berhasil ditangkap di Subulussalam, Aceh. Dok. BKSDA
ADVERTISEMENT
Sebuah spanduk terbentang di sisi sebuah rumah warga sejak dua pekan silam. Spanduk itu berisi imbauan tentang berkeliarannya dua Harimau Sumatera di areal perkebunan sawit, Desa Singgersing Kecamatan Sultan Daulat, Kota Subulussalam, Aceh.
ADVERTISEMENT
"Saat ini di wilayah ini sedang terjadi konflik satwa Harimau Sumatera, warga diimbau untuk berhati-hati dan waspada dalam beraktivitas,” demikian bunyi spanduk berlatar putih itu.
Dalam sebulan terakhir, warga di sana merasa resah. Dua Harimau membuat khawatir, bahkan telah menyerang ternak warga di permukiman yang berdekatan dengan areal kebun sawit. “Kami khawatir, karena sudah ada ternak yang mati, kan tidak menutup kemungkinan akan menyerang warga yang sedang melakukan aktivitas di perkebunan,” kata Aliasa, Kepala Desa Singgersing kepada acehkini, Jumat (6/3/2020)
Spanduk imbauan kepada warga. Foto: Yudiansyah/acehkini
Pada Jumat itu pula, seekor Harimau berhasil dipancing dan masuk perangkap yang dipasang Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh, di beberapa titik. Harimau betina itu dipancing dengan seekor kambing yang ditaruh di perangkap. Keberadaanya posisi harimau diketahui setelah beberapa kamera trap dipasang di sekitar lokasi.
ADVERTISEMENT
Tertangkapnya 1 harimau itu tak lantas membuat warga tenang. "Makin resah pula kami, karena 1 kawannya udah ditangkap. Takut kami, marah yang 1 lagi," ujar Aliasa.
Menurutnya, konflik satwa tersebut tidak bisa dipandang sebelah mata. Selama ini, aktivitas masyarakat di perkebunan dan pertanian sudah menurun, lantaran rasa was-was petani terhadap harimau yang turun ke permukiman. Petani yang biasanya beraktivitas sendiri di lahan pertanian, harus melakukannya secara berkelompok. Tidak hanya di lahan milik pribadi, masyarakat yang bekerja di lahan milik perusahaan juga melakukan hal yang sama.
"Biasanya pekerja harian seperti ibu-ibu yang masuk ke kebun, tapi selama berkeliaran harimau itu, nggak berani lagi orang ini masuk. Masyarakat yang bekerja sebagai pendodos (sawit) biasanya kebagian di satu blok mendodos untuk beberapa orang, sekarang terpaksa ngumpul-ngumpul (ramai) untuk mendodos," jelas Aliasa.
ADVERTISEMENT
Atas nama masyarakat desa, Aliasa meminta agar pihak BKSDA tidak segera membawa seekor harimau yang telah tertangkap untuk dievakuasi. "Kami minta kepada BKSDA agar yang sudah tertangkap tidak segera dibawa, sebelum yang satu lagi tertangkap. Takut kita 1 harimau lagi semakin marah,” tuturnya.
Warga melihat perangkap harimau. Foto: Yudiansyah/acehkini
BKSDA Aceh rencananya akan mengevakuasi harimau tersebut, selanjutnya melepasliarkan di lokasi lainnya. Dokter hewan juga telah dikirim untuk memeriksa harimau yang masuk perangkap itu. “Rencananya akan dilepasliarkan kembali ke hutan,” kata Kepala BKSDA Aceh, Agus Arianto
Sebelumnya, perwakilan dari Lembaga Pemerhati Flora Fauna Langka (LPFFL), Riza Fachriza, menyebutkan, penyebab terjadinya konflik satwa di wilayah tersebut karena pembukaan lahan perkebunan yang berdampak pada keseimbangan ekosistem.
Riza ikut menghimbau kepada warga Desa Singgersing dan Darul Makmur yang melakukan aktivitas perkebunan, untuk sementara waktu ini lebih waspada ketika berada kebun. [] Yudiansyah
ADVERTISEMENT