Soal Audit BPK, Freeport Klaim Tak Melanggar Aturan

4 Mei 2017 20:47 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
Pengolahan mineral PT Freeport. (Foto: Antara)
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan sejumlah dugaan pelanggaran yang dilakukan PT Freeport Indonesia terutama soal perusakan lingkungan. Potensi kerugian negara disebut mencapai Rp 185,58 triliun.
ADVERTISEMENT
Menanggapi hal tersebut, Juru Bicara Freeport Indonesia Riza Pratama menilai audit BPK tersebut lebih bertujuan diperuntukan kepada pemerintah Indonesia. Sebab, dia mengklaim selama ini perusahaan berpegang pada AMDAL (analisis mengenai dampak lingkungan) yang sudah disetujui pemerintah.
"Kita melakukan pelaporan setiap tahun, melakukan regular audit, kita merasa sudah melakukan kewajiban kita," kata Riza ketika ditemui di Kementerian ESDM, Jakarta, Kamis (4/5).
Selain itu, Riza mengatakan pemerintah sudah menerima laporan Freeport terkait penyediaan program pengembangan pendidikan, ekonomi, kesehatan, dan infrastruktur di Kampung Omawita, Fanamo, dan Otakwa sejak 2013 hingga 2017.
Riza mengklaim Freeport juga sudah memberikan dana kompensasi kepada Pemerintah Kabupaten Mimika dan Pemerintah Provinsi Papua sejak 2011. Dia menyebut pemerintah juga mengetahui soal dana yang dikucurkan perusahaan yang sudah mencapai Rp 343,13 miliar tersebut.
ADVERTISEMENT
Dalam audit anggaran 2013 hingga 2015, BPK menemukan pelanggaran yang dilakukan Freeport di antaranya menggunakan kawasan hutan lindung dalam kegiatan operasionalnya sekitar 4.535,93 hektare.
Penggunaan kawasan ini dinilai melanggar peraturan karena tanpa adanya Izin Pinjam Pakai dan bertentangan dengan undang-undang kehutanan yaitu Undang-undang No. 41 Tahun 1999 Jo Undang-undang No. 19 Tahun 2004.
Lokasi tambang Freeport di Papua (Foto: Reuters)
Selain itu, Freeport juga disebut melaksanakan kegiatan operasional kegiatan pertambangan di bawah tanah Deep Mill Level Zone (DMLZ) yang sudah dilaksanakan tanpa adanya izin lingkungan.
Pelanggaran lainnya adalah Freeport dinilai menimbulkan kerusakan lingkungan akibat pembuangan limbah operasionalnya. Kerusakan akibat pembuangan limbah ini bukan hanya berada di muara, tetapi sudah mencapai kawasan laut.
ADVERTISEMENT
Kerusakan ini terjadi pada saat produksi PT. Freeport Indonesia telah mencapai 300.000 ton tanpa ada instansi pemerintah yang mencegah pencemaran lingkungan tersebut.
BPK menyatakan fakta-fakta yang didapat dari hasil pemeriksaan BPK itu seharusnya dapat digunakan pemerintah untuk bernegosiasi dengan PT. Freeport Indonesia.
Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM, Teguh Pamuji, mengatakan temuan BPK tersebut juga akan jadi bahan dalam bahasan di dalam perundingan yang dimulai hari ini.
"Jadi tolong teman-teman (media) juga fokus bahwa kasihlah kesempatan ke kita, kita tadi sudah sepakat untuk masuk ke dalam perundingan. Jadi kita akan berbicara itu (temuan BPK) nanti setelah melewati batas waktu perundingan (sampai 10 Oktober 2017)," tuturnya.
ADVERTISEMENT