Jaksa Agung Minta Komisi III Pahami Alasan Sidang Ahok Ditunda

12 April 2017 16:14 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:18 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
Kapolri, Ketua KPK dan Jaksa Agung (Foto: Ubaidillah/ANTARA)
zoom-in-whitePerbesar
Kapolri, Ketua KPK dan Jaksa Agung (Foto: Ubaidillah/ANTARA)
Jaksa Agung Muhammad Prasetyo menggelar rapat kerja dengan Komisi III DPR hari ini. Dalam rapat tersebut, Prasetyo sempat menyampaikan alasan mengapa Kejaksaan Agung menunda sidang penuntutan Basuki Tjahaja Purnama. Di hadapan para anggota dewan, Prasetyo berharap agar keputusan tersebut dipahami semua pihak.
ADVERTISEMENT
"Pada sidang ke 18 kemarin pada gilirannya yang seharusnya Jaksa Penuntut Umum (JPU) membacakan tuntutan pidana terpaksa meminta penundaan karena tidak cukupnya waktu untuk menyelesaikan penyusunan naskah. Diharapkan semua pihak bisa memahaminya," ujar Prasetyo dalam rapat kerja di ruang rapat Komisi III, Gedung DPR, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (12/4).
Prasetyo juga meyakinkan para anggota Komisi III bahwa penundaan tidak terkait alasan politis. Ia menegaskan tidak ada tekanan politik yang diberikan agar sidang ditunda.
"Kalaupun ada pernyataan dan mempermasalahkannya, rasanya permohonan penundaan oleh JPU tidak ada masalah lain, tekanan, intimidasi, masalah politis atau apapun, selain semata karena masalah teknis dan yuridis, " ujarnya.
ADVERTISEMENT
Sidang penodaan agama Ahok  (Foto: Miftahulhayat/Antara)
zoom-in-whitePerbesar
Sidang penodaan agama Ahok (Foto: Miftahulhayat/Antara)
Dalam kesempatan tersebut, Prasetyo juga meminta agar nantinya hakim sebagai pemutus perkara dalam sidang kasus penistaan agama dengan terdakwa Ahok dapat memberikan keputusan dengan merujuk pada fakta dan kebenaran. Dia menitikberatkan pentingnya penilaian yang objektif dan profesional.
"Berpegang pada sikap kehati-hatian JPU sebagai penuntut dan hakim sebagai perkara nanti. Maka segala keputusan yang dibuat semata-mata haruslah hanya mengangkat berbagai realita dan kebenaran fakta yang ditemukan di persidangan," ujarnya.
"Semua harus dinilai objektif, profesional dan propersional dan tidak bertolak belakang dengan apa yang ada, " lanjutnya.