Konten dari Pengguna

Jeratan Budaya Konsumerisme di Hari yang Fitri

Annisa Rahayu
Mahasiswa Jurnalistik Unpad
1 Juni 2022 18:17 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Annisa Rahayu tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi ramainya tempat perbelanjaan menjelang lebaran idul Fitri (ilustrasi oleh: Annisa Rahayu)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi ramainya tempat perbelanjaan menjelang lebaran idul Fitri (ilustrasi oleh: Annisa Rahayu)
ADVERTISEMENT
Bulan Ramadan merupakan bulan yang istimewa. Pada bulan ini kita diwajibkan untuk berpuasa selama 30 hari, melatih diri agar mengendalikan hawa nafsu dan memupuk kepedulian terhadap sesama. Sampai tiba saatnya untuk menyambut hari kemenangan (Hari yang Fitri) atas perjuangan sebulan penuh menahan hawa nafsu.
ADVERTISEMENT
Ironisnya pengaruh gaya hidup konsumerisme yang sudah menjangkit di masyarakat sering mempengaruhi umat muslim. Lebaran tiba bukannya mempertahankan menahan diri dalam konsumsi makanan dan barang. Sebaliknya, justru semakin meningkat dan boros dalam membelanjakan hartanya.
Hal yang lumrah, ketika menjelang Hari Raya Idulfitri tempat-tempat perbelanjaan dipenuhi oleh masyarakat. Barang yang dibeli umumnya baju, sepatu, smartphone, makanan kering, hingga moda transportasi baru. Sudah menjadi budaya ketika lebaran kurang afdal rasanya tanpa baju baru dan berdesak-desakan di mall atau pasar untuk berburu baju bedug.
“Karena tradisi di negeri ini kalo lebaran pasti kan kebanyakan beli baju baru apalagi untuk anak-anak, ngeliat anak lain pakai baju baru terus anak kita nggak kan jadi kasihan, soalnya ini kan anak kecil ya pasti nanti iri karena dia belum mengerti, apalagi kalo orang tuanya yang nggak mampu, pasti dibeliin bajunya satu tahun sekali pas hari lebaran,” ujar Sheilla, Ibu Rumah Tangga.
ADVERTISEMENT
Pada hari raya Idulfitri makanan yang disediakan lebih dari porsi yang biasanya, sayur dan lauk harus spesial, hidangan es juga, jajanan tidak cukup 1 jenis dan yang lebih dikhawatirkan lagi tak jarang makanan yang dibeli atau dibuat itu tidak habis termakan dan hanya terbuang menjadi sampah.
“Suka berbelanja kue kering yang banyak, padahal akhirnya suka jadi berjamur karena jarang dimakan,” ujar Nisrina, Mahasiswa angkatan 2020.
Dilansir dari website Indonesia Digital Association (IDA), lebih dari 50% konsumen Indonesia menghabiskan lebih dari 20% pengeluaran tahunannya untuk berbelanja online di bulan Ramadan dan menjelang Idulfitri. Google Trends menunjukkan pada tahun 2021 di bulan pra-ramadan sampai pasca Idulfitri, topik yang paling banyak dicari di Indonesia mengenai fesyen dan smartphone dengan persentase pencarian mencapai 600%.
ADVERTISEMENT
Sama halnya di gambar 2 dalam kurun waktu 90 hari terakhir dari 9 Mei 2022, topik yang paling banyak dicari di Indonesia mengenai fesyen, dan kata kunci yang dicari mengenai smartphone.
Gambar 1: Keyword teratas yang dicari di Google kategori shooping, periode Maret-Mei 2021
Gambar 2: Keyword teratas yang dicari di Google kategori shooping, dalam 90 hari terakhir
Efek perilaku konsumtif di hari yang Fitri
Faktor-faktor munculnya budaya konsumerisme di hari yang Fitri
1. Kepentingan industri
Ketika pandemi Covid-19 melanda dunia berakibat pada percepatan teknologi dalam berbagai bidang. Salah satunya perusahaan-perusahaan yang bergerak di sektor produk dan jasa sangat gencar melakukan promosi. Contohnya saja di tanggal kembar 5.5 online shop banyak mengadakan promosi dan flash sale memanfaatkan momentum lebaran.
ADVERTISEMENT
2. Dorongan budaya dan materialisme
Seringkali penggunaan perhiasan, smartphone, mobil, motor digunakan sebagai tolak ukur kesuksesan. Maka, muncullah tuntutan pada orang-orang untuk terlihat sukses secara materi kepada sanak saudara atau tetangga.
“Wajib dong beli baju baru, masa ketemu saudara 1 tahun sekali bajunya buluk,” ujar Lilik, Ibu Rumah Tangga.
3. Umat muslim kurang menyadari spirit hari kemenangan.
Menghadapi tantangan konsumerisme di hari yang Fitri
ADVERTISEMENT