Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
I Care a Lot: Empati yang Dipertanyakan
8 Maret 2021 18:52 WIB
Tulisan dari Alifia Putri Yudanti tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
“I Care a Lot” merupakan film besutan Netflix yang disutradarai oleh J Blakeson. Bercerita tentang Marla (Rosamund Pike) seorang wali para lansia yang sudah tidak dapat mengurus dirinya sendiri. Mereka kemudian akan dibawa ke panti jompo dan semua harta bendanya akan diurus oleh Marla.
ADVERTISEMENT
Dengan kekuatan negosiasi dan menyuapnya, ia kerap lolos dari tuduhan para wali lansia sebenarnya. Dalam aksinya, Marla ditemani oleh Fran (Eiza Gonzales), asisten sekaligus pacarnya. Mereka memiliki tekad untuk sukses dan kaya.
Kepercayaan yang mereka bangun untuk meyakinkan pun sangat rapat dan tidak ada celah. Marla terlalu berani untuk melawan siapa saja yang menghalanginya. Sampai bahaya yang tidak disadari pun mengintai mereka saat mereka bertemu dengan Jennifer Peterson (Diane Wiest).
Gejolak moral pun muncul dari film ini, Marla menggunakan kata-kata manisnya di depan para lansia: i care a lot. Ia meyakinkan mereka kalau tidak ada yang lebih peduli terhadap mereka dibandingkan dirinya.
Namun, tampaknya kata-kata tersebut lebih cocok untuk ditujukan kepada dirinya sendiri. Begitu besar ego Marla untuk membuat dirinya kaya, namun dengan cara yang amoral; memanfaatkan mereka yang lemah.
ADVERTISEMENT
Manusia lebih tepatnya selalu cemas dan peduli terhadap diri sendiri. Marla bahkan tidak sadar, di balik keserakahannya dan pandangan terhadap lansia yang lemah, ia sedang ditarik ke dalam suatu masalah.
Tekad yang kuat membuat semuanya buyar. Marla adalah sosok yang memiliki keteguhan diri yang besar. Ia pemberani dan tidak takut terhadap apa pun. Begitu gigihnya untuk mencapai angannya sampai ia hampir mati dihabisi Roman Lunyov (Peter Dinklage).
Marla yang sudah berada di zona nyaman, seperti siklus yang terus berputar terus menjebak korbannya sampai lupa dengan i care a lot yang ia kumandangkan. Orang-orang yang turut bekerja sama dengannya juga termakan perkataan manis Marla.
Sang Hakim (Isiah Whitlock Jr.) juga seharusnya melihat dari dua sisi—meski itu persidangan darurat sekalipun—dan memastikan kalau lansia tersebut tidak memiliki wali. Namun, kebobrokan sistem dan bias pendapat tampaknya terlihat juga dalam film ini.
ADVERTISEMENT
Marla seperti membajak pikiran Sang Hakim untuk terus percaya kepadanya. Ia jelas memainkan empati yang dimiliki hakim untuk mendapatkan kepercayaan penuh. Ini adalah bagian yang penting agar tindakannya dilegalkan secara hukum.
Manusia tampaknya lebih senang untuk mencampurkan diri ke urusan orang lain dan terlihat seolah-olah peduli; penuh empati. Padahal orang yang dituju terkadang tidak masalah akan kesendirian yang ia alami.
Empati itu baik, namun empati yang berlebihan justru mengantarkan seseorang pada ketamakan yang tidak ada habisnya. Kembali pertanyakan kepada dirimu, apakah empati yang saya lakukan sepenuhnya untuk orang lain atau hanya meninggikan derajat diri semata?
Film dark-comedy ini masih sangat layak untuk ditonton. Jangan percaya pada siapa pun, kecuali pikiranmu.
ADVERTISEMENT
----------------
Penulis adalah seorang mahasiswi Program Studi Indonesia Universitas Indonesia.