Konten dari Pengguna

Kurikulum OBE: Indonesia Telat?

Afrida
Dosen Departemen Antropologi Universitas Andalas
1 September 2024 17:29 WIB
·
waktu baca 8 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Afrida tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi proses belajan mengajar di bangku SMA (Max Fischer/Pexels.com
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi proses belajan mengajar di bangku SMA (Max Fischer/Pexels.com
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Kurikulum merupakan seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Di perguruan tinggi, kurikulum menjadi panduan bagi institusi dalam menentukan proses pembelajaran yang akan dijalani oleh mahasiswa selama masa studinya.
ADVERTISEMENT
Mekanisme perubahan kurikulum di perguruan tinggi biasanya dilakukan melalui beberapa tahapan penting. Pertama, peninjauan kurikulum dilakukan secara berkala, biasanya setiap 4-5 tahun, untuk menilai relevansi dan efektivitas kurikulum yang sedang berjalan. Peninjauan ini melibatkan berbagai pemangku kepentingan, termasuk dosen, mahasiswa, alumni, dan pihak industri, untuk memastikan bahwa kurikulum yang disusun relevan dengan kebutuhan pasar kerja dan perkembangan ilmu pengetahuan.
Setelah itu, revisi atau perancangan ulang kurikulum dilakukan berdasarkan hasil evaluasi, yang kemudian diimplementasikan setelah mendapatkan persetujuan dari pihak yang berwenang, seperti senat akademik atau dewan rektor.
Dinamika perubahan kurikulum di Indonesia mencerminkan kebijakan pendidikan yang terus beradaptasi dengan perubahan sosial, ekonomi, dan politik. Sejak era kemerdekaan hingga sekarang, perubahan kurikulum sering kali dipengaruhi oleh pergantian menteri pendidikan atau kebijakan politik pemerintah yang berkuasa.
ADVERTISEMENT
Misalnya, pada tahun 1960-an hingga 1970-an, kurikulum pendidikan tinggi di Indonesia masih sangat dipengaruhi oleh sistem pendidikan kolonial yang lebih berorientasi pada pengetahuan teoritis. Namun, seiring dengan perkembangan ekonomi dan kebutuhan akan tenaga kerja yang terampil pada tahun 1980-an, kurikulum mulai bergeser menuju penguatan pendidikan vokasional dan keterampilan praktis.
Pada era reformasi, kebijakan pendidikan diwarnai oleh desentralisasi dan otonomi perguruan tinggi yang lebih luas, memberikan ruang bagi institusi untuk lebih fleksibel dalam merancang kurikulumnya sesuai dengan kebutuhan lokal dan global. Namun, perubahan ini sering kali tidak konsisten dan cenderung reaktif terhadap situasi politik dan ekonomi, sehingga implementasinya kurang optimal.
Dalam konteks ini, muncul konsep Outcome-Based Education (OBE) atau Pendidikan Berbasis Capaian Pembelajaran. OBE adalah pendekatan pendidikan yang berfokus pada apa yang diharapkan dapat dilakukan oleh peserta didik setelah menyelesaikan proses pembelajaran, bukan hanya pada apa yang mereka pelajari.
ADVERTISEMENT
Konsep ini menekankan pentingnya hasil atau output yang dihasilkan dari proses pendidikan, yang mencakup pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang dapat diaplikasikan dalam kehidupan nyata. Dalam kerangka OBE, seluruh proses pembelajaran, termasuk materi, metode, dan evaluasi, diarahkan untuk mencapai hasil pembelajaran yang telah ditetapkan sebelumnya. Pendekatan ini mengharuskan institusi pendidikan untuk merancang kurikulum, strategi pembelajaran, dan metode evaluasi yang secara langsung mengarah pada pencapaian hasil belajar yang diinginkan.
Ilustrasi Penerapan kurikulum OBE (Inspirasi Kita/Kumparan.com
Sejarah perkembangan kurikulum OBE dimulai dari berbagai kritik terhadap pendekatan tradisional yang lebih berfokus pada input, seperti materi pelajaran dan waktu belajar, ketimbang hasil atau keluaran pembelajaran. Pada tahun 1950-an dan 1960-an, di Amerika Serikat dan beberapa negara maju lainnya, mulai muncul pemikiran tentang perlunya reformasi dalam pendidikan yang lebih berorientasi pada hasil.
ADVERTISEMENT
Pendekatan OBE kemudian diperkenalkan dan mulai diadopsi oleh berbagai negara di dunia pada tahun 1980-an dan 1990-an, termasuk di Asia. Di banyak negara, OBE diterapkan sebagai upaya untuk menjawab tantangan globalisasi dan kebutuhan dunia kerja yang semakin dinamis dan menuntut lulusan dengan kompetensi yang jelas dan terukur. Di Indonesia, meskipun konsep OBE telah mulai diperkenalkan sejak beberapa tahun terakhir, implementasinya masih relatif baru dan belum merata di seluruh perguruan tinggi. Hal ini menimbulkan pertanyaan, apakah Indonesia sudah terlambat dalam mengadopsi kurikulum OBE?
Penerapan OBE di perguruan tinggi di Indonesia sering kali dihadapkan pada berbagai tantangan, termasuk resistensi terhadap perubahan, kurangnya pemahaman tentang konsep OBE di kalangan dosen dan pengelola pendidikan, serta keterbatasan sumber daya untuk melakukan evaluasi pembelajaran yang berbasis capaian. Selain itu, kurangnya koordinasi antara pemerintah, perguruan tinggi, dan industri juga menjadi hambatan dalam mengimplementasikan OBE secara efektif. Namun, dengan semakin meningkatnya tuntutan untuk menghasilkan lulusan yang siap kerja dan adaptif terhadap perubahan, adopsi OBE di Indonesia menjadi semakin mendesak.
ADVERTISEMENT
Mengingat pentingnya reformasi kurikulum yang berorientasi pada hasil ini, pertanyaan mengenai apakah Indonesia terlambat dalam mengadopsi OBE seharusnya tidak hanya dijawab dengan melihat kapan OBE diperkenalkan di Indonesia, tetapi juga dengan seberapa cepat dan efektif OBE dapat diimplementasikan dan diintegrasikan ke dalam sistem pendidikan tinggi di negara ini.
Untuk mencapai tujuan tersebut, perlu adanya komitmen dan upaya bersama dari semua pemangku kepentingan dalam pendidikan tinggi, mulai dari pemerintah, institusi pendidikan, hingga pihak industri, untuk berkolaborasi dalam merancang dan melaksanakan kurikulum berbasis capaian yang dapat memenuhi kebutuhan masa depan. Dengan demikian, Indonesia dihadapkan pada pilihan untuk bergerak lebih cepat dalam mengadopsi dan mengimplementasikan kurikulum OBE secara menyeluruh atau tetap bertahan dengan pendekatan tradisional yang mungkin tidak lagi relevan dengan tuntutan zaman.
ADVERTISEMENT
Meskipun ada kebutuhan yang jelas untuk beralih ke kurikulum berbasis Outcome-Based Education (OBE) di Indonesia, masih banyak institusi pendidikan yang belum siap untuk mengadopsi metode ini dalam proses belajar mengajar. Ketidaksiapan ini dapat disebabkan oleh berbagai faktor.
Pertama, kurangnya pemahaman mendalam tentang konsep dan penerapan OBE di kalangan dosen dan pengelola pendidikan sering kali menjadi penghambat utama. Banyak dosen yang terbiasa dengan pendekatan pengajaran tradisional, di mana keberhasilan siswa diukur berdasarkan seberapa baik mereka menghafal atau mengerti materi kuliah yang diberikan, bukan berdasarkan capaian atau hasil belajar yang lebih luas dan terukur.
Selain itu, infrastruktur dan sumber daya yang diperlukan untuk mendukung implementasi OBE masih terbatas di banyak institusi pendidikan di Indonesia. Pendekatan OBE memerlukan alat evaluasi yang lebih kompleks dan terintegrasi, seperti rubrik penilaian berbasis capaian, serta mekanisme umpan balik yang lebih sering dan mendetail untuk memastikan bahwa pembelajaran yang terjadi sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan.
ADVERTISEMENT
Namun, banyak institusi yang belum memiliki sistem penilaian yang memadai atau sumber daya manusia yang terlatih untuk mengelola dan mengevaluasi proses pembelajaran berbasis capaian ini. Faktor lain yang juga signifikan adalah resistensi terhadap perubahan, baik dari sisi dosen maupun manajemen perguruan tinggi, yang merasa nyaman dengan sistem yang sudah ada dan enggan beradaptasi dengan sistem baru yang dianggap lebih rumit dan memerlukan banyak penyesuaian.
Di sisi lain, negara tetangga seperti Malaysia telah lebih dahulu mengadopsi kurikulum OBE, bahkan hingga ke jenjang pendidikan menengah pertama (SMP) dan menengah atas (SMA). Malaysia mulai menerapkan kurikulum OBE pada awal tahun 2000-an, dengan fokus awal pada pendidikan tinggi sebelum akhirnya diintegrasikan ke dalam kurikulum sekolah menengah. Penerapan ini dimulai dengan perubahan besar dalam kerangka kurikulum nasional yang menempatkan capaian pembelajaran sebagai pusat dari proses pendidikan. Hal ini memungkinkan siswa untuk tidak hanya memahami teori, tetapi juga mengembangkan keterampilan praktis dan berpikir kritis yang diperlukan untuk dunia kerja.
ADVERTISEMENT
Sistem pendidikan di Malaysia juga menekankan pentingnya pelatihan bagi guru-guru sekolah untuk memastikan bahwa mereka memahami dan dapat mengimplementasikan pendekatan OBE secara efektif di kelas. Pelatihan ini mencakup cara merancang materi pembelajaran, metode pengajaran, dan penilaian berbasis capaian.
Selain itu, pemerintah Malaysia menyediakan berbagai sumber daya dan dukungan teknis untuk sekolah-sekolah yang mengadopsi kurikulum OBE. Langkah ini menciptakan ekosistem pendidikan yang lebih siap untuk mendukung pembelajaran berbasis capaian, mulai dari pendidikan dasar hingga pendidikan tinggi.
Menggunakan kurikulum OBE memiliki banyak manfaat yang dapat dirasakan oleh semua pihak yang terlibat dalam proses pendidikan. Pertama, bagi siswa, kurikulum ini memberikan arah yang jelas tentang apa yang diharapkan dapat mereka capai setelah menyelesaikan suatu mata pelajaran atau program studi.
ADVERTISEMENT
Dengan fokus pada hasil belajar, siswa lebih memahami tujuan dari setiap kegiatan pembelajaran dan bagaimana keterampilan serta pengetahuan yang mereka peroleh dapat diaplikasikan dalam kehidupan nyata. Ini juga memotivasi siswa untuk lebih aktif terlibat dalam proses pembelajaran karena mereka mengetahui bahwa pembelajaran yang mereka lakukan memiliki relevansi langsung dengan masa depan mereka.
Bagi institusi pendidikan, kurikulum OBE membantu dalam merancang program studi yang lebih relevan dengan kebutuhan pasar dan perkembangan ilmu pengetahuan. Hal ini memungkinkan institusi untuk terus memperbarui dan menyesuaikan program pendidikan mereka agar tetap sesuai dengan perkembangan zaman dan tuntutan dunia kerja. Selain itu, dengan menggunakan kurikulum berbasis capaian, institusi pendidikan dapat lebih mudah mengukur efektivitas program mereka melalui evaluasi hasil belajar siswa, yang kemudian dapat digunakan untuk perbaikan berkelanjutan.
ADVERTISEMENT
Bagi dunia industri, lulusan yang dihasilkan dari sistem OBE cenderung lebih siap untuk memasuki dunia kerja karena mereka tidak hanya memiliki pengetahuan teoretis tetapi juga keterampilan praktis yang relevan. Ini berarti bahwa perusahaan dapat menghemat waktu dan biaya yang biasanya diperlukan untuk melatih karyawan baru agar memiliki keterampilan yang diperlukan untuk pekerjaan mereka. Selain itu, lulusan yang terbiasa dengan pendekatan berbasis capaian juga cenderung lebih adaptif terhadap perubahan dan memiliki kemampuan berpikir kritis yang lebih baik, yang sangat dibutuhkan dalam lingkungan kerja yang dinamis.
Di tengah kebutuhan global yang terus berubah dan semakin kompleks, adopsi kurikulum OBE menjadi langkah penting bagi setiap negara yang ingin meningkatkan kualitas pendidikan dan daya saing sumber daya manusianya. Meskipun Indonesia mungkin terlambat dalam mengadopsi OBE dibandingkan dengan negara tetangga seperti Malaysia, kesempatan untuk mengejar ketertinggalan masih terbuka lebar. Dengan komitmen dan kerja sama dari berbagai pihak, mulai dari pemerintah, institusi pendidikan, hingga dunia industri, diharapkan kurikulum OBE dapat diimplementasikan dengan lebih efektif di Indonesia. Hal ini tidak hanya akan meningkatkan kualitas pendidikan nasional tetapi juga mempersiapkan generasi muda untuk menghadapi tantangan masa depan dengan lebih baik.
ADVERTISEMENT