Sejarah Singkat Karang Tengah Bletan: Kampung Kecil di Pinggir Jakarta

Arbar Wijaya
Mahasiswa Fakultas Adab dan Humaniora UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Konten dari Pengguna
9 Maret 2021 7:11 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Arbar Wijaya tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Arbar Wijaya sedang menghias tembok di Jalan Laksana RT 001 RW 008 Karang Tengah Kelurahan Lebak Bulus
zoom-in-whitePerbesar
Arbar Wijaya sedang menghias tembok di Jalan Laksana RT 001 RW 008 Karang Tengah Kelurahan Lebak Bulus
ADVERTISEMENT
“Jangan Sekali-kali Meninggalkan Sejarah (JASMERAH)”, sebuah semboyan yang dikeluarkan oleh Presiden Republik Indonesia pertama, yakni Ir. Soekarno saat HUT RI pada 17 Agustus 1966. Ungkapan itu dirasa cukup untuk digaung-gaungkan kepada para pemuda saat ini, mengingat banyaknya pemuda yang lupa atau bahkan tidak tahu mengenai sejarah Indonesia apalagi sejarah dari lingkungan rumahnya sendiri. Hal ini bisa terjadi karena mereka terkadang terlalu sibuk memikirkan masa depan sehingga masa lalu tak pernah disentuhnya. Padahal penting sekali untuk memahami sejarah dari tempat tinggalnya sendiri agar mereka memahami betapa beratnya perjuangan dalam membangun kampung mereka atau bahkan kakek atau neneknya pun juga punya andil dalam membangun kampung tersebut. Sehingga minimal mereka dapat memahami bagaimana peran leluhurnya dalam membangun kampung tersebut.
ADVERTISEMENT

Sejarah Kelurahan Lebak Bulus

Lebak Bulus adalah nama sebuah kelurahan yang berada di wilayah pinggiran dari kota DKI Jakarta. Berbatasan secara langsung dengan dua buah provinsi besar, yakni Provinsi Banten dan Provinsi Jawa Barat. Nama kawasan ini diambil dari kontur tanah dan fauna saat itu, yakni kata “lebak” yang berarti “lembah” dan kata “bulus” yang berarti “kura-kura”. Menurut cerita para orang tua, memang di wilayah ini banyak ditemukan kura-kura kecil di sekitar rawa ataupun kali yang berada di wilayah Lebak Bulus ini karena Lebak Bulus memiliki dua buah kali besar yakni kali Grogol dan kali Pesanggrahan yang mengalir di kawasan ini.
Jika kita melihat surat kepemilikan tanah yang dikeluarkan oleh yang berwenang di Batavia tertanggal 2 September 1675, kawasan Lebak Bulus ini milik Bapak Made dan Bapak Chandra yang diwariskan. Bapak Made ini merupakan seorang Jawa yang berpangkat Letnan. Kawasan Lebak Bulus ini hanya dijadikan sebagai tempat bersawah dan berkebun dikarenakan tanah di wilayah ini sangatlah subur. Sampai akhirnya bapak Made wafat pada Agustus 1720 yang akhirnya tanah ini diambil oleh kompeni yang kemudian jatuh ke tangan orang-orang Eropa dan kemudian diganti namanya menjadi Simplicitas.
ADVERTISEMENT
Sekitar tahun 1789 kawasan tersebut tercatat sebagai milik Pieter Weelbeck yang pada 1803 tercatat sebagai pemiliknya. Pada peta yang diterbitkan Topografis Bureau 1900, di bagian barat daya kawasan itu masih tercantum lokasi rumah peristirahatan (landhuis) bernama Simplisitas. Lokasinya tidak begitu jauh dari penggilingan padi yang terletak di tepi sebelah timur Kali Pesanggrahan.
Area dengan luas 411,40 hektar ini dihuni oleh 42.516 jiwa pada tahun 2018 dengan mayoritas pemeluk agama di kampung ini adalah agama Islam dengan jumlah pemeluknya 32.323 orang. Maka tak heran jika banyaknya sarana ibadah yang berada di kelurahan ini, seperti masjid dan mushola, serta Tempat Pengajian Anak dan Majelis Taklim yang tak terhitung jumlahnya. Kelurahan ini terdiri dari 79 Rukun Tetangga (RT) dan 9 Rukun Warga (RW). Salah satu kampung yang ada di kelurahan ini adalah Kampung Karang Tengah yang berada di wilayah RW 03 dan RW 08 Kelurahan Lebak Bulus.
ADVERTISEMENT

Cikal Bakal Terbentuknya Kampung Karang Tengah

Karang Tengah merupakan nama sebuah kampung yang berada di pinggiran kelurahan Lebak Bulus dan yang berbatasan secara langsung dengan dua buah provinsi besar, yakni Provinsi Banten dan Provinsi Jawa Barat. Maka tak heran jika kampung ini merupakan akses keluar masuk bagi penduduk non DKI Jakarta untuk bekerja. Karang Tengah ini terdiri dari dua buah Rukun Warga (RW), yakni RW 03 atau sekarang ini disebut sebagai Karang Tengah Kulon (Barat) dan RW 08 atau disebut juga sebagai Karang Tengah Bletan (Timur).
Penamaan Karang Tengah memiliki dua buah versi yang berbeda. Versi Pertama, meyakini bahwa pemberian nama “Karang Tengah” yaitu berasal dari istilah “Pekarangan di Tengah Kampung” yang mana pada zaman Belanda daerah ini dijadikan tempat perkebunan kelapa dan kebun jeruk serta kebun kapuk. Masyarakat pada zaman dahulu bermata pencaharian sebagai seorang petani, hal ini dapat dibuktikan banyaknya saluran air atau selokan pada saat ini yang dulunya digunakan untuk mengairi persawahan masyarakat saat itu. Sehingga Karang Tengah saat itu memiliki fisik keberadaannya yang tampak hijau dan indah sehingga dikatakan sebagai pekarangan indah di tengah kampung. Dan akhirnya disebutlah sebagai Karang Tengah.
ADVERTISEMENT
Dalam versi yang kedua, Karang Tengah ini berasal dari kata “Karang” yang berarti “Batu Karang” dan batu karang tersebut berada di tengah-tengah kampung, yang konon katanya karang tersebut berada di wilayah Jalan Taman Sari II. Ada pula yang mengatakan bahwa karang tersebut berada di pinggir kali pesanggrahan, di mana terdapat sebuah gundukan batu karang di tengah kampung sehingga menjadikan hal ini sebuah pemandangan yang sangat unik dan menarik.
Jalan Taman Sari II Karang Tengah - Sumber : Google Maps
Pada tahun 1957 Karang Tengah resmi dijadikan sebuah RW, yakni RW 03 dengan kepemimpinan saat itu, yakni H. Abdul Rahim bin Risan. Beliau menjabat sebagai ketua RW 03 Kelurahan Lebak Bulus pertama, yakni pada tahun 1957 s.d. 1971 dengan jumlah RT sebanyak delapan RT, lima RT bagian barat dan tiga RT pada bagian timur. Kemudian pada tahun 1971 estafet kepemimpinan kampung Karang Tengah ini dipimpin oleh H. Mardjuki MS yang menjabat hingga tahun 1998. Pada masa kepemimpinan H. Mardjuki MS mulai terjadi kepadatan penduduk di wilayah karang tengah. Hal ini dibuktikan dengan terbentuknya enam belas RT dari RT 001 sampai dengan RT 015 di wilayah RW 03 Karang Tengah baik di bagian Timur ataupun di bagian Barat. Hal inilah yang melatarbelakangi terjadinya proses pemekaran RW 03 menjadi RW 08.
ADVERTISEMENT

Proses Pemekaran RW 08 Kelurahan Lebak Bulus

Pada tahun 1990-an penduduk di luar ibukota berangsur-angsur mendatangi ibukota DKI Jakarta dalam rangka mencari pekerjaan ataupun melanjutkan pendidikan ke jenjang universitas. Masyarakat pendatang sedikit demi sedikit mulai memadati ibukota dan salah satunya adalah Kampung Karang Tengah ini. Pada saat itu para imigran datang ke Jakarta dan belum adanya rumah yang disewakan oleh para pribumi Karang Tengah. Sehingga para pendatang yang ingin tinggal di wilayah Karang Tengah mau tidak mau harus membeli tanah dan membangun rumahnya sendiri.
Selanjutnya melihat kondisi para pendatang yang semakin banyak, akhirnya para pribumi yang memiliki tanah mengubah mata pencahariannya, yang awalnya seorang petani, menjadi pebisnis kontrakan. Hal ini dikarenakan penghasilan dari kontrakan ini sangat menjanjikan. Maka akhirnya terjadilah kepadatan rumah dan penduduk sehingga RW 03 ini harus mengalami sebuah pemekaran.
ADVERTISEMENT
Bulan Maret 1996 dicanangkan sebuah program pemekaran RW di wilayah RW 03, oleh H. Mardjuki MS selaku ketua RW 03. Kondisi saat itu wilayah Karang Tengah mulai dipadati masyarakat pendatang. Hal ini menjadi latar belakang dibentuknya kepengurusan RW baru dikarenakan tidak terjangkaunya warga apabila terdapat lima belas RT dalam satu RW. Maka pada saat itu, ketua RW 03 melakukan pemekaran terhadap RW nya. Berikut hasil pemekaran RW 03 Lebak Bulus pada tahun 1996.
NO-SEBELUM PEMEKARAN-DIMEKARKAN MENJADI
1 RT 001 RW 03 Lebak Bulus - RT 001 RW 03 Lebak Bulus
2 RT 002 RW 03 Lebak Bulus - RT 002 RW 03 Lebak Bulus
3 RT 003 RW 03 Lebak Bulus - RT 003 RW 03 Lebak Bulus
ADVERTISEMENT
4 RT 004 RW 03 Lebak Bulus - RT 004 RW 03 Lebak Bulus
5 RT 005 RW 03 Lebak Bulus - RT 005 RW 03 Lebak Bulus
6 RT 006 RW 03 Lebak Bulus
7 RT 007 RW 03 Lebak Bulus - RT 001 RW 08 Lebak Bulus
8 RT 008 RW 03 Lebak Bulus - RT 004 RW 08 Lebak Bulus
9 RT 009 RW 03 Lebak Bulus - RT 006 RW 03 Lebak Bulus
10 RT 010 RW 03 Lebak Bulus RT 005 RW 008 Lebak Bulus
11 RT 011 RW 03 Lebak Bulus RT 007 RW 03 Lebak Bulus
12 RT 012 RW 03 Lebak Bulus RT 006 RW 08 Lebak Bulus
ADVERTISEMENT
13 RT 013 RW 03 Lebak Bulus RT 013 RW 03 Lebak Bulus (Bhumi Karang Indah)
14 RT 014 RW 03 Lebak Bulus - RT 014 RW 03 Lebak Bulus (Vila Delima)
15 RT 015 RW 03 Lebak Bulus - RT 002 RW 08 Lebak Bulus
16 RT 016 RW 03 Lebak Bulus - RT 003 RW 08 Lebak Bulus
Setelah dilaksanakan pemekaran, maka terpilihlah bapak Addy Tumpang, yang saat itu menjabat sebagai ketua RT 010 RW 03, sebagai ketua RW 08 Lebak Bulus, sekaligus sebagai ketua RW 08 pertama. Dalam proses pengangkatan ketua RW, pengangkatan ketua RW hanya dilakukan dengan ditunjuk oleh tokoh masyarakat dan alim ulama setempat tanpa adanya proses pemilihan dari penduduk. Hal ini dikarenakan agar proses pembangunan dapat langsung berjalan.
ADVERTISEMENT
Addy Tumpang menjalankan roda kepemimpinannya selama 21 tahun, yakni sejak Maret 1996 sampai dengan Maret 2017. Selama 21 tahun kepemimpinannya ini sudah menuai berbagai prestasi di lingkungan RW 08. Misalnya peringkat Harapan II Pelaksanaan Evaluasi, Penilaian dan Pembinaan Kinerja Rukun Warga tingkat Provinsi DKI Jakarta pada tahun 2010. Kemudian Juara III Kategori Penghijauan Lingkungan RW Unggulan Lomba Taman dan Penghijauan Tingkat Kota Administrasi Jakarta Selatan pada tahun 2011.
Addy Tumpang - Ketua RW 08 Kel Lebak Bulus
Pada tahun 2017, dilaksanakan peremajaan RW 08 baik itu peremajaan Ketua RW 08 maupun peremajaan RT, LMK, dan juga Karang Taruna. Dilakukan proses pemilihan umum secara langsung oleh seluruh warga untuk pemilihan di tingkat RT, dan pemilihan dengan sistem keterwakilan untuk Ketua RW, LMK 08, dan Karang Taruna. Berikut hasil peremajaan pengurus RW 08
ADVERTISEMENT
NO JABATAN NAMA
1 Ketua RW 08 H. Hermawan
2 Ketua LMK Unit 08 Ahmadun Mubarok
3 Ketua Karang Taruna Heri Siswoyo
4 Ketua RT 001 / 08 Indayati
5 Ketua RT 002 / 08 Ahmad P Parlindungan Silaen
6 Ketua RT 003 / 08 Hasim, S.Pt.
7 Ketua RT 004 / 08 Jhonny
8 Ketua RT 005 / 08 Nikam
9 Ketua RT 006 / 08 Juwono
10 Ketua RT 007 / 08 Saubih
11 Ketua RT 008 / 08 Suryana

Momentum Singkat Karang Tengah Bletan RW 08

Sejarah Perluasan Masjid Jami Darunnimah
Pada tahun 1994 sebelum terjadinya sebuah pemekaran, telah berdiri sebuah Mushola kecil di wilayah Karang Tengah bagian Timur, yakni mushola An-Nimah. Pada saat itu kondisi mushola cukup memprihatinkan karena letak dari mushola tersebut bersebelahan dengan selokan yang membuat jemaah mushola tidak khusyuk dalam beribadah akibat bau menyengat yang berasal dari selokan tersebut. Sehingga pada tanggal 9 Januari 1994 berkumpullah para tokoh masyarakat dan alim ulama untuk bermusyawarah mengenai renovasi mushola tersebut.
ADVERTISEMENT
Pada wilayah Karang Tengah saat itu telah berdiri sebuah bangunan Masjid yang cukup besar, yakni Masjid Jami Nurul Falah atau biasa dikenal dengan Masjid Keong. Masjid tersebut terletak di Jalan Karang Tengah Raya tepatnya di wilayah Karang Tengan Kulon. Masjid yang sudah berdiri sejak tahun 1952 dan telah dilakukan perenovasian sebanyak dua kali hingga terakhir diresmikan pada tahun 1986.
Dalam pandangan masyarakat saat itu sebuah ketidakmungkinan jika dilakukan pembangunan dua buah masjid dalam satu wilayah RW. Hal ini dikarenakan untuk mencegah terjadinya sebuah persaingan dalam satu wilayah RW sehingga terjadilah sebuah perpecahan. Namun, atas kebijakan dari ketua RW 03 saat itu, H. Mardjuki MS dengan mempertimbangkan kondisi jarak yang cukup jauh antara mushola An-Nimah dengan Masjid Jami Nurul Falah, maka mushola An-Nimah yang awalnya hanya ingin direnovasi, akhirnya dilakukanlah sebuah pembangunan berupa Masjid.
Gambar : Masjid Jami Nurul Falah - Sumber : beritajakarta.id
Pada tanggal 15 Januari 1994 proses pembongkaran Mushola An-Nimah mulai dilaksanakan. Dan pembangunan masjid ini dibangun dengan waktu yang cukup singkat, yakni selesai pada 31 Desember 1994. Bangunan yang awalnya berupa Mushola diubah menjadi sebuah masjid di atas tanah wakaf seluas 350 m2 dengan perubahan namanya menjadi Masjid Jami Darunnimah. Perubahan nama ini dikarenakan dalam wilayah kelurahan Lebak Bulus sudah terdapat masjid dengan nama An-Nimah.
Kondisi Masjid Jami Darunnimah - Sumber : https://masjiddarunnimah.blogspot.com/2012/
Sejak berdirinya masjid ini belum pernah dilakukan renovasi. Sehingga bentuk awal dari bangunan masjid tersebut sesuai dengan gambar bangunan berwarna putih yang ada di atas. Hanya saja kanopi hijau bertulisan “MASJID JAMI’ DARUNNI’MAH” pada masjid tersebut baru dipasang pada tahun 2000-an.
ADVERTISEMENT
Pada tahun 2005 dilakukan musyawarah perluasan masjid Jami Darunnimah. Langkah awal dari perluasan masjid ini dengan melakukan pembebasan tanah yang berada di sebelah Barat dan di sebelah Utara dari masjid ini, yakni seluas 316 m2 dengan biaya 600 juta rupiah. Proses pembebasan tanah ini cukup memakan waktu yang lama, yakni selama lima tahun, sehingga pada tahun 2010 proses pembebasan tanah sudah selesai dilakukan dan masjid Jami Darunnimah memiliki tanah seluas 666 m2.
Pada tanggal 14 September 2011 berkumpullah para tokoh masyarakat, alim ulama, para sesepuh, dan para ketua lingkungan untuk membentuk kepanitiaan perluasan Masjid Jami Darunnimah. Perluasan masjid Jami Darunnimah ini diketuai langsung oleh Ketua Masjid Jami Darunnimah saat itu, yaitu H. Sardan bin H. Gandun. Setelah terbentuk kepanitiaan, maka tugas pertama dari kepanitiaan ini adalah membuat desain dari masjid Jami Darunnimah dan Rencana Anggaran Biaya (RAB) perluasan pembangunan masjid Jami Darunnimah.
Gambar : Pengurus Masjid Jami Darunnimah(dari sebelah kiri : Ustadz Cecep Achyani (Sekretaris) – H. Sainan HBA (Bendahara) – H. Sardan HG (Ketua) – H. Marzuki M (Wakil) ) - Sumber : Facebook/AchyaniCecep
Pada tanggal 4 Januari 2012 dilaksanakan presentasi desain Masjid Jami Darunnimah dan presentasi RAB perluasan pembangunan, dan perluasan ini memakan biaya sebesar Rp. 4.000.000.000 (4 miliar rupiah). Sehingga pada tanggal 9 Januari 2012 sudah mulai dilaksanakan perluasan tahap pertama. Kemudian pada 4 Maret 2012 dimulailah perluasan pembangunan masjid Jami Darunnimah dengan dilakukannya peletakan batu pertama.
Gambar : Prosesi Peletakan Batu PertamaSumber - Gambar : Facebook/AchyaniCecep
Dalam proses perluasannya, pengurus masjid selalu melaksanakan kegiatan pengiriman “selametan” dengan membaca tahlil dan doa, memohon kelancaran dan kemudahan proses perluasan masjid. Misalnya ketika akan melakukan pengecoran 11 pondasi awal masjid, tradisi yang dilakukan adalah dengan terlebih dahulu membaca tahlil dan doa, dengan penuh harap agar setiap proses perluasan ini selalu diselimuti dengan keberkahan dari Allah Swt.
ADVERTISEMENT
Memang dalam pelaksanaan ibadah di masjid ini sejak awal keberadaannya, berafirmasi kepada paham ahli sunnah wal jamaah yang berorientasi kepada Nahdhatul Ulama. Pelaksanaan Salat Subuh selalu membaca do’a qunut, melakukan salam-salaman selepas salat fardhu, melaksanakan salat tarawih dengan 20 rakaat dan 3 rakaat witir, salat Jumat dengan dua kali azan, pelaksanaan haul tiga harian, tujuh harian, empat puluh harian, dan lain-lain.
Hasil memang tidak pernah mengkhianati usaha. Berkat kerja sama tokoh masyarakat, alim ulama, ketua lingkungan, dan warga RW 08 Lebak Bulus, serta para donatur, alhamdulillah pada Minggu, 22 April 2018 M bertepatan pada tanggal 6 Sya’ban 1439 H proses perluasan pembangunan masjid Jami Darunnimah secara resmi telah selesai. Ditandai dengan prosesi peresmian dengan penandatanganan batu nisan dan prosesi syukuran dengan pembacaan tahlil dan doa arwah.
ADVERTISEMENT
Maka dengan ini telah berdiri sebuah masjid megah di Jl. H. Gandun Karang Tengah Kelurahan Lebak Bulus. Masjid yang awalnya mushola kecil, berubah menjadi masjid yang luasnya 350 m2 dan sampai pada akhirnya menjadi sebuah masjid yang berdiri di tanah seluas 666 m2 dengan desain interior berbahan marmer berwarna putih dan hijau. Pada bagian depannya berdiri 4 tiang berwarna putih dan memilki tiga buah kubah besar berwarna hijau dan emas.
Gambar : Kondisi Saat Ini Masjid Jami Darunnimah - Sumber : Dokumentasi Pribadi

Penamaan Makam Ki Preket

ADVERTISEMENT
Pemberian nama pada makam Ki Preket yang berada di Jalan Kamboja RT 007/08 sangat menuai kebingungan. Pasalnya memang makam tersebut belum diketahui secara pasti sejak kapan makam tersebut sudah menjadi sebuah pemakaman. Perlunya komunikasi dengan para orang tua saat itu agar bisa mengetahui siapa pewakaf dari tanah pemakaman tersebut.
ADVERTISEMENT
Berawal dari kegelisahan pengurus lingkungan saat itu yang melihat kondisi makam yang tidak terawat dan bingung dalam penyebutan nama makam, maka pengurus lingkungan RW 08 berinisiatif untuk mencari tahu siapa pewakaf tanah pemakaman yang cukup luas tersebut.
Sekitar tahun 2000-an setelah bertanya ke berbagai orang tua dan khususnya kepada H. Mursan (almarhum), pengurus mendapatkan sebuah kesimpulan bahwa yang mewakafkan tanah pemakaman tersebut adalah salah satu warga yang tidak diketahui kapan tahun kelahirannya dan kapan tahun wafatnya, yakni almarhum Ki Preket.
Setelah mendapatkan berbagai bukti yang ada akhirnya pengurus RW 08 sepakat untuk memberi nama pada makam tersebut, yakni “Taman Makam Wakaf Ki Preket”. Pengurus berharap agar pewakaf dari tanah makam tersebut dapat diketahui oleh banyak orang, sehingga ketika sedang melakukan pembacaan doa arwah, pewakaf dari makam tersebut juga tersebut namanya untuk diberikan hadiah berupa Surat Al-fatihah. Maka akhirnya pengurus RW 08 membuatkan sebuah papan nama pada pintu gerbang masuk dari makam tersebut.
ADVERTISEMENT
Selepas mengetahui dan memberikan nama pada pemakaman tersebut, pengurus lingkungan memberikan kepercayaan kepada H. Marzuki untuk memimpin kepengurusan dari pemakaman Taman Makam Wakaf Ki Preket ini. Berawal dari sinilah makam di jalan Kamboja ini menjadi lebih rapih dan indah, sehingga tidak lagi terlihat seperti sebuah makam yang tak terurus dan menakutkan. Perlahan mulai dilakukan revitasilasi makam dengan pembuatan jalan berbahan batu paving, perawatan rumput, peletakan makam baru secara teratur, penyediaan sarana lampu, sarana air, dan sebagainya.
Gambar : Gerbang Taman Makam Wakaf Ki Preket - Sumber Gambar : Dokumentasi Pribadi

Berbagai Nama Jalan di Karang Tengah Bletan

Pada wilayah Karang Tengah Timur ini kita jumpai terdapat empat jalan utama yang biasa digunakan atau dilintasi oleh masyarakat, yakni Jalan Karang Tengah 1, Jalan Laksana, Jalan H. Irin, dan Jalan H. Gandun. Keempat jalan utama tersebut saling bersambungan dengan gang-gang yang ada di dalamnya.
ADVERTISEMENT
Jalan Karang Tengah 1 pada awalnya hanyalah sebuah jalan kecil yang hanya dapat dilintasi dengan sebuah gerobak saja. Kemudian melihat dari situasi masyarakat saat itu yang membutuhkan sebuah akses jalan yang lebih luas, agar masyarakat dapat membawa barang dagangannya yang berupa sayuran menggunakan kerbau, maka pimpinan wilayah saat itu melaksanakan sebuah rapat dalam forum LKMD (sekarang namanya Lembaga Musyawarah Kelurahan atau LMK). Akhirnya dari rapat tersebut membuahkan hasil untuk memperluas jalan tersebut dan jalan ini diteruskan sampai ke wilayah Pondok Labu. Tanah yang dikeluarkan untuk perluasan jalan tersebut merupakan hasil dari swadaya masyarakat saat itu.
Begitu pula dengan Jalan H. Gandun, jalan H. Irin, dan jalan Laksana. Pemerintah hanya bisa melakukan pengerasan menggunakan batuan krikil dan tentunya perluasan tanah merupakan hasil swadaya masyarakat setempat. Di antara para penyumbang tanah untuk perluasan jalan di jalan H. Gandun, jalan H. Irin, dan jalan Laksana adalah H. Gandun bin Belin, H. Irin bin Fulan, H. Baung bin Djeran, H. Abdul Mutholib (Cilik) bin Fulan, H. Saian bin Belin, H. Yusuf, H. Arob, H. Kedut, dan lain-lain.
ADVERTISEMENT
Pemberian nama jalan pada jalanan di wilayah RW 08 rata-rata berdasarkan kepada nama orang tua yang hidup di wilayah jalan tersebut dan juga memiliki andil dalam pembuatan jalan tersebut, seperti jalan H. Gandun yang memang saat itu beliau sebagai orang yang dituakan di wilayah jalan tersebut dan bertempat tinggal di wilayah tersebut serta cukup memiliki peran terhadap pembangunan jalan tersebut.
Mengenai penamaan pada jalan Laksana, walaupun tidak menggunakan nama seseorang, akan tetapi tetap saja dalam memperlebar jalanan tersebut berasal dari swadaya masyarakat, khususnya H. Baung yang banyak menyedekahkan hartanya untuk perluasan jalan Laksana. Pemberian nama Laksana atas usulan H. Sainan selaku ketua RT 001 saat itu yang berpendapat bahwa jalan Laksana berasal dari kata ‘Terlaksana’ , karena menurutnya apapun hajat yang akan dilakukan di wilayah tersebut pasti selalu terlaksana.
ADVERTISEMENT
Adapun beberapa nama jalan atau gang yang diberi nama dengan nama seseorang, sebagai berikut
a. Jalan H. Gandun : berada di wilayah RT 004, RT 005, dan RT 007
b. Jalan H. Irin : berada di wilayah RT 003 dan RT 005
c. Gang H. Baung : Berada di antara jalan H. Irin dan jalan Laksana, di RT 001
d. Gang H. Cilik : berada di dalan Jalan H. Irin RT 003
e. Gang H. Kedut : berada di wilayah jalan Karang Tengah 1 RT 001 dan di wilayah Jalan Laksana RT 001
f. Gang H. Koon : Berada di wilayah jalan Karang Tengah 1 RT 003 dan RT 004
ADVERTISEMENT
g. Gang H. Bisin : berada di wilayah jalan Karang Tengah 1 RT 003
h. Gang H. Yusuf : berada di wilayah jalan H.Irin RT 003
i. Gang H. Baim : berada di jalan Laksana RT 002
j. Gang H. Mutholib : berada di jalan Laksana RT 001
k. Gang H. Mirun : berada di Jalan H. Gandun RT 006
l. Gang H. Sainan : berada di jalan Karang Tengah 1 RT 001
m. Gang H. Mushonip : berada di jalan Karang Tengah 1 RT 001
n. Gang H. Nudin : berada di Jalan H. Gandun RT 007
o. Gang H. Hamim berada di Jalan H. Gandun RT 007
Gambar : Jalan Laksana - Sumber : Dokumentasi Pribadi
Gambar : Jalan H. Irin - Sumber : Dokumentasi Pribadi
Gambar : Jalan H. Gandun - Sumber : Dokumentasi Pribadi

Pembangunan Ruang Publik Terpadu Ramah Anak (RPTRA) Anggrek

Pada tahun 2008 terdapat sebuah tanah kosong milik pemerintah daerah yang berlokasi di Jalan H. Gandun RT 007. Yayasan Panti Nugraha melihat situasi dari masyarakat wilayah RW 08 yang status sosialnya dominan menengah ke bawah dan pada akhirnya Yayasan Panti Nugraha bermitra dengan pengurus RW 08 untuk melakukan pembinaan terhadap masyarakat khususnya masyarakat yang kurang mampu. Melihat kondisi seperti ini, Yayasan Panti Nugraha yang bergerak di bidang sosial berinisiatif untuk membangun sebuah bangunan yang dapat digunakan oleh masyarakat dalam melaksanakan kegiatan dan melaksanakan pendidikan, yakni Bangunan Rumah Pintar. Bangunan rumah pintar ini digunakan oleh masyarakat setempat untuk melakukan berbagai kegiatan, seperti kegiatan musyawarah, pendidikan anak usia dini (PAUD), aktivitas pencak silat, perkumpulan pemuda, dan lain-lain.
ADVERTISEMENT
Pada masa DKI Jakarta dipimpin oleh Basuki Tjahaja Purnama, program Ruang Publik Terpadu Ramah Anak (RPTRA) sedang digembar-gemborkan oleh pemerintah. RPTRA adalah konsep ruang publik berupa ruang terbuka hijau atau taman yang dilengkapi dengan berbagai permainan menarik, pengawasan CCTV, dan ruangan-ruangan yang melayani kepentingan komuniti yang ada di sekitar RPTRA tersebut, seperti ruang perpustakaan, PKK Mart, ruang laktasi, dan lainnya.
Peletakan batu pertama pun dimulai pada 29 Desember 2015. Secara resmi Wali Kota Jakarta Selatan saat itu, Tri Kurniadi, meletakkan batu pertama pembangunan RPTRA, diikuti oleh Direktur PT Indoland Inti Perkasa, William Tarjanto, selaku pihak swasta yang membangun RPTRA tersebut. Peletakan batu pertama pembangunan RPTRA tersebut juga dihadiri oleh Camat Cilandak yakni Dany Sukma, Lurah Lebak Bulus yakni Lukman Haris, Ketua RW 08 Addy Tumpang, para ketua RT se-RW 08, dan warga yang berada di lingkungan RW 08.
Gambar : Suasana Peletakkan Batu Pertama RPTRA Anggrek - Sumber Gambar : beritajakarta.id
Perjalanan pembangunan RPTRA Anggrek ini tidak selamanya mulus dan lancar. Pembangunan yang direncanakan tiga bulan selesai dalam pembangunannya, alhasil pembangunan baru selesai dilakukan pada 19 Mei 2016 yang ditandai dengan prosesi peresmian secara langsung oleh Gubernur DKI Jakarta saat itu. RPTRA Anggrek Kelurahan Lebak Bulus menjadi RPTRA ke-40 dari 300 RPTRA yang direncanakan pembangunannya saat itu.
Suasana Peresmian RPTRA Anggrek - Sumber : beritajakarta.id
Suasana Peresmian RPTRA Anggrek - Sumber : beritajakarta.id

Kebakaran Lapak Pemulung

Saat itu seluruh warga negara Indonesia sedang merayakan Hari Ulang Tahun Republik Indonesia ke-72 tahun. Berbagai jenis perlombaan biasa ditandingkan di wilayah RW 08 ini. Mulai dari panjat pinang, balap karung, makan kerupuk, lomba kelereng, lomba belut, dan lain sebagainya. Namun, kabar duka hadir pada wilayah RT 04.
ADVERTISEMENT
Pada 18 Agustus 2017 sebuah kebakaran hebat terlihat dari berbagai penjuru RW 08. Seketika terlihat sebuah cahaya merah dengan kepulan asap yang begitu pekat padahal suasana sudah larut malam. Kebakaran sebuah lapak pemulung yang berada di gang H. Koon RT 04 melahap berbagai jenis bahan yang mudah terbakar termasuk rumah-rumah pemulung yang terbuat dari bahan semi permanen. Hampir 200 jiwa yang terhimpun dalam 50 Kartu Keluarga bertempat tinggal di sebidang tanah yang luasnya sekitar 1.300 m2.
Kebakaran yang disebabkan oleh terjadinya korsleting listrik ini mengerahkan petugas pemadam kebakaran sebanyak 9 unit mobil pemadam kebakaran. Petugas saat itu sangat bekerja keras dalam memadamkan api yang begitu besar. Wajar saja api begitu besar karena semua yang berada di kawasan tersebut merupakan bahan-bahan yang sudah terbakar, seperti kardus, koran, buku-buku, dan sebagainya. Alhasil tepat waktu subuh api berhasil dipadamkan oleh tim pemadam kebakaran.
ADVERTISEMENT
Alhamdulilah dari insiden yang begitu besar ini, tidak terdapat seorang pun korban jiwa. Namun insiden ini tetap saja memberikan trauma bagi banyak orang melihat api yang begitu besar menyambar berbagai jenis bahan yang mudah terbakar.
Gambar : Pasca Kebakaran Lapak Pemulung RT 004 - Sumber : https://news.act.id/berita/korban-kebakaran-lebak-bulus-keluhkan-air-bersih

Nostalgia Lewat Sinetron Si Doel Anak Sekolahan

“Si Doel Anak Sekolahan” adalah sinetron Indonesia yang pertama kali ditayangkan oleh stasiun TV RCTI pada tahun 1994. Disutradarai dan dibintangi oleh Rano Karno sebagai Doel, sinetron ini berkisah mengenai kehidupan Doel dan keluarganya, keluarga Betawi yang tetap mempertahankan nilai-nilai tradisional meskipun hidup di tengah-tengah arus perkotaan dan modernisasi. Selain Rano Karno sebagai pemeran utama, sinetron ini juga dibintangi oleh Maudy Koesnaedi, Cornelia Agatha, Benyamin Sueb, Aminah Cendrkasih, Mandra, Suti Karno, dan Basuki.
ADVERTISEMENT
Terdiri dari 162 episode dan 7 musim, ceritanya adalah versi modern dari novel Si Doel Anak Betawi karya Aman Datuk Majoindo dan film berjudul sama yang disutradarai Sjumandjaja pada tahun 1972. Dalam versi film, Rano Karno juga berperan sebagai si Doel dan Benyamin S memainkan Sabeni yang diproduksi oleh Karnos Film. Sejauh ini, Si Doel Anak Sekolahan berhasil menjadi sinetron Indonesia terlama yang ditayangkan di televisi, dengan 7 musim dan 162 episode (hingga musim 7).
Lokasi utama syuting sinetron Si Doel Anak Sekolahan ini berada di jalan H. Nudin RT 007 RW 08 Lebak Bulus. Maka tentunya ada beberapa lokasi syuting yang bisa membuat kita bernostalgia dengan kawasan dan lingkungan RW 08 saat itu.
Pada gambar di atas adalah adegan di mana Sarah hendak pertama kalinya ingin bertamu ke rumah si Deol. Mobil hitam yang dikendarainya berada di jalan Haji Gandun dan hendak akan masuk ke Jalan Haji Nudin yang berada di sebelah kanan. Adegan ini berada pada musim pertama sinetron Si Doel Anak Sekolahan dan bisa dipastikan bahwa gambar tersebut diambil sekitar tahun 1993 – 1994. Terlihat jelas kondisi jalan Haji Gandun saat itu, jalanannya belum diaspal dan masih banyak bebatuan. Terdapat pos ronda yang saat ini berubah fungsinya menjadi sebuah warung kelontong.
Gambar ini diambil melalui Google Maps yang diperbarui pada tahun 2019. Kondisi Jalan Haji Gandun saat ini sudah mulai diaspal. Tidak terlihat banyaknya bebatuan lagi di daerah jalanan ini.
Gambar di atas merupakan adegan di mana Doel dengan Mandra sedang berdiskusi di atas sebuah tempat duduk terbuat dari beton. Sampai saat ini tempat duduk tersebut masih berdiri kokoh di pinggir jalan Haji Nudin.
Tempat Doel dan Mandra Duduk di Beton
Jalan Haji Nudin tahun 1994 - Sumber : Youtube
Jalan H Nudin Tahun 2019 - Sumber : Google Maps