Konten dari Pengguna

Menata Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan Berbasis Peta dan Geoliterasi

Aji Putra Perdana
Seorang Geograf(er) yang mengamati lingkungan sekitar dari sudut pandang geografi. Pemerhati Peta dan Toponim. Saat ini bekerja di Badan Informasi Geospasial.
24 Oktober 2024 13:45 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Aji Putra Perdana tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Pelantikan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) sebagai Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan dalam Kabinet Merah Putih menarik bagi saya untuk menelisik keterkaitan nomenklaturnya dari sudut pandang seorang geografer. Pertama, saya melihat nomenklatur tersebut dapat dinilai sebagai upaya serius Pemerintah Republik Indonesia di bawah kepemimpinan Prabowo-Gibran sebagai Presiden dan Wakil Presiden akan menerapkan pendekatan yang semakin terintegrasi dalam perencanaan pembangunan nasional yang berbasis informasi kewilayahan.
Ketum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono tiba menghadiri Pelantikan Presiden dan Wakil Presiden periode 2024-2029 di Gedung Nusantara, kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Minggu (20/10/2024).  Foto: Abid Raihan/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ketum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono tiba menghadiri Pelantikan Presiden dan Wakil Presiden periode 2024-2029 di Gedung Nusantara, kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Minggu (20/10/2024). Foto: Abid Raihan/kumparan
Informasi kewilayahan atau sejatinya identik pula dengan informasi ruang kebumian atau dikenal dengan geospasial dalam bahasa sederhananya adalah peta. Kebijakan Satu Peta yang selama ini telah berjalan semoga makin dapat dioptimalkan pemanfaatannya ke depan. Mengingat perencanaan pengelolaan infrastruktur dan pembangunan kewilayahan atau regional yang berbasis informasi geospasial atau peta adalah kunci penting agar Indonesia lebih baik dalam tatanan ruang kebumiannya. Menilik hal tersebut, maka menjadi peluang dan tantangan bagi seorang geografer dan/atau perencana wilayah semakin terbuka untuk berkontribusi dalam pembangunan di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Sebagai geografer, saya tertarik untuk mencermati bagaimana unit-unit yang terkait dengan infrastruktur dan pengembangan wilayah disatukan dalam kebijakan terpusat. Oleh karena itu, saya mengeksplorasi negara-negara yang mengadopsi pola serupa. Moldova, melalui Kementerian Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan, menggabungkan modernisasi infrastruktur dan pengembangan wilayah sehingga setiap wilayah, termasuk yang tertinggal, dapat mengakses fasilitas dasar dan layanan modern. Georgia, dengan pendekatan yang sama dalam mengintegrasikan tanggung jawab pengembangan jalan, pengawasan konstruksi, dan perencanaan kota dalam satu kementerian, mencapai keselarasan antara pembangunan fisik dan pengelolaan wilayah. Terdapat pula negara yang menambahkan nomenklatur transportasi di antara infrastruktur dan pembangunan kewilayahan.
Pemikiran Presiden ke-8 Republik Indonesia, Prabowo Subianto yang berfokus ke infrastruktur dan pembangunan kewilayahan dengan menyatukan kementerian terkait dalam satu naungan koordinasi erat kaitannya dengan kesadaran terhadap keragaman nusantara. Besar harapan makin meningkatnya kesadaran geospasial kita dalam menghadapi tantangan dan memanfaatkan peluang terkait kondisi geografis dan sosial-ekonomi yang dihadapi oleh Indonesia.
ADVERTISEMENT
Indonesia dikenal sebagai negara kepulauan dengan ribuan pulau, garis pantai yang panjang, dan populasi yang besar dengan beragam suku, bangsa, budaya, serta kondisi ekonomi yang masih memerlukan perhatian pemerintah. Maka, yang perlu diperhatikan adalah bahwa penyatuan kedua bidang tersebut lebih dari sekadar integrasi kebijakan.
Prabowo Subianto memimpin sidang kabinet perdana di Istana Negara, Jakarta, Rabu (23/10). Foto: Hafidz Mubarak A/Antara Foto
Dalam menghadapi tantangan ini, Indonesia membutuhkan pendekatan yang lebih holistik. Artinya, integrasi kebijakan pembangunan tidak boleh hanya bersifat top-down, tetapi juga harus melibatkan partisipasi masyarakat yang lebih luas. Salah satu kunci keberhasilan pembangunan wilayah mungkin terletak pada promosi literasi geospasial (geoliterasi), yang penting tidak hanya bagi pembuat kebijakan tetapi juga bagi masyarakat luas.
Pemahaman yang lebih baik tentang peran mereka dalam pembangunan, masyarakat akan lebih responsif terhadap perubahan dan kebutuhan wilayah mereka. Pemerintah, baik pusat maupun daerah, harus menerapkan hal ini dalam pengelolaan ruang dan sumber daya wilayah. Saat ini, perencanaan pembangunan, khususnya penyusunan peta tata ruang, didasarkan pada peta dasar. Namun, sejauh mana penggunaan peta dasar dan tematik dalam kegiatan perencanaan berbasis geospasial masih perlu ditingkatkan.
ADVERTISEMENT
Saya memandang bahwa Agus Harimurti Yudhoyono sebagai Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan perlu bersinergi dan melibatkan Badan Informasi Geospasial dalam mengoptimalkan penataan dan pengelolaan infrastruktur dan pembangunan berbasis geospasial. Salah satunya yang perlu disadari bahwa geoliterasi menjadi hal fundamental dalam menciptakan kesadaran bersama tentang pentingnya perencanaan ruang yang mempertimbangkan faktor fisik, sosial, dan ekonomi.
Geoliterasi dalam hal ini adalah pemahaman tentang 'kekuatan di mana,' yang sangat penting dan perlu dioptimalkan. Sebagian besar objek dan fenomena terjadi di suatu tempat, dan informasi tentang 'di mana' sangat penting dalam kehidupan manusia. Ketergantungan kita pada layanan berbasis lokasi terus meningkat, dan informasi geospasial semakin esensial dalam berbagai aspek kehidupan manusia. Oleh karena itu, implementasi pembangunan kewilayahan berbasis informasi geospasial perlu diwujudkan lebih nyata hingga tingkat masyarakat umum.
ADVERTISEMENT
Menurut National Research Council, 2006, berpikir spasial terdiri dari tiga elemen utama: konsep spasial, alat representasi, dan proses bernalar. Peningkatan berpikir spasial dan literasi geospasial mendorong pemahaman dan partisipasi publik dalam pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs). Sebuah studi kecil yang saya lakukan menunjukkan bahwa pendidikan dan pelatihan geospasial meningkatkan pemahaman individu tentang fenomena geografis dan kemampuan mereka untuk membuat keputusan yang mendukung pembangunan wilayah yang inklusif dan berkelanjutan.
Spatial cognition, atau kemampuan kognitif spasial, juga sangat relevan dalam konteks pembangunan wilayah. Kemampuan ini melibatkan pemahaman tentang hubungan tubuh kita dengan ruang di sekitar, pengenalan objek dalam ruang, pemahaman jarak, serta persepsi kedalaman dan perspektif. Kemampuan untuk memahami dan menganalisis ruang membantu individu dalam kegiatan sehari-hari seperti navigasi dan pengambilan keputusan, serta memberikan kerangka berpikir yang diperlukan untuk merencanakan dan mengelola ruang secara efektif.
ADVERTISEMENT
Sebagai tambahan, sejumlah penelitian menyatakan bahwa augmented reality (AR) dan virtual reality (VR) telah diakui sebagai teknologi yang dapat mendukung perencanaan berbasis geospasial dan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam proses perencanaan.
AR memungkinkan visualisasi yang lebih nyata dan intuitif, yang memudahkan masyarakat untuk memahami rencana ruang dan dampaknya, sehingga mereka dapat terlibat lebih efektif dalam pengambilan keputusan terkait pembangunan wilayah. Penggunaan AR dalam perencanaan wilayah juga mendukung peningkatan literasi spasial masyarakat dan memperkuat proses komunikasi.
Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa teknologi VR dapat membuka bentuk komunikasi baru antara pembuat kebijakan dan masyarakat. Visualisasi 3D yang efektif dan mudah dipahami memungkinkan masyarakat untuk lebih terlibat dalam isu-isu lokal dan memberikan wawasan yang lebih baik dalam pengambilan keputusan. Integrasi VR dalam proses perencanaan membantu meningkatkan transparansi dan partisipasi masyarakat, memungkinkan mereka untuk memahami dampak pembangunan dengan lebih jelas dan berkontribusi dalam diskusi yang lebih bermakna.
ADVERTISEMENT
Dalam konteks pembangunan wilayah di Indonesia, penerapan kebijakan terintegrasi dan peningkatan literasi spasial masyarakat, dapat mempercepat tercapainya pembangunan wilayah yang inklusif dan berkelanjutan. Pendekatan ini tidak hanya memajukan pembangunan fisik, tetapi juga meningkatkan kesadaran spasial di seluruh lapisan masyarakat, menjadikan pembangunan yang merata dan berkelanjutan sebagai tujuan bersama.