Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Pimpinan DPR: Syarat Pencapresan Sebaiknya Jangan Divoting
19 Mei 2017 19:47 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:17 WIB
ADVERTISEMENT
DPR dan pemerintah sepakat menggelar voting RUU Penyelenggaraan Pemilu pada Senin (22/5). Voting digelar karena belum adanya titik temu antara sejumlah fraksi mengenai beberapa poin di RUU Penyelenggaraan Pemilu, mulai dari ambang batas pemilu presiden dan legislatif hingga sistem pemilu.
ADVERTISEMENT
Meski pemerintah dan DPR sudah sepakat, Wakil Ketua DPR Taufik Kurniawan menilai RUU Penyelenggaraan Pemilu terkait ambang batas pemilu presiden tidak perlu divoting.
"Kalau menurut saya ini sebaiknya jangan divoting, perlu ada konsolidasi dulu karena ini menyangkut masalah tokoh atau presiden. Penting, orang nomor satu di Indonesia," ujar Taufik saat ditemui di Gedung DPR RI, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Jumat (19/5).
Baca juga: 4 Isu RUU Pemilu yang Bakal Divoting DPR
"Indonesia kan titik komprominya titik kompromi politik, seyogyanya saya mengusulkan jangan sampai divoting tapi ada komunikasi antar ketum-ketum parpol. Jangan seperti memilih lurah atau kades, bukan merendahkan. Ini pimpinan nasional kita," lanjutnya.
ADVERTISEMENT
Taufik yakin bahwa masalah ambang batas pemilu masih bisa dikompromikan. Menurut dia, ambang batas pemilu Presiden tidak sepenuhnya salah. Sebab, pasti parpol memiliki kriteria dan syarat tertentu dalam menjaring kader. Sehingga tidak semua kader dari sebuah partai bisa dicalonkan.
Namun, juga tidak tertutup kemungkinan calon yang diajukan malah bukan berasal dari partai yang besar. Sebab, muncul gejala di mana calon-calon presiden dan perdana menteri justru dicalonkan oleh parpol dengan perolehan suara kecil. Alasan ini, kata dia, tentunya menjadi alasan dari parpol yang meminta agar tidak ada ambang batas untuk pemilu presiden.
"Gejala-gejala seperti di Eropa banyak calon presiden dan perdana menteri muda-muda dicalonkan oleh partai politik minoritas. Ini mungkin barangkali juga perlu menjadi suatu keinginan bahwa yang dimaksud dengan one man, one vote, one value itu perlu direpresentasikan oleh pilihan-pilihan dari setiap parpol," tuturnya.
ADVERTISEMENT
Taufik menilai ambang batas pemilu presiden sebanyak 0 persen bertujuan untuk memakmurkan demokrasi sementara ambang batas 20 persen dimaksudkan sebagai filter demokrasi. Makanya, harus ada titik temu.
"Perlu ada proses seleksi baik dengan 0 persen maupun 20 persen itu.Tinggal cari titik resultannya bagaimana proses politik itu. Kita tidak bisa mengatakan yang nol persen paling baik atau yang 20 persen itu paling baik," ujarnya.