Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Sulap, Ilusi, dan Mimpi
22 Desember 2017 18:37 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:13 WIB
Tulisan dari Anggi Kusumadewi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Pertama kali melihat aksi Riana di Asia’s Got Talent, saya langsung tersihir. Saya memutuskan untuk mencari tahu tentangnya, dan itu tidak mudah.
Seorang Riana, yang bernama asli Marie Antoinette Riana Graharani, tak memiliki akun media sosial dengan foto-foto bertebar seperti kebanyakan milenial. Akun Instagram profesionalnya, @rianariani , dikelola oleh manajemennya, Trilogy Magic Factory.
Jadi, jalan termudah, ya menemui manajernya, Bow Vernon--yang kemudian saya tahu itu adalah nama panggungnya sebagai pesulap.
Bow dan sejumlah rekan pesulapnya mengelola Trilogy Magic Factory--yang di akun IG-nya dideskripsikan sebagai “creative, magic consultant, property master, digital creator, new media, talent management, SFX (special effects), film, TV production”.
Sederhananya, kata Bow, Trilogy ialah magic management. “Tapi nggak cuma soal sulap. Kami ngumpulin talent yang unik, diarahkan, mix little of this and that supaya performance-nya jadi lebih bagus.”
Pertemuan dengan Bow dan rekan pesulapnya, Oge Arthemus, berjalan menyenangkan. Mereka menceritakan banyak kisah (sebagian off the record) yang belum saya ketahui tentang dunia sulap.
ADVERTISEMENT
Ternyata, menjadi seorang pesulap itu susah!
Ia harus belajar psikologi, public speaking, teater, gerak, musik, tata panggung, sampai lighting. Dan itu bahkan baru sebagian, belum semua.
Oge sang escapology magician lantas mempraktikkan trik sulap elementer. Ia mengambil sebatang rokok hitam dari bungkusnya, menunjukkannya tepat di depan mata saya, lalu jari jemarinya menari-nari khas pesulap, dan rokok itu menghilang.
Setidaknya, begitulah yang tampak dalam penglihatan saya. Mata saya melihat: rokok itu lenyap.
Melihat saya terpana, Oge tertawa. Jari-jarinya kembali menari, dan rokok itu kembali muncul di tangannya.
ADVERTISEMENT
Simsalabim, ia seperti muncul dari udara. Dari ruang hampa. Dari ketiadaan.
Tentu saja Oge tak punya kuasa kun fayakun. Ia hanya menyulap. Dan saya terlalu awam.
Oge tergelak lagi. Ia seperti senang melihat kening saya berkerut tanda bingung. Padahal, menghilangkan rokok semacam itu mungkin masuk kategori sulap yang paling mudah.
Sambil terus tersenyum, Oge berkata, “That’s why yang harus dipelajari pesulap itu kompleks. Pertama, dia harus mengerti teknik blocking.”
Blocking, yang secara literal berarti menutup atau menghalangi, dalam konteks ini ialah posisi tubuh saat berada di panggung atau tempat manapun ia duduk atau berdiri.
Kedua, ujar Oge, “Pesulap harus tahu posisi penontonnya ada di mana. Eye level mereka setinggi apa. Kalau misal dari sebelah kanan ‘bocor’ permainan sulapnya, berarti harus geser agak ke kiri. Karena mata manusia tidak bisa ditipu. Apalagi kalau main sulap di depan kamera. Kamera kan tidak berkedip seperti mata manusia.”
ADVERTISEMENT
“Bocor” yang ia maksud yakni jika trik sulap terlihat oleh penonton.
Saya mulai mengerti. Paham bahwa rokok hitam yang dipegang Oge itu sesungguhnya tidak pernah hilang. Secuil pun tak lenyap.
Hanya, permainan jari Oge di depan mata saya, mengelabui saya.
Sebetulnya rokok slim itu tetap dipegang Oge. Namun, ia memegangnya dengan cara tertentu--menjepit di sela jarinya--sehingga tak terlihat dari arah mata saya melihat.
Kunci permainan sulap dasar itu, salah satunya, ada pada: eye level. Persis seperti dikatakan Oge.
Seolah tak puas “mengerjai” saya, Bow ikut memamerkan kelihaiannya. Ah ya, Bow ini jahil bukan main. Sepanjang perbincangan, dia kerap berkelakar.
ADVERTISEMENT
“Pernah dikasih tahu nggak, kalau kita memasukkan sesuatu dari mata, itu bisa keluar dari bagian tubuh yang lain? Itu bisa loh. Misalnya gini deh, koin dimasukkan ke mata, itu nanti tembus ke belakang kepala,” ujar Bow.
Saya bingung mendengar ucapannya, dan Bow langsung mempraktikkan memasukkan koin ke matanya--yang bagi saya terlihat seperti sungguhan.
Bow terus berkata-kata sembari bermain sulap koin-masuk-ke-mata itu. “Masukkin koin dari kelopak mata atas sini, tekan yang kencang ke bola mata, koin masuk.”
Saat itu, Bow mengangkat tangannya yang baru memasukkan koin ke mata. Dan, koin itu terlihat hilang.
“Urut ke belakang, dan koin akan tembus ke belakang.”
Bow terlihat mengurut sekuat tenaga dari mata ke samping kepala, dan tiba-tiba: koin itu muncul dari belakang kepalanya.
ADVERTISEMENT
Saya kaget dan misuh-misuh. Bukan karena bagaimana bisa koin dimasukkan ke mata? Tapi karena kenapa saya tidak melihat momen saat Bow memindahkan koin itu ke belakang kepalanya?
Melihat saya misuh-misuh, Bow tertawa-tawa senang. Dia memang jahil sekali, saya sudah bilang.
Belakangan, saya tahu Bow beroleh julukan Master of Pickpocket pada ajang kompetisi sulap The Master Season 5 tahun 2012 yang dipandu Deddy Corbuzier.
Ooh, dia “copet” toh. Pantas saja kecepatan tangannya luar biasa dalam memindahkan koin-masuk-ke-mata itu. Sebab, pickpocket magician memang mahir mengambil barang secepat kilat. Mungkin pula, ditambah memanfaatkan kedipan mata penonton.
ADVERTISEMENT
Saat penonton lengah atau berkedip, atau saat perhatian mereka sedang tertuju pada satu titik, si pesulap dengan cepat memanfaatkan titik lain (yang tidak diperhatikan penonton) sebagai celah untuk mewujudkan sulap sempurnanya.
Ya, seperti itulah. Anda pasti paham maksud saya.
Dari ilusi-ilusi yang dibangun itulah, para pesulap meniti mimpi mereka. Mimpi mewujudkan sulap sempurna tanpa cacat.
Dan untuk mewujudkan mimpi sulap sempurna tanpa cacat itu, diperlukan latihan tak jemu tak putus. Betul-betul latihan tak berkesudahan--yang juga didukung oleh: membaca dan belajar.
ADVERTISEMENT
Bow bercerita, saat ia berguru pada Deddy Corbuzier dan bersekolah di Pentagram School of Magic yang sempat didirikan Deddy, ia harus banyak membaca buku.
“Gue ujung-ujungnya disuruh baca-baca buku. Bukuuu terus!”
Jadi, kata dia, kata siapa sulap itu fun? Sulap itu SERIUS!
Dan naik turun dunia sulap Indonesia tak membuat para pesulap itu patah arang. Mereka saling membantu membangun ilusi, hingga--paling tidak kini--Riana menang.
Mimpi mereka menjelma api.
Abakadabra!