Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Thailand D-2: Berburu Candi, Bunga Goreng, dan Kalap Belanja di Bangkok
2 September 2018 16:03 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:06 WIB
Tulisan dari Ochi Amanaturrosyidah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Salah satu lokasi di Wat Pho, diambil dalam kondisi gerimis.
ADVERTISEMENT
Hari kedua di Bangkok, agendanya lebih padat dari kemarin. Meski pagi-pagi udah disambut dengan gerimis mengundang, tapi semangat buat keliling Bangkok belum surut. Iya lah, udah buang duit ke sini, sayang kan kalau enggak kemana-mana.
Sekitar pukul 06.00 kita mulai jalan ke arah Wat Pho. Untungnya, dari daerah penginapan ke Wat Pho bisa ditempuh dengan jalan kaki kira-kira 1,5 km. Bisa juga naik tuk tuk, tapi enggak direkomendasikan karena rawan scam.
Saran dari pihak penginapan untuk sebaiknya tidak naik tuk tuk.
Sambil jalan, kita nyari gerai 7-11 buat beli sarapan. Lumayan, gue membuka hari dengan makan Shrimp Fried Rice seharga 35 Baht dan minuman dingin yang manis. Gue lupa apa namanya, yang jelas gue beli karena gue kira rasa jeruk enggak taunya… SARI BUNGA MATAHARI.
ADVERTISEMENT
Itu minuman paling aneh yang pernah gue minum. Dengan harga 15 Baht, rasa kembangnya enggak ilang-ilang dari lidah. Mau dibuang, sayang, soalnya udah dibayar (pelit ya gini).
Setelah kenyang makan sambil duduk ngampar di depan toko orang, kita lanjut jalan ke Wat Pho (takut diusir juga soalnya tokonya mau buka). Selama perjalanan, kita ngelewatin dua candi atau wat yang sebenarnya lumayan kece.
Seporsi nasi goreng udang murah meriah yang cukup bikin kenyang.
Semua candi emang kece sih.
Wat Pho lokasinya sebelahan dengan Grand Palace. Tadinya, gue berencana ke Grand Palace juga, tapi setelah menimang-nimang, sayang juga uang 500 Baht. Akhirnya, cuma ke Wat Pho aja, toh kan sebelahan.
Denah Wat Pho, kemarin cuma sempat keliling area nomor 2, 3, 6, 4 aja.
ADVERTISEMENT
Untuk masuk Wat Pho, biayanya sekitar 100 Baht untuk turis dan gratis untuk warga lokal. Padahal gampang aja buat gue ngaku jadi warga lokal karena mukanya mirip, tapi enggak mau. Takut kualat. 100 Baht ini udah termasuk minum dingin yang bisa ditukar di dekat patung Budha Tidur atau Reclining Buddha.
Meski gong-nya adalah patung Budha Tidur raksasa, tapi sebenarnya area Wat Pho ini luas banget dan terdiri dari sekitar 100 candi dan patung Buddha. Karena gerimis dan waktunya mepet, jadi kita cuma foto-foto di area kiri Wat Pho. Tapi udah cukup keren sih.
Sebelum masuk, dikasih kresek buat nyimpen sepatu.
Kuil bernama resmi Wat Phra Chetuphon Wimonmangkhalaram ini ditetapkan sebagai salah satu warisan dunia UNESCO pada tahun 2008. Sebelumnya, daerah ini merupakan pusat pendidikan pengobatan tradisional Thailand. Makanya, banyak banget jasa pijat di sini yang bisa dicoba.
Telapak kakinya dari butiran berlian, cantik dan detail sekali.
ADVERTISEMENT
Oh iya, kalau mau keliling candi, pastikan kalian mengenakan pakaian yang sopan dan alas kaki yang mudah dilepas. Karena, untuk masuk di beberapa tempat seperti area Reclining Buddha, alas kaki harus dilepas. Dan hati-hati dengan copet.
Bisa nukerin duit pakai koin kecil, nanti dimasukin ke situ satu-satu buat doa.
Setelah puas berkeliling dan ambil minum gratis, kita langsung keluar menuju ke dermaga penyeberangan yang berada sekitar 500 meter. Lokasi dermaganya agak tricky karena menyaru dengan warung-warung di sekitarnya. Gue sih cuma pakai feeling langsung ketemu.
Dari dermaga menuju ke Wat Arun sebenarnya cuma tinggal menyeberang dan enggak terlalu jauh. Kalau mau dan mampu, berenang ke seberang juga bisa. Untuk menyeberang, cukup keluarkan uang 4 Baht saja. Harga ini udah naik dua kali lipat dari tahun lalu. Sedih.
Cuma segitu doang lebarnya, berenang bisa lah ya? Bisa tenggelam lalu terbawa arus.
ADVERTISEMENT
Begitu sampai di dermaga, cukup jalan lurus dan masuk ke pintu sebelah kiri ke dalam area taman. Jangan girang dulu karena enggak nemu loket tiket masuk, karena masuk ke taman emang gratis.
Harga 50 Baht baru dibebankan kalau kita mau masuk ke dalam area candi. Loketnya tepat di depan pintu masuk candi. Nah, buat yang enggak pengen keluar uang, sebenarnya foto dari luar juga udah keliatan kok.
Keliatannya pendek, tapi pas naik napasnya satu-satu.
Jika Wat Pho candinya lebih warna-warni, Wat Arun justru dominan warna putih dengan ukiran dan pecahan keramik sebagai penghiasnya. Dulu, kita bisa naik sampai atas dan melihat Bangkok dari ketinggian. Tapi kemarin sih gue cuma bisa naik sampai lantai satu, mungkin karena lagi gerimis dan emang licin.
ADVERTISEMENT
Dari Wat Arun, kita keluar menuju ke Tha Tien Pier (N8) yang ada di area taman. Jadi keluar dari area candi, langsung melewati deretan pedagang oleh-oleh yang mahir berbahasa Indonesia (karena Indonesia kan bahasa resmi Asean dan termasuk wajib bisa dikuasai oleh pedagang untuk menarik pembeli dari Indonesia).
Kapal biru khusus turis, harganya jauh lebih mahal dan cuma berhenti di tempat wisata.
Sampai di Tha Tien Pier (N8), langsung ke dermaga nomor 2 untuk arah Utara, karena kita tujuan kita ke Nonthanburi Pier (N30). Sedangkan untuk kalian yang ingin ke Asiatique atau lanjut naik BTS (Skytrain) bisa ambil dermaga nomor 1 dan turun di Central Pier atau Saphan Taksin.
ADVERTISEMENT
Ada empat jenis kapal di Sungai Chao Phraya yang masing-masing dibedakan dari warna benderanya. Sedangkan untuk jalur, sebenarnya cuma dibagi jadi dua, jalur Utara (N1-N33) dan jalur Selatan (S1-S3). Tapi, kapal-kapal ini tidak berhenti di semua pier, jadi harus perhatikan tujuannya sebelum memilih mau naik kapal apa.
Bagian dalam kapal yang nyaman, sama kayak di bus umum. Yang depan lengket abis.
Karena gue mau ke Nonthanburi Pier, jadi gue harus naik kapal berbendera orange. Tarifnya cuma 15 Baht jauh-dekat. Enggak terlalu rugi juga, karena dari Tha Tien Pier ke Nonthanburi Pier itu cukup jauh. Kira-kira 30-45 menit perjalanan. Untung pemandangannya oke.
Dari Nonthanburi Pier, gue masih harus jalan kaki menyusuri jalan di depan dermaga menuju ke halte bus. Kira-kira 500 meter dari dermaga melewati pasar. Ini juga agak tricky karena enggak ada bentuk halte sama sekali. Patokannya cuma kira-kira ada kerumunan orang, nah itu haltenya.
Salah satu lokasi di Wat Pho, dibuang sayang, jadi diunggah aja dulu.
ADVERTISEMENT
Patokan lainnya, kebetulan halte ini ada di depan toko kosmetik yang cukup besar. Semacam Toko Dan Dan gitu. Dari situ tinggal tunggu bus nomor 32 untuk menuju ke Pak Kret. Tarifnya cuma 7 Baht.
Karena Pak Kret enggak terdeteksi sama google maps gue, jadi gue agak was-was tiap ngeliat tulisan ‘Pak Kret’ (pasti ada di mana-mana soalnya kan itu nama kecamatan). Jadi dikit-dikit gue berdiri, sampai ibu-ibu kondekturnya kesel kali ya.
“Koh Kret, Koh Kret come with me, come,” kata seorang bapak-bapak warga setempat sambil melambaikan tangan, ngasih arahan buat ngikutin dia turun.
“Just follow us. We want to go to Koh Kret,” tambah seorang ibu, yang gue kira istrinya.
ADVERTISEMENT
Gue ngikutin aja mereka berdua jalan menyusuri pasar. Sampai di pertigaan besar pertama, belok ke kiri dan langsung naik ke ojek dengan biaya 10 Baht sampai ke Pak Kret Pier. Selama jalan, mereka berdua dikit-dikit nengok ke belakang, memastikan gue dan Wahyu masih ngikutin.
Kapal untuk menyeberang ke Koh Kret, padahal cuma segitu aja jaraknya.
“Be careful with your bag,” kata si ibu waktu kita antre masuk ke dalam kapal (lebih mirip gethek) penyeberangan. “There is so many pick pocket in here.”
Kalimat bahasa Inggris gue tulis apa adanya ya. Jadi kalau salah tatanannya, ya ampuni aja.
Untuk menyeberang, cukup bayar 2 Baht. Kapal langsung penuh, dan langsung jalan. Jadi ada dua kapal yang secara bergantian bolak-balik non-stop.
ADVERTISEMENT
Waktu di kapal, gue iseng nanya, kalau ke Victory Monument dari situ naik apa? Berawal dari iseng nanya, rupanya si ibu serius nanggepin pertanyaan gue. Dia bilang, dia enggak tahu rutenya, tapi mungkin bapak-bapak yang tadi tahu.
“Please wait here,” kata si ibu yang begitu turun langsung nyari bapak satunya. Mereka berdua lalu diskusi serius pakai bahasa Thailand. “Please wait, he can’t speak english but I can, just a little. I understand your question, but wait here.”
Ibu-ibu baik di Koh Kret, mungkin dalam hati dia bilang 'buruan anjir, udah laper gue!'
Lalu mereka berdua susah-susah nyari petugas setempat buat nanya pertanyaan gue. Dari petugas dermaga, mereka ke petugas informasi.
ADVERTISEMENT
“You can take, five zero six,” kata si Bapak yang kemudian ragu dengan jawaban yang beliau dapat dari petugas dermaga. Lalu dia dan si ibu nanya lagi ke petugas informasi.
“Just take one six six,” kata petugas informasi sambil nulis angka 166 di kertas.
Karena jawabannya beda, kemudian si bapak, ibu, dan petugas informasi debat lagi. Kemudian diakhiri dengan, “166 is okay.”
Kemudian si bapak pamit karena buru-buru ada urusan. Dan si ibu bilang dia udah laper banget, pengen buru-buru makan. Aduh, terharu banget gue.
Suasana di jalanan Koh Kret.
Lanjut, di Koh Kret sebenarnya kita bisa jalan-jalan keliling dengan nyewa sepeda atau keliling jalan kaki aja. Ada candi, patung buddha, dan pusat keramik. Di Poetry Village, kita bisa belajar bikin keramik dan bawa pulang keramiknya.
ADVERTISEMENT
Tapi, tujuan utama kita ke sini adalah untuk BUNGA GORENG atau tort man nor galah. Setelah jalan kaki sampai nyaris ke ujung pulau, melewati pasar yang enggak abis-abis (soalnya sebagai desa percontohan One Village One Product, tiap weekend seluruh warga membuka pasar kaget dan menjajakan produknya masing-masing).
Semacam jajanan waktu SD dulu, cuma rasanya beda, banyak lada hitamnya.
Setelah capek jalan, dan enggak nemu, kita memutuskan jalan balik lalu mampir ke sebuah restoran buat makan siang. Gue beli makanan yang cukup mahal. Nasi goreng ikan kremes yang harganya 70 Baht.
Sebelum makan, kita sekalian jajan sate telur puyuh goreng yang harganya 15 Baht per tusuk isi lima, dan 20 Baht untuk yang pakai topping telor ikan. Buat minum, kita beli Ice Tea (Thai Tea) seharga 25 Baht lengkap dengan gelas keramik yang bisa dibawa pulang. Karena miskin, jajannya beli satu buat berdua.
LUCU ABIS GELASNYA! Tapi harus ditinggal karena gak muat di ransel, enggak beli bagasi.
ADVERTISEMENT
Abis kenyang dan ngabisin uang, kita jalan lagi ke arah dermaga dengan perasaan agak kecewa karena enggak nemu bunga goreng. Eh enggak tahunya, penjual bunga goreng tuh ada TEPAT DI DEPAN DERMAGA! Lah! Ngapain jalan jauh-jauh kalau gitu.
Tort man nor galah sebenarnya cuma gorengan yang terdiri dari aneka bunga, selada air, dan jamur yang digoreng tepung. Satu porsi harganya 50 Baht dan kita bisa milih mau isi apa aja. Bisa di-mix semuanya. Tapi gue kemarin cuma nyoba tiga atau empat jenis. Dua bunga warna ungu (kayak bougenvile sama anggrek gitu), jamur, dan selada air.
Tukang kembang yang dicari-cari, ketawanya lebar amat si ibu.
Gorengan ini lalu disiram dengan semacam saus asam manis yang khas banget. Dan sejujurnya, emang nambah rasa. Ngomongin soal rasa, ENAK BANGET! Mungkin yang bikin enak tepung sama sausnya sih, cuma gue enggak nyangka kembang bisa seenak itu.
ADVERTISEMENT
Bunga goreng, fix masuk daftar makanan favorit gue.
Terlihat normal, kalau diperhatiin seksama baru ketahuan ini kembang apaan dan rupanya enak banget.
Usut punya usut, bunga goreng ini merupakan makanan khas suku Mon yang berasal dari Myanmar. Resep tepungnya diwariskan secara turun temurun dan ‘dosa’ kalau dibongkar ke orang lain. Batal deh gue ngegoreng kembang di kosan.
Puas mencicip kembang goreng, kita nyeberang lagi naik kapal 2 Baht. Lalu jalan kaki menuju halte bus tempat kita turun tadi. Karena ternyata enggak jauh-jauh banget, paling cuma 700 meter.
Setelah nunggu bentar, kita langsung naik bus 166. Dan gue baru tahu kalau Pak Kret itu pemberhentian terakhir, karena semua bus langsung putar balik setelah melewati halte Pak Kret (yang enggak keliatan haltenya).
Tumben BTS-nya sepi, kalau sepi gini kan enak.
ADVERTISEMENT
Dari Pak Kret ke Victory Monument cukup jauh, sekitar 1 jam perjalanan dengan tarif 18 Baht. Begitu turun di halte, langsung jalan ke arah kiri menuju tangga ke Victory Monument BTS Station. Karena enggak afdhol kalau ke Bangkok tapi enggak nyobain naik BTS.
Tarif BTS ke Mo Chit adalah 33 Baht. hampir 3 kali lipat lebih mahal dari naik bus, tapi emang keren abis sih BTS. Hemat waktu. Cara beli tiketnya gue bahas di tulisan selanjutnya.
Mo Chit BTS Station adalah stasiun terakhir BTS. Jadi semua langsung turun di sini. Begitu jalan keluar, langsung ke arah kiri, lalu turun melalui tangga di sebelah kiri lagi untuk menuju ke Chatuchak Weekend Market.
Udah maghrib, udah pada beres-beres tapi masih aja ada yang beli.
ADVERTISEMENT
Chatuchak bisa dibilang merupakan ‘pasar kaget’ terbesar di Thailand, atau di Bangkok paling enggak. Dengan lebih dari 5 ribu tenant, lo bisa nyasar di dalam pasar ini. Meski ramai, tapi Chatuchak terbilang bersih dan rapi banget.
Kalau gue boleh bilang, Chatuchak adalah dosa besar. Ini adalah ketiga kalinya gue ke Chatuchak dan tiga-tiganya berakhir dengan: KALAP!
Padahal gue termasuk orang yang enggak demen belanja. Tapi dengan 5 ribu pilihan tenant yang barang dagangannya aneh-aneh, hati mana yang enggak luluh? Untung kalapnya karena titipan orang.
Segini udah agak sepi, cuma begitu masuk ke dalam gangnya.. habis sudah kau.
Hal unik yang gue baru sadar adalah ketika lagu kebangsaan Thailand berkumandang tepat pukul 18.00. Seluruh pedagang dan pengunjung langsung diam, berdiri di tempat, mematung. Suasana langsung khidmat.
ADVERTISEMENT
“Yu, enggak boleh gerak,” bisik gue mengingatkan, tapi sambil merekam di instastory. Anaknya suka jadi atlet panjat sosial emang.
Tiap kali ragu mau beli, kita langsung keinget: yaudah sih, kan besok gajian. Dengan mental tempe seperti itu, uang pun berhamburan dengan mudah dari kantong. Hina sekali kami.
Dan kita baru nyadar kalau GAJIAN MASIH LUSA waktu udah balik ke Mo Chit BTS Station. Langsung istighfar. Aduh, besok makan apa?
Liat orang belanja jadi kebawa suasana ikutan kalap. Sungguh terlaluuu.
“Yu, gue mau balik aja ke penginapan,” kata gue yang udah males jalan setelah liat jumlah uang.
“Enggak bisa, sayang udah nyampe sini. Lagian masih jam segini kan,” kata Wahyu yang masih sisa tenaganya. Baiklah, lagian udah terlanjur beli tiket BTS juga.
ADVERTISEMENT
Akhirnya, dengan tiket seharga 44 Baht, kami lanjut ke daerah Siam. Kalau di Bekasi, ini udah kayak daerah Mal Metropolitan yang pertigaan isinya mal semua.
Tiket harian BTS, cara pakai dan belinya beda lho dengan tiket langganan. (Bangga karena fasih makenya).
Dan kita cuma numpang ke WC lalu jalan-jalan, window shopping, dari satu mal ke mal lain. Padahal, mal di negara mana pun udah pasti sama aja.
Mulai dari Mal Siam Paragon yang terintegrasi dengan stasiun BTS Siam. Isinya semacam Plaza Indonesia, barang branded yang megang aja rasanya enggak mampu.
Siam Paragon juga terintegrasi dengan mal di sebelahnya, Siam Central, yang merupakan mal tertua di Bangkok. Meski tertua, tapi desain interior Siam Cental kece abis! Menganut gaya industrial, mal ini menawarkan pemandangan yang agak beda. Padahal ya sama aja yang dijual.
Sign kamar mandi yang sungguh artistik. Kece banget.
ADVERTISEMENT
Siam Central juga terintegrasi dengan mal Siam Discovery, tempat museum lilin Madame Tussaud berada. Siam Central berada di perempatan jalan, tepat di seberang Bangkok Art and Culture Center (BACC) dan Mal MBK.
Karena udah capek jalan, kita batal ke BACC. Dan karena udah boros banget belanja, kita batal ke MBK yang merupakan pusat belanja favorit turis Indonesia, di dalam bisa nawar soalnya.
Yaudah, dari Siam Central kita langsung jalan kaki ke luar dan balik ke arah Siam Paragon karena halte bus ada di seberangnya. Tepat di depan Siam Paragon juga ada halte bus, karena sempat lupa dan ragu, gue memutuskan nanya ke dua mbak-mbak lokal.
Masih edisi dibuang sayang, patung Budha Tidur dari dekat. Bagus banget.
ADVERTISEMENT
“Mbak, kalau mau naik bus nomor 15 ke arah Khao San Road, bisa dari halte ini kan?” tanya gue dengan bahasa Inggris seadanya. Males nulisnya, jadi semua gue terjemahin ke bahasa Indonesia.
“Oh, bentar-bentar, dicek dulu,” kata si mbak yang mukanya flawless lalu diskusi dengan temannya dan dibantu google. Mereka tampak serius berdebat soal rute mana yang harus gue tempuh.
Lima menit kemudian. Bus mereka udah lewat satu.
“Ah iya, bisa dari sini. Bisa. Nanti naik nomor 15 atau 183,” jawab si mbak, akhirnya.
Gue dan Wahyu pun nunggu di situ sambil foto-foto buat manjat sosial. Sepuluh menit berlalu, bus kami tak kunjung datang. Sementara dua mbak yang tadi rupanya masih diskusi sambil liat google maps.
ADVERTISEMENT
“Mbak, mbak,” kata si mbak, nowel bahu gue.
“Ya?”
“Aduh, maaf sekali. Ternyata setelah kami cek ulang, harusnya dari halte di seberang. Jadi tinggal lurus, lalu menyeberang lewat JPO BTS, langsung ke kiri. Tunggu di depan toko Line,” ujarnya meminta maaf.
Lalu dia ngulang petunjuk itu sampai tiga kali, mungkin karena ragu gue ngerti atau enggak maksud dia. Alhamdulillah, berkat bantuan si mbak, kami berhasil menemukan bus yang dimaksud.
Pasar malam dari atas JPO Siam BTS Station, gara-gara ngefotoin jadi ketinggalan bus satu.
Setelah menunggu sekitar 15 menit, bus merah nomor 15 akhirnya muncul. Lumayan kosong, jadi bisa langsung duduk. Ongkosnya hanya 11 Baht saja. Cukup murah.
Setelah turun, kami menyempatkan diri mampir ke Sevel untuk membeli makan malam dan bekal sarapan besok. Makan malam gue ada Shrimp Stir Rice (ini menu favorit sejak zaman kuliah) seharga 30 Baht dan roti sobek taro seharga 15 Baht untuk sarapan besok.
ADVERTISEMENT
Istirahat, besok ke Pattaya!
Dibuang sayang, kira-kira begini bagian detail dari Wat Arun.
Total Pengeluaran Hari Kedua:
Teh bunga matahari …. 15 THB
Shrimp fried rice …. 35 THB
Masuk Wat Pho … 100 THB
Kapal ke seberang … 4 THB
Masuk Wat Arun … 50 THB
Orange boat … 15 THB
Bus nomor 32 … 7 THB
Ojek … 10 THB
Kapal ke seberang … 2 THB
Sharing Thai tea … 12,5 THB
Sharing puyuh … 17,5 THB
Nasi goreng … 70 THB
Sharing bunga goreng … 25 THB
Kapal ke seberang … 2 THB
Air minum … 5 THB
Bus 166 …. 18 THB
BTS ke Mo Chit … 33 THB
ADVERTISEMENT
Thai Tea … 45 THB
BTS ke Siam … 44 THB
Bus 15 …. 11 THB
Roti sobek … 15 THB
Nasi Campur Udang … 30 THB
TOTAL PENGELUARAN HARI KEDUA 566 THB (atau sekitar Rp 254.700 jika 1 THB adalah Rp 450).
Total H1-H2 dalam rupiah sekitar Rp 1.172.400,-
Bunga goreng dari dekat, ternyata lebih abstrak lagi bentuknya meski rasanya enak...
Tulisan Lainnya:
Thailand D-6: Serunya Transit di Changi Singapore