Menjadi Geograf(er) Melek Digital dan Jago Dokumenter

Aji Putra Perdana
Seorang Geograf(er) yang mengamati lingkungan sekitar dari sudut pandang geografi. Pemerhati Peta dan Toponim. Saat ini bekerja di Badan Informasi Geospasial.
Konten dari Pengguna
6 Juli 2021 9:53 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Aji Putra Perdana tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Geografi di era digital menghadapi pandemi COVID-19 telah menunjukkan kebermanfaatannya melalui peta dan informasi geolokasinya. Bahkan, pemerintah menyampaikan untuk memantau mobilitas penduduk saat penerapan PPKM Darurat, salah satunya menggunakan data Facebook.
ADVERTISEMENT
Saya pun menelisik data tersebut dan melihat bahwa perkembangan teknologi digital geografi sekarang semakin pesat.
Raksasa besar media sosial seperti Facebook pun melirik literasi digital geografi melalui berbagi data di situs Facebook Data For Good. Membangkitkan minat baca dan kreativitas untuk menulis, maka Facebook pun telah meluncurkan Facebook Bulletin.
Gambaran tersebut adalah peluang dan tantangan zaman digital. The Power of Where atau pertanyaan tentang informasi geolokasi juga mendominasi.
Kebutuhan sumber daya manusia (SDM) di bidang Informasi Geospasial (IG) yang melek digital dan jago dokumenter cukuplah menantang.
Mengenal Geograf(er)
Istilah geograf atau kini disebut pula geografer mulai dikenal dan ramai kembali pasca muncul dalam salah satu Peraturan Pemerintah (PP) sebagai pelaksanaan amanat Undang-Undang (UU) Cipta Kerja.
ADVERTISEMENT
Bagi saya istilah geograf atau geografer merujuk pada alumni yang saat duduk di bangku kuliahnya mengambil program studi ataupun jurusan geografi.
ilustrasi geografer mengakses peta digital (Foto oleh cottonbro dari Pexels)
Nah, penggunaan kata Geograf ini dipakai oleh Ikatan Geograf Indonesia (IGI) sebagai wadahnya para alumni geografi yang ada di Indonesia.
Istilah geografer diusulkan IGI saat membantu Badan Informasi Geospasial (BIG) merumuskan peraturan IG berkaitan dengan profesi di bidang IG. IGI mengusulkan penggunaan istilah geografer sebagaimana digunakan oleh berbagai negara lain.
Hingga akhirnya dalam PP Nomor 45 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Informasi Geospasial, menyebutkan 2 profesi di bidang IG, salah satunya adalah profesi geografer. Pengaturan lebih lanjut mengenai keprofesian ini tertuang dalam Peraturan Badan informasi Geospasial (PerBIG).
PerBIG Nomor 14 Tahun 2021 tentang Tenaga Profesional yang Tersertifikasi di Bidang IG inilah yang menjadi acuan bagaimana kelak seorang geografer dapat berkontribusi mendukung penyelenggaraan IG di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Perjalanan Mengenal Geografi Digital dan Geografi Dokumenter
Tahun 2018, saya mengadakan kegiatan di Fakultas Geografi, Universitas Gadjah Mada (UGM) mengenai Citizen Science dalam Pengumpulan Toponim. Kegiatan tersebut bagian penelitian saya yang didukung oleh BIG dan Fakultas Geografi UGM.
Peserta yang diundang berasal dari perwakilan akademisi (dosen dan mahasiswa), pemerintah daerah, praktisi, dan perwakilan masyarakat umum. Di situlah momen saya mengenal dosen-dosen muda Geografi Universitas AMIKOM.
Begitu mendengar AMIKOM, saya teringat akan semboyannya dulu yaitu tempat kuliah orang berdasi. Nah, ternyata semenjak resmi diputuskan menjadi Universitas dari sebelumnya adalah STMIK semboyannya juga berganti, Universitas AMIKOM Taman Ekonomi Kreatif.
Ternyata transformasi tersebut juga membawa hal positif lainnya yaitu adanya Geografi di AMIKOM. Melihat peluang untuk mengenal lebih dalam seperti apa konsep Geografi dan perkuliahannya, saya pun menyempatkan diri berkunjung untuk bertemu dosen dan mahasiswa.
ADVERTISEMENT
Selain tentunya, meminta bantuan dan dukungan mereka dalam penelitian saya. Saat berkunjung itulah, dosen-dosen muda Geografi AMIKOM menyampaikan mimpi mereka.
Di antaranya, mereka berharap mahasiswa didikannya peka terhadap lingkungan dan mampu menyajikannya melalui literasi geografi digital. Selain itu, mereka berkaca pada kemampuan National Geographic dalam mengemas fenomena geografis secara komprehensif melalui konsep geografi dokumenter.
Kemarin (05/07), saya bertanya ke salah satu dosen muda geografi AMIKOM. Mengapa selain adanya fokus ke geografi digital, AMIKOM memilih juga geografi dokumenter?
Lebih lanjut, dia menerangkan bahwa berbagai fenomena geografis dapat tetap dapat dikemas secara ilmiah namun apik secara visualnya.
Misalnya, saat beberapa waktu lalu Rektor Universitas AMIKOM menghendaki pembuatan film tentang Gunung Merapi. Nah, di situlah nanti peran keilmuan geografi beraksi melalui kemampuan animasinya yang berbasis pengetahuan geografi.
ADVERTISEMENT
Teknologi Digital Lahirkan Geografi Digital dan Dokumenter
Informasi geospasial digital kini memang telah benar-benar berada di genggaman tangan kita. Era digital mengubah informasi geolokasi menjadi mudah diakses melalui perangkat digital.
Pembuatan peta bukan lagi hal yang susah karena semakin mudah dan terbukanya akses terhadap data. Penyajian informasi semakin cepat dan dikemas secara apik dengan berbagai perangkat lunak, baik yang berlisensi hingga bebas terbuka.
Edukasi geospasial pun bertebaran di berbagai media, dari yang berupa tulisan, coding, hingga video tutorial di YouTube. Bahkan, kita kenal juga raksasa mesin pencarian terbesar yaitu Google juga menyediakan berbagai platform terkait peta.
Dari mulai Google Maps untuk navigasi saat penyekatan jalan PPKM Darurat, Google Earth untuk melihat dunia, hingga Google Earth Engine untuk pengolahan data citra satelit secara cepat berbasis cloud.
ADVERTISEMENT
Di sisi lain, teknologi berbasis data dan visualisasi data mempercepat proses penyajian informasi berita berbasis IG. Jurnalisme data digital lengkap dengan informasi geolokasi dan/atau peta.
Komersialisasi dan populernya teknologi geolokasi tersebut melahirkan perkembangan luar biasa di bidang IG, baik dari aspek penelitian maupun praktis lapangan.
Menyadari perkembangan dan fenomena yang terjadi, James Ash dan kawan-kawannya dalam sebuah paper berjudul "Digital turn, digital geographies" membedah era digital geografi. Mereka bahkan mendorong geografer siap terlibat di era digital.
ilustrasi mahasiswa menelisik masa depan (Foto oleh Andrea Piacquadio dari Pexels)
Saya membayangkan ke depan, jurnalisme berbasis data akan penuh dengan karya inovatif lulusan geografi digital dan dokumenter. Mereka adalah lulusan dengan bekal literasi geografi memadai untuk olah informasi geospasial menjadi lebih informatif di era digital.
ADVERTISEMENT
Bagi yang masih bingung mau kuliah apa dan dimana? Tentunya dapat mempertimbangkan menjadi seorang geografer digital dan dokumenter menyongsong esok lebih baik.
Kemudian, bagi universtas yang hendak mengembangkan program studi maupun jurusan baru tentunya dapat mempertimbangkan Geografi. Akan kemanakah lulusannya?
Peluang terbuka semakin luas seiring pemanfaatan dan perkembangan teknologi informasi berbasis geolokasi. Di Indonesia, keprofesiannya pun telah memiliki payung hukum dan terdapat IGI yang dapat menjadi wadah dan forum komunikasi bersama.
Itulah sekelumit cerita saya sebagai seorang geograf(er) melihat perkembangan yang ada, terutama mengenai geografi di era digital. Mari jadi bagian dari geografer yang membangun nusantara melalui data dan informasi geospasial.