Uber, Grab, Go-Jek, Kompak Tolak Batas Tarif dan Kuota Taksi Online

17 Maret 2017 15:28 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:17 WIB
comment
7
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
Kantor Uber di Queens, New York. (Foto: Brendan McDermid/Reuters)
zoom-in-whitePerbesar
Kantor Uber di Queens, New York. (Foto: Brendan McDermid/Reuters)
Langkah Kementerian Perhubungan melakukan revisi atas peraturan taksi online mengundang protes dari perusahaan penyedia aplikasi jaringan transportasi. Bukan cuma satu perusahaam, tetapi tiga perusahaan besar yang bergerak dalam bisnis ini kompak menolak revisi aturan. Uber, Grab, dan Go-Jek, membuat pernyataan bersama yang menanggapi upaya Kemenhub dalam revisi Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 32 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang Dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek. Setidaknya ada empat hal yang menjadi sorotan ketiga perusahaan itu, dari total 11 poin penting yang diubah dan ditambahkan dalam revisi aturan. Pertama, terkait rencana penetapan kuota jumlah kendaraan. Kemenhub berencana membatasi kapasitas operasional taksi online agar jumlahnya seimbang dengan angkutan umum konvensional. Namun, tiga perusahaan aplikasi jaringan transportasi itu berpendapat bahwa hal ini tak sejalan dengan semangat ekonomi kerakyatan, karena akan merugikan masyarakat yang memilih untuk ikut dalam micro-enterpreneur bidang transportasi. "Kami percaya jumlah kendaraan baik yang memanfaatkan aplikasi mobilitas maupun konvensional akan ditentukan oleh permintaan dan kebutuhan konsumen," tulis ketiga perusahaan dalam pernyataan kepada kumparan (kumparan.com). Kedua, terkait penetapan batas biaya perjalanan. Pemerintah menilai biaya murah yang ditawarkan transportasi online berpotensi menciptakan polemik dengan pengusaha angkutan umum kota, dan hal ini telah terjadi di Tangerang dan Bandung. Menurut rencana, penetapan batas tarif atas dan bawah ini akan ditentukan oleh Pemerintah Daerah (Pemda) setempat setelah menampung aspirasi dari pebisnis transportasi di sana. Kemenhub juga mempercayakan Pemda menentukan kapasitas kuota transportasi online. Grab, Uber, dan Go-Jek menyatakan tidak sepakat dengan rencana ini karena "penentuan batas biaya angkutan sewa khusus yang direncanakan akan ditetapkan oleh Gubernur sesuai wilayah ketersediaan layanan tidak sesuai dengan semangat untuk menghadirkan kesepadanan harga tersebut." Baca juga: Batas Tarif Atas-Bawah Taksi Online Bisa Beda di Setiap Daerah
ADVERTISEMENT
Aplikasi GrabCar. (Foto: Yulius Satria Wijaya/Antara )
zoom-in-whitePerbesar
Aplikasi GrabCar. (Foto: Yulius Satria Wijaya/Antara )
Ketiga, menolak penuh kewajiban kendaraan terdaftar atas nama badan hukum atau koperasi. Mereka menyebut kewajiban ini tidak berhubungan dengan masalah keselamatan. "Ini berarti mitra-pengemudi wajib mengalihkan kepemilikan kendaraan kepada badan hukum/koperasi pemegang izin penyelenggaraan angkutan. Tanpa melakukan balik nama, mitra-pengemudi kehilangan kesempatan untuk memberikan jasanya kepada para konsumen," demikian tertulis. Keempat sekaligus jadi poin yang terakhir, tiga perusahaan itu menyepakati rencana tanda uji berkala kendaraan bermotor (kir) dengan pemberian pelat berembos, untuk memastikan kenyamanan dan keselamatan berkendara. Dalam pernyataan bersama ini ketiganya tidak menyinggung soal setuju tidaknya mereka terhadap rencana pemasangan stiker khusus untuk mobil milik mitra pengemudi yang akan dikategorikan dalam angkutan sewa khusus.
ADVERTISEMENT
Stiker untuk kendaraan sewa umum dan khusus. (Foto: Kemenhub. Diolah oleh Mateus Situmorang/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Stiker untuk kendaraan sewa umum dan khusus. (Foto: Kemenhub. Diolah oleh Mateus Situmorang/kumparan)
Tetapi di sisi lain, mereka minta pemerintah memberi dukungan fasilitas uji kir untuk para mitra Grab, Uber, dan Go-Jek, termasuk penyediaan antrean khusus, mempercepat proses pengurusan uji kir, dan penyediaan fasilitas ujir kir bersama dengan Agen Pemegang Merek (APM) atau pihak swasta. Menurut rencana, Kemenhub akan mensahkan revisi peraturan itu pada 1 April 2017 setelah melakukan uji publik di sejumlah kota. Perwakilan Uber, Grab, dan Go-Jek, dalam pernyataan bersama meminta pemerintah untuk memberikan masa tenggang sembilan bulan. Baca juga: 11 Poin Penting Revisi Peraturan untuk Uber, Grab, Go-Car