Terbang 5208 Km Menuju Lokasi Syuting Film Horor Indonesia 'The Curse'

25 April 2017 12:35 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
Shareefa Danish di film The Curse (Foto: Triple A Films)
Waktu menunjukkan pukul 09.30 pagi ketika kumparan (kumparan.com) keluar dari Melbourne Airport, Australia, Rabu (19/4) lalu. Seorang pria 40-an tahun dengan setelan jas abu-abu, menyambut dengan ramah.
ADVERTISEMENT
"Welcome to Melbourne, mas," katanya seraya menjabat tangan saya sambil menawarkan secangkir kopi. Tanpa ragu, dia langsung membantu mendorong troli berisi koper milik saya.
"Terima kasih, pak. Biar saya saja," kata saya menolak secara halus.
Pria berpenampilan necis itu adalah Konfir Kabo, Eksekutif Produser film 'The Curse' yang mengundang kumparan (kumparan.com) menghadiri premiere filmnya di Melbourne. Konfir yang berasal dari Makassar, sudah bermukim di Australia selama 30 tahun. Setelah menyelesaikan studinya di Negeri Kangguru, dia langsung meniti karier hingga membuka kantor pengacara Kabo Lawyers di sana.
Konfir Kabo (kiri) bersama Konjen RI di Melbourne (Foto: Adhie Ichsan via Bioskop)
Kami berdua kemudian berkendara sekitar 77 km menuju Timur untuk berkeliling perkebunan anggur Thousand Candles di kawasan Yarra Valley, yang menjadi lokasi pengambilan gambar film 'The Curse'. Di kawasan seluas 400 hektar itulah Prisia Nasution mendapatkan teror dari makhluk halus.
ADVERTISEMENT
Dalam film, diceritakan bahwa tokoh Shelina yang diperankan Prisia, mulai diganggu penampakan-penampakan saat dia menangani sebuah kasus pembunuhan WNI di Melbourne. Shelina tinggal seorang diri di rumah minimalis berdesain klasik khas countryside, di tengah perkebunan luas tersebut tanpa punya tetangga. Suaminya berada di Indonesia untuk mengurus perceraian mereka.
"Saya dari dulu senang horor. Saya pikir kalau syuting di Australia, kebetulan dengan pemerintah Australia cukup dekat, jadi kita saling support," kata Konfir sambil mengendarai mobil SUV miliknya.
Sebelum memberikan lampu hijau untuk proyek film 'The Curse', Konfir bertemu sutradara Muhammad Yusuf dan produser Resika Tikoalu. Dia mendapatkan lima proposal film, di antaranya bergenre drama, action, film keluarga hingga percintaan.
ADVERTISEMENT
"Jadi ada very simple story board-nya. Lima storyboard," kata dia.
Di tengah perjalanan, Konfir mampir sebentar ke rumahnya untuk mengambil kunci yang tertinggal. Ada pemandangan menarik di bagian depan kediamannya. Graffiti besar terlukis di pagar rumahnya yang bergaya Eropa, menunjukkan perpaduan antara arsitektur elegan yang kaku, dengan karya seni jalanan.
"Itu karya Darbotz (seniman Indonesia). Saya sering beri support ke seniman-seniman Indonesia," ucapnya sambil bercerita tentang ketertarikan di seni kontemporer.
Setelah berkendara sekitar satu jam, kami masuk masuk kawasan perkebunan anggur melalui jalan tanah dan berbatu, serta melewati bekas jalur kereta. Di kanan dan kiri terlihat hamparan luas daun-daun yang menguning. Sepasang mata saya juga menangkap pemandangan indah gunung yang berjejer di kejauhan.
ADVERTISEMENT
Jalan masuk Thousand Candles (Foto: Adhie Ichsan)
Jalan masuk Thousand Candles (Foto: Adhie Ichsan)
Perkebunan anggur Thousand Candles (Foto: Adhie Ichsan)
"Ada sekitar 100 winery di kawasan Yarra Valley," kata Konfir.
Industri wine merupakan salah satu elemen penting dari sektor pertanian dan makanan bagi Australia. Menurut data dari Australian Bureau of Statistics, ada 1,75 juta ton anggur yang diolah menjadi wine dalam kurun 2012-2013, dan 1,23 miliar liter wine yang dihasilkan.
Nilai penjualan domestik wine Australia pada 2012-2013 tercatat mencapai 2,3 miliar dolar Australia.
Hamparan luas di perkebunan anggur (Foto: Adhie Ichsan)
Rumah penjahat di film The Curse (Foto: Adhie Ichsan)
Pohon berusia 100-an tahun di film The Curse (Foto: Adhie Ichsan)
Wine juga yang menemani hari-hari Shelina dalam kesendiriannya, terbagi antara kasus perceraian dan misteri dalam kasus pembunuhan yang sedang dia tangani. Ternyata, rentetan teror hantu yang mendatangi Shelina, berhubungan dengan pekerjaannya di masa lalu sebagai pengacara. Dia kemudian memanggil paranormal langsung dari Yogyakarta.
ADVERTISEMENT
"Paradoks antara dia lawyer yang kerja di Australia dan orang Indonesia. Jiwanya masih Indonesia. Saya rasa itu very interesting, paranormal menurut saya cukup common (di Australia). Cuma tidak diekspose saja," ujar Konfir.
"Kan ada dua garis, thin line antara yang kita namakan kemasukan atau possesion dengan skizofrenia. Kalau di sini orang melihatnya seperti itu skizofrenia, lebih ke science. Kalau di Indonesia mungkin kemasukan," lanjutnya.
Shelina diteror hantu nenek-nenek (Foto: Triple A Films)
Film 'The Curse' melakukan premiere di bioskop Hoyts, Melbourne Central, pada 19 April lalu, sebelum tayang di bioskop Indonesia secara komersial pada Kamis (27/4) lusa. Acara pemutaran perdana yang juga dihadiri kumparan (kumparan.com) itu disambut meriah ratusan penonton dari berbagai kalangan.
WNI di Melbourne tak mau ketinggalan nonton (Foto: Adhie Ichsan via Bioskop)
Warga lokal Melbourne nonton The Curse (Foto: Adhie Ichsan via Bioskop)
Antrean premiere The Curse di Melbourne (Foto: Adhie Ichsan via Bioskop)
Konjen RI di Melbourne beri sambutan (Foto: Adhie Ichsan via Bioskop)
ADVERTISEMENT