Kesetaraan Gender dan Peluang Setara untuk Mendobrak Stereotip

Aprilivia Alfiatun Nikmah
Mahasiswa di Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga
Konten dari Pengguna
30 Mei 2024 8:55 WIB
·
waktu baca 10 menit
comment
6
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Aprilivia Alfiatun Nikmah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber: Aprilivia Alfiatun Nikmah
zoom-in-whitePerbesar
Sumber: Aprilivia Alfiatun Nikmah
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Isu kesetaraan gender telah mendapatkan perhatian yang semakin besar di seluruh dunia. Selama beberapa dekade terakhir, berbagai gerakan sosial, organisasi non-pemerintah, dan inisiatif pemerintah telah bekerja keras untuk menghapuskan diskriminasi berbasis gender. Upaya-upaya ini bertujuan untuk menciptakan peluang yang adil dan setara bagi semua individu, tanpa memandang jenis kelamin. Gerakan ini melibatkan berbagai strategi, mulai dari advokasi hukum, kampanye kesadaran publik, hingga pemberdayaan perempuan di berbagai sektor. Selain itu, upaya tersebut juga mencakup pendidikan inklusif yang menekankan pentingnya menghormati perbedaan dan memberikan akses yang sama terhadap sumber daya dan kesempatan. Sebagai hasil dari usaha ini, banyak kemajuan telah dicapai, tetapi tantangan yang signifikan tetap ada dan memerlukan perhatian berkelanjutan. Meskipun telah terjadi kemajuan yang signifikan dalam upaya untuk mencapai kesetaraan gender, kita masih dihadapkan pada tantangan besar yang berkaitan dengan stereotip dan ketidaksetaraan gender. Meskipun telah ada upaya-upaya besar untuk mengatasi masalah ini, termasuk melalui kampanye kesadaran, perubahan kebijakan, dan advokasi untuk perubahan sosial, faktanya, stereotip dan ketidaksetaraan gender masih merajalela di berbagai aspek kehidupan kita.
ADVERTISEMENT
Di tempat kerja, kesenjangan upah antara pria dan wanita dalam pekerjaan yang setara masih merupakan masalah yang sering terjadi. Meskipun melakukan pekerjaan yang sama dengan rekan pria mereka, wanita cenderung menerima bayaran yang lebih rendah. Wanita juga sering kali menghadapi kesulitan dalam diterima untuk promosi ke posisi-posisi manajemen tingkat atas, yang secara luas dianggap sebagai 'wilayah' yang didominasi oleh pria. Meskipun memiliki kualifikasi dan kompetensi yang sama, mereka sering menghadapi hambatan seperti plafon kaca, di mana sulit bagi mereka untuk mencapai posisi puncak dalam hierarki perusahaan. Diskriminasi gender yang terselubung sering kali memainkan peran dalam penolakan promosi ini, memperkuat stereotip bahwa pria lebih cocok untuk peran kepemimpinan. Akibatnya, gap kepemimpinan antara pria dan wanita dapat menjadi semakin besar, dengan wanita sering kali tidak memiliki kesempatan yang sama untuk memengaruhi keputusan strategis dan arah perusahaan. Selain itu, stereotip tentang peran gender yang "tradisional" masih kuat memengaruhi pilihan karir individu serta persepsi tentang kemampuan mereka, yang pada gilirannya membatasi pilihan mereka tidak hanya di tempat kerja, tetapi juga dalam berbagai aspek kehidupan di luar sana. Misalnya, anggapan bahwa peran perawatan dan tanggung jawab rumah tangga adalah domain eksklusif wanita membuat banyak wanita merasa terbatas dalam mengejar karir yang menantang atau dalam mengambil risiko di bidang yang biasanya didominasi oleh pria. Di sisi lain, pria yang tertekan oleh stereotip ini mungkin merasa tidak nyaman untuk mengejar karir di bidang yang dianggap "tradisional" bagi wanita, bahkan jika minat atau bakat mereka sebenarnya sesuai. Akibatnya, stereotip ini tidak hanya memengaruhi kesempatan karir individu, tetapi juga menghambat perkembangan keseluruhan masyarakat menuju kesetaraan yang lebih besar.
ADVERTISEMENT
Meskipun telah terjadi peningkatan partisipasi perempuan dalam bidang-bidang seperti sains, teknologi, rekayasa, dan matematika (STEM) dalam pendidikan, stereotip gender masih merupakan hambatan yang signifikan yang dapat membatasi aspirasi dan pencapaian mereka. Meskipun lebih banyak perempuan yang memilih untuk mengejar karir di bidang STEM, persepsi masyarakat tentang kecocokan antara jenis kelamin dan jenis pekerjaan masih dapat memengaruhi pilihan dan perkembangan karir mereka.
Studi telah menunjukkan bahwa stereotip gender dapat mempengaruhi persepsi individu tentang kemampuan mereka sendiri dalam bidang-bidang tertentu. Misalnya, perempuan mungkin merasa kurang percaya diri dalam mengambil mata kuliah atau karir yang didominasi oleh pria karena anggapan bahwa mereka tidak sebaik pria dalam hal tersebut. Hal ini dapat mengakibatkan penurunan partisipasi perempuan dalam program-program pendidikan STEM, bahkan ketika minat dan potensi sebenarnya ada.
ADVERTISEMENT
Selain itu, stereotip juga dapat mempengaruhi persepsi guru dan pembimbing terhadap kemampuan siswa perempuan dalam bidang STEM. Penerimaan guru terhadap potensi siswa sering kali dipengaruhi oleh stereotip gender yang sudah ada, yang dapat mengarah pada perlakuan yang kurang adil atau kurangnya dukungan bagi siswa perempuan dalam mengejar minat mereka dalam STEM.
Oleh karena itu, penting untuk terus memerangi stereotip gender di bidang pendidikan, khususnya dalam STEM. Diperlukan upaya untuk meningkatkan kesadaran akan potensi dan prestasi perempuan dalam bidang tersebut, serta untuk memastikan bahwa lingkungan pendidikan menciptakan ruang yang inklusif dan mendukung bagi semua siswa, tanpa memandang jenis kelamin mereka. Ini termasuk memperkuat program-program mentorship, memberikan role model yang inspiratif, dan mempromosikan kesetaraan akses dan dukungan bagi semua siswa dalam mengejar minat dan bakat mereka, tanpa terpengaruh oleh stereotip gender yang ada.
ADVERTISEMENT
Tidak hanya itu, media masih sering kali memperkuat stereotip gender dengan cara yang merugikan, melalui representasi yang terbatas dan sering kali merendahkan peran perempuan. Keterwakilan yang terbatas ini mungkin menempatkan perempuan dalam peran yang terbatas atau stereotip sebagai objek seksual, penghibur, atau ibu rumah tangga, sementara mengabaikan peran mereka sebagai profesional, pemimpin, atau tokoh yang berpengaruh dalam berbagai bidang kehidupan.
Media memiliki kekuatan besar dalam membentuk pandangan dan keyakinan masyarakat tentang nilai dan kontribusi perempuan dalam masyarakat. Ketika perempuan terus-menerus digambarkan dalam peran yang stereotip dan terbatas, ini tidak hanya merendahkan martabat perempuan secara individu, tetapi juga membatasi persepsi masyarakat tentang potensi perempuan dalam berbagai bidang kehidupan. Hal ini dapat menghambat kemajuan perempuan dalam dunia profesional, politik, dan sosial, serta memperkuat ketidaksetaraan gender secara umum. Oleh karena itu, penting untuk memperjuangkan representasi yang lebih inklusif dan adil dalam media, yang mencerminkan keberagaman dan kompleksitas peran gender dalam masyarakat.
ADVERTISEMENT
Sebagai salah satu lembaga pendidikan, Universitas Airlangga sangat fokus terhadap isu kesetaraan gender. Keseteraan gender atau gender equality merupakan salah satu tujuan dari Sustainable Development Goals atau Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Banyak pos pos jabatan strategis di Universitas Airlangga yang diisi oleh perempuan, sebagai contoh Wakil Rektor Bidang Riset, Inovasi, dan Community Development yang dijabat oleh seorang perempuan yakni Prof. Dr. Ni Nyoman Tri Puspaningsih, M.Si. Selain wakil rektor beberapa direktorat di Universitas Airlangga pun dinahkodai oleh seorang perempuan, termasuk beberapa dekan fakultas yang dipimpin oleh perempuan. Hal ini menunjukkan bahwa Universitas Airlangga sangat berfokus dalam menyongsong SDGs gender equality.
Menurut Badan Pusat Statistik, Indeks Ketimpangan Gender (IKG) di Indonesia pada tahun 2022 sebesar 0,459 turun 0,006 poin dibandingkan tahun 2021. Indeks Ketimpangan Gender (IPK) yang semakin rendah menunjukkan perbaikan dalam kesetaraan gender. Menurunnya ketimpangan gender terutama dipengaruhi oleh perbaikan pada dimensi kesehatan reproduksi dan pemberdayaan. Pada dimensi kesehatan reproduksi, 0,265 proporsi perempuan usia 15-49 yang melahirkan hidup pertama kurang dari 20 tahun dan 0,140 proporsi perempuan 15-49 yang melahirkan hidup tidak di fasilitas kesehatan. Pada dimensi pemberdayaan, 21,74% perempuan kini duduk menjadi anggota legislatif dan 36,95% perempuan memiliki latar belakang pendidikan di atas SMA. Pada dimentasi pasar tenaga kerja, partisipasi perempuan dalam tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) sebesar 53,41%.
ADVERTISEMENT
Memahami Stereotip Gender
Stereotip gender merupakan pandangan umum yang secara luas dipercayai oleh masyarakat mengenai peran dan sifat-sifat yang seharusnya dimiliki oleh individu berdasarkan jenis kelamin mereka. Stereotip ini cenderung mempersempit ruang lingkup potensi individu. Sebagai contoh, adanya pandangan bahwa pria lebih cocok untuk memegang peran-peran kepemimpinan sementara wanita lebih baik dalam tugas-tugas yang bersifat mendukung atau domestik seringkali menghalangi kemajuan karir dan perkembangan pribadi seseorang. Dengan kata lain, stereotip gender membentuk ekspektasi tentang bagaimana seorang pria atau wanita seharusnya bertindak, berperilaku, atau memilih karir, yang pada akhirnya dapat membatasi pilihan dan aspirasi mereka.
Dampak Stereotip Gender
Stereotip gender memiliki dampak yang meresahkan dalam berbagai aspek kehidupan manusia, mulai dari interaksi di tempat kerja, pengalaman pendidikan, hingga dinamika sosial sehari-hari. Di tempat kerja, stereotip gender seringkali berperan sebagai penyebab utama diskriminasi dalam proses rekrutmen, promosi, dan penentuan gaji. Wanita secara konsisten dihadapkan pada kesulitan untuk diakui dalam peran-peran kepemimpinan atau dalam bidang-bidang yang tradisionalnya didominasi oleh laki-laki, seperti teknologi dan sains. Dalam konteks pendidikan, stereotip gender juga memainkan peran yang signifikan. Hal ini tercermin dalam kecenderungan siswa untuk memilih jurusan atau karir tertentu berdasarkan stereotip yang telah diinternalisasi, dengan pria dan wanita merasa terbatas pada bidang-bidang yang dianggap "sesuai" dengan jenis kelamin mereka. Misalnya, laki-laki mungkin merasa sulit untuk memilih jurusan seperti keperawatan atau pendidikan awal anak, sedangkan wanita mungkin merasa terbatas dalam memilih jurusan teknik atau ilmu komputer karena stereotip yang mengaitkan kemampuan dengan jenis kelamin.
ADVERTISEMENT
Upaya Menghapus Stereotip dan Mendorong Kesetaraan
Pendidikan dan kesadaran memiliki peran krusial dalam memperjuangkan kesetaraan gender. Meningkatkan kesadaran akan pentingnya kesetaraan gender melalui pendidikan merupakan langkah yang tak terelakkan. Program pendidikan yang dirancang untuk mengajarkan nilai-nilai kesetaraan dan memberikan penghargaan terhadap keberagaman gender sejak usia dini memiliki dampak yang signifikan dalam mengubah persepsi dan perilaku masyarakat secara menyeluruh. Melalui pendekatan ini, generasi muda dapat belajar untuk menghargai perbedaan gender, menghancurkan stereotip yang ada, dan mempromosikan inklusivitas serta kesetaraan dalam kehidupan sehari-hari mereka. Dengan demikian, menciptakan lingkungan pendidikan yang memprioritaskan kesetaraan gender adalah investasi jangka panjang untuk mewujudkan masyarakat yang lebih adil dan inklusif.
Pemerintah dan organisasi harus secara aktif menerapkan kebijakan yang tidak hanya mendukung, tetapi juga memastikan kesetaraan gender di semua lapisan masyarakat. Ini mencakup kebijakan cuti parental yang adil, di mana baik ayah maupun ibu memiliki akses yang setara untuk mengambil cuti untuk merawat anak mereka. Selain itu, diperlukan kebijakan upah yang adil dan setara untuk pekerjaan yang setara, memastikan bahwa tidak ada perbedaan gaji berdasarkan jenis kelamin. Lingkungan kerja yang bebas dari diskriminasi dan pelecehan juga harus diwujudkan melalui kebijakan dan prosedur yang jelas serta penegakan hukum yang tegas terhadap pelanggaran. Ini akan menciptakan tempat kerja yang aman dan inklusif bagi semua individu, tanpa memandang jenis kelamin mereka.
ADVERTISEMENT
Peran media sangat besar dalam membentuk persepsi masyarakat. Oleh karena itu, penting untuk memastikan representasi gender yang adil dan beragam dalam berbagai platform seperti film, televisi, iklan, dan media lainnya, agar dapat mengatasi stereotip yang telah ada.
Program mentoring dan jaringan dukungan bukan hanya penting bagi wanita di tempat kerja untuk mengatasi hambatan yang dihadapi dan memajukan karir mereka, tetapi juga penting bagi semua individu tanpa memandang jenis kelamin. Pria juga harus didorong untuk terlibat aktif dalam mendukung kesetaraan gender dan menjadi sekutu dalam perjuangan ini.
Kesetaraan gender bukan sekadar masalah yang berkaitan dengan wanita, melainkan sebuah isu kemanusiaan. Keterlibatan pria dalam dialog dan langkah-langkah untuk menciptakan dunia yang lebih adil sangat penting. Pria yang mendukung kesetaraan gender dapat membantu meruntuhkan stereotip dan menunjukkan bahwa kepemimpinan yang inklusif bukan hanya mungkin, tetapi juga bermanfaat bagi seluruh masyarakat.
ADVERTISEMENT
Kesimpulan
Kesetaraan gender telah menjadi isu sentral yang mendapatkan perhatian global. Meskipun telah ada kemajuan dalam menghapuskan stereotip dan ketidaksetaraan gender melalui berbagai upaya seperti pendidikan inklusif, kebijakan yang mendukung, dan peran aktif media, tantangan yang signifikan masih ada. Di tempat kerja, kesenjangan upah dan kesempatan karir antara pria dan wanita masih menjadi masalah yang perlu diatasi. Dalam pendidikan, stereotip gender masih membatasi aspirasi dan pilihan karir individu. Pentingnya keterlibatan pria dalam mempromosikan kesetaraan gender juga diakui, karena hal ini adalah isu kemanusiaan yang memerlukan kolaborasi lintas gender. Dengan terus mendorong kesadaran, mengimplementasikan kebijakan inklusif, mendukung peran media yang positif, dan memperkuat dukungan antarindividu, kita dapat mengukir jalan menuju masyarakat yang lebih adil dan setara bagi semua individu, tanpa dibatasi oleh stereotip gender.
ADVERTISEMENT
Daftar Pustaka
Yuni Sulistyowati. (2020). Kesetaraan Gender dalam Lingkup Pendidikan dan Tata Sosial. IJouGS: Indonesian Journal of Gender Studies, 1(2), 1-14.
Audina, D. J. (2022). Kesetaraan Gender dalam Perspektif Hak Asasi Manusia [Gender Equality in the Perspective of Human Rights]. Nomos: Jurnal Penelitian Ilmu Hukum, 2(4), 148-154.
KURNIANDI, Melta Adelia Putri. Gender Equality Perspective of Asghar Ali Engineer: Challenges and Opportunities for Theological Feminists. Journal of Feminism and Gender Studies, [S.l.], v. 4, n. 1, p. 89-95, jan. 2024. ISSN 2775-8737.
Geraldine, M. A., & Sadiawati, D. (2024). Perlindungan Hukum oleh Negara Indonesia Terhadap Lingkungan dan Kesetaraan Gender [Legal Protection by the Indonesian State for the Environment and Gender Equality]. Jurnal USM Law Review, 7(1), 110. [ISSN: 2621-4105].
ADVERTISEMENT
Dewi Judiasih, S. (2022). IMPLEMENTASI KESETARAAN GENDER DALAM BEBERAPA ASPEK KEHIDUPAN BERMASYARAKAT DI INDONESIA. ACTA DIURNAL Jurnal Ilmu Hukum Kenotariatan, 5(2), 284-302.