Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
ADVERTISEMENT
Saat Muslim di seluruh dunia menyambut Ramadan dengan sukacita, berlomba-lomba berbuat kebaikan dan menambah signifikan porsi ibadah demi wangi surga di hari penghabisan, aktivitas teror di sejumlah wilayah justru meningkat. Sungguh menyedihkan.
ADVERTISEMENT
Belum lupa dari ingatan kita, ledakan bom bunuh diri mengguncang konser Dangerous Woman Tour Ariana Grande di Manchester, Inggris, 22 Mei. Hanya selang dua hari, 24 Mei, bom bunuh diri lainnya mengguncang Kampung Melayu , Jakarta, Indonesia. Keduanya dilakukan oleh ISIS.
Belum lagi serangan kelompok militan Maute yang berafiliasi dengan ISIS ke Marawi, Filipina , yang terjadi 23 Mei, di antara bom bunuh diri Manchester dan Kampung Melayu --membuat rekam kejahatan ISIS tertoreh sempurna selama tiga hari berturut-turut.
ISIS bukannya tak sengaja melakukan itu. Organisasi teror yang dengan keblingernya mengatasnamakan Islam itu melancarkan aksi berbalut dogma.
Bermula pada 23 Juni 2015, saat Juru Bicara ISIS Abu Muhammad Al Adnani menyerukan serangan untuk menyambut Bulan Suci Ramadhan. Seruan tersebut, ketika itu, langsung diikuti oleh serangan terhadap masjid Syiah di Kuwait yang menewaskan 26 orang.
ADVERTISEMENT
Ajakan “serangan menyambut Ramadhan” itu kembali digaungkan ISIS tahun berikutnya, 2016. Adnani, seperti dilansir The Independent, menyatakan: bersiaplah, mari ciptakan bulan penderitaan bagi orang-orang kafir.
Seruan itu lantas menjadi dorongan bagi aksi mematikan sepanjang Ramadan 2016.
Pada 12 Juni 2016, warga Amerika Serikat bernama Omar Mateen menembaki klub malam di Orlando dan membunuh 49 orang. Selisih 15 hari kemudian, 27 Juni, desa yang dihuni umat Kristiani di timur laut Lebanon diserang. Hari berikutnya, 28 Juni, 40 orang tewas dalam serangan bom dan tembakan di Bandara Ataturk, Istanbul, Turki.
Tiga hari kemudian, 1 Juli, pembunuhan brutal terhadap 20 orang terjadi di sebuah kedai di Bangladesh. Keesokannya, 2 Juli, 300 orang tewas dalam serangan bom bunuh diri dengan truk di Baghdad. Dan menjelang Idul Fitri, empat bom bunuh diri meledak di Arab Saudi, termasuk di lokasi kota suci Madinah.
ADVERTISEMENT
Sungguh orkestra kekejaman yang biadab.
[Baca: Mengadang ISIS di Gerbang Negeri ]
Seorang tokoh ISIS yang tak disebutkan namanya, dalam wawancara dengan peneliti senior Institute for Sustainable Development, Amarnath Amarasingam, mengatakan bahwa aksi teror ISIS memang ditingkatkan selama Ramadhan.
“Ramadan adalah bulan suci untuk jihad. Semua orang ingin menjadi martir untuk memperoleh kemenangan Ramadhan,” ujarnya.
Seruan sesat itu muncul lagi pada Ramadhan 2017. Juru bicara ISIS saat ini, Abul Hasan al-Muhajir, mendeklarasikan Ramadhan sebagai bulan untuk kembali menggiatkan serangan di manapun.
Lewat video berbahasa Arab berdurasi 12 menit, al-Muhajir mengatakan perlunya jihad untuk “menghancurkan barat dan orang-orang kafir.”
Melalui saluran Nashir dalam aplikasi Telegram, ISIS mengumandangkan seruan bagi para “pasukan” untuk terus melancarkan teror terhadap “rumah, pasar, jalanan, dan perkumpulan orang barat”.
ADVERTISEMENT
Seruan itu ditutup dengan kalimat, “Semoga Anda mendapat balasan setimpal dalam Ramadhan.”
Tentu saja, konsep jihad lewat kekerasan dengan menumpahkan darah, tak dibenarkan oleh sesama Muslim. Seorang mantan jihadis bernama Abu Ali justru mengutuk aksi teroris berbalut ibadah Ramadhan.
“Apa yang mereka lakukan bukan jihad menurut tradisi Islam,” ujar Ali seperti dilansir The Atlantic.
Ia melanjutkan, “Setiap orang akan mendapat pahala atas sikap baik yang dilakukan selama Ramadan, dan mereka akan mendapat ganjaran berupa dosa yang berlipat. Jadi orang seperti apa yang menghabiskan bulan suci Ramadhan untuk menindas dan membunuh orang tak berdosa?”