Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Laporan Keuangan Menteri Susi Pudjiastuti Disclaimer
19 Mei 2017 16:19 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:17 WIB
ADVERTISEMENT
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) memberikan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) untuk Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) tahun 2016. Predikat tersebut merupakan yang pertama diraih pemerintah pusat setelah 12 tahun sejak 2004.
ADVERTISEMENT
Namun, BPK masih menemukan adanya laporan dari beberapa kementerian dan lembaga yang belum memenuhi standar. Berdasarkan 87 Laporan Keuangan kementerian dan lembaga dan satu laporan keuangan bendahara umum negara, sebanyak 74 kementerian/lembaga memperoleh opini WTP.
Ketua BPK Moermahadi Soerja Djanegara mengatakan ada 8 kementerian dan lembaga memperoleh opini Wajar Dengan Pengecualian. Selain itu ada enam kementerian dan lembaga lainnya mendapat opini Tidak Menyatakan Pendapat atau disclaimer dari BPK.
Salah satu kementerian yang mendapat opini Tidak Menyatakan Pendapatan dari BPK adalah adalah laporan keuangan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti.
ADVERTISEMENT
"Tidak Menyatakan Pendapat Kementerian Kelautan dan Perikanan, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Kementerian pemuda dan Olah Raga, Lembaga Penyiaran Publik TVRI, Bakamla, dan Badan Ekonomi Kreatif," kata Moermahadi di Gedung DPR/MPR, Senayan, Jakarta, Jumat (19/5).
Sementara kementerian dan lembaga yang mendapat opini WDP adalah Kementerian Pertanian, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kementerian Perempuan dan Perlindungan Anak, BKKBN, KPU, Badan Informasi Geopasial, Lembaga Kebijakan Penagadaan Barang/Jasa Pemerintah, dan Lembaga Penyiaran Publik RRI.
Dalam LKPP 2016, BPK melaporkan 7 temuan. Pertama mengenai sistem informasi penyusunan LKPP yang belum terintegrasi. Kedua, pelaporan saldo anggaran lebih (SAL), pengendalian piutang pajak, dan penagihan sanksi administrasi pajak berupa bunga atau denda belum memadai serta inkonsistensi tarif Pajak Penghasilan (PPh) migas.
ADVERTISEMENT
"Ketiga, penatausahaan persediaan, aset tetap, dan aset tak berwujud belum tertib. Keempat, pengendalian atas pengelolaan program subsidi kurang memadai. Kelima, pertanggungjawaban kewajiban pelayanan publik kereta api belum jelas," kata Moermahadi.
Sementara temuan keenam mengenai penganggaran dana alokasi khusus (DAK) fisik bidang sarana prasarana penunjang dan tambahan DAK yang dianggap belum memadai. Temuan ketujuh adalah mengenai tindakan khusus penyelesaian aset negatif dana jaminan sosial kesehatan yang dianggap belum jelas.