Mengadang ISIS di Gerbang Negeri

31 Mei 2017 6:13 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:16 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
Halte Transjakarta Kampung Melayu (Foto: Aria Pradana/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Halte Transjakarta Kampung Melayu (Foto: Aria Pradana/kumparan)
Pukul 21.00. Ledakan keras mengoyak malam, membuat Rahman kaget dan jatuh terduduk. Pedagang minuman berusia separuh abad itu langsung menenggak air, lantas berdiri dan berteriak kepada warga sekitar, “Woi, woi, ada ledakan!”
ADVERTISEMENT
Belum pulih rasa kagetnya, ledakan kedua pecah. Serpihan magic com mendarat di sebuah meja, 300 meter dari lokasi Rahman berdagang di Terminal Kampung Melayu, Jakarta Timur.
Rahman ketakutan. Dengan tubuh gemetar, ia meringkas gerobaknya yang berjarak 200 meter dari toilet umum terminal itu --yang kemudian disebut sebagai salah satu pusat ledakan.
***
Pukul 19.00. Taufan Tsunami menelepon keluarganya di Bekasi. Ia bicara dengan ibunya, Aisjah.
“Umi lagi ngapain? Nanti jam 1 malam tungguin saya. Saya bawain durian yang besar.”
Taufan juga mengobrol dengan adiknya, Denanda, berpesan agar sang adik rajin belajar supaya cepat lulus kuliah.
Kepada Denanda, Taufan juga minta dibuatkan mi instan sepulangnya ke rumah nanti.
Namun, durian tak pernah sampai, mi instan batal disuguhkan. Taufan pulang tingggal nama.
ADVERTISEMENT
***
Ridho Setiawan kangen dengan kawan-kawan SMA-nya. Saat tak sengaja berjumpa dengan salah satu dari mereka, ia berkata, “Ayo kumpulin anak-anak, kita reuni. Masa kumpulnya gara-gara meninggal sama nikahan doang.”
Ia juga ingin berjumpa dengan kekasihnya, Auliya. Malam itu Ridho berbalas pesan singkat dengan Auliya, mengajaknya bertemu --yang dibalas Auliya dengan keraguan.
“Enggak usah pakai janji. Nanti enggak jadi lagi,” kata Auliya.
Ragu Auliya mewujud nyata. Ridho tak bisa menjumpai Auliya, selamanya.
Kamis (25/5), teman-teman Ridho akhirnya berkumpul --untuk mengantarkan dia ke peristirahatan terakhirnya.
***
Pukul 20.45. Gilang Adinata juga menyapa kekasihnya, Dinda, via WhatsApp. Sapaan yang amat singkat, “Yank.”
Dinda membalas, “Kenapa, Yank?”
Pesan balasan itu tak pernah berbalas.
ADVERTISEMENT
Nyawa Gilang mulai melayang pada menit ke-15 setelah pesannya kepada Dinda terkirim.
Sejoli itu batal menikah. Mereka kini beda dunia.
Peti jenazah Bripda Gilang berselimut Merah Putih. (Foto: Antara/Mohammad Ayudha)
zoom-in-whitePerbesar
Peti jenazah Bripda Gilang berselimut Merah Putih. (Foto: Antara/Mohammad Ayudha)
Taufan, Ridho, dan Gilang menjadi korban bom bunuh diri di Terminal Kampung Melayu, Jakarta Timur, Rabu (24/5) --tiga hari menjelang Ramadhan, dan selang dua hari setelah ISIS meledakkan bom bunuh diri di konser Dangerous Woman Tour Ariana Grande di Manchester, Inggris.
Ketiga anggota Direktorat Samapta Bhayangkara Polda Metro Jaya itu tengah bertugas mengawal pawai obor jelang Ramadhan yang digelar Front Pembela Islam (FPI) saat dijemput maut.
Pawai obor yang menjadi penanda momen memasuki gerbang Ramadhan, dengan obor sebagai simbol penerang hati, berakhir duka karena aksi teroris.
Sehari sebelum Ramadhan, Jumat (26/5), ISIS melalui Kantor Berita Amaq yang dekat dengan mereka, mengumumkan bahwa “Yang melakukan penyerangan terhadap Kepolisian Indonesia di Jakarta adalah pejuang ISIS.”
ADVERTISEMENT
Pada hari yang sama, Kapolri Jenderal Tito Karnavian di Jakarta mengatakan dua terduga pengebom bunuh diri di Kampung Melayu, Ichwan Nurul Salam dan Ahmad Sukri, disinyalir masuk jaringan simpatisan ISIS, tepatnya jaringan Bahrun Naim --lelaki asal Pekalongan yang bergabung dengan ISIS dan kini tinggal di Suriah, serta diduga sebagai dalang aksi teror di Thamrin, Jakarta Pusat, 14 Januari 2016.
Simpatisan ISIS yang berada di Suriah, menurut Tito, meminta para pendukungnya untuk melakukan aksi teror di negara mereka masing-masing.
Bendera ISIS di Jakarta Utara, Januari 2017. (Foto: Dok. Polres Jakarta Utara)
zoom-in-whitePerbesar
Bendera ISIS di Jakarta Utara, Januari 2017. (Foto: Dok. Polres Jakarta Utara)
Tito, dalam penjelasan tertulis yang disebarkan Divisi Humas Mabes Polri kepada masyarakat, Sabtu (27/5), antara lain menyatakan sebagai berikut:
Pelaku bom bunuh diri Kampung Melayu adalah jaringan sel Mudiriyah Bandung Raya yang dipimpin Jajang (kini ditangkap dari rumahnya di Bandung), yang berkaitan langsung dengan jaringan besar Bahrun Naim yang pernah melakukan bom Thamrin.
ADVERTISEMENT
Jaringan Bahrun Naim merupakan cabang dari ISIS yang memiliki paham takfiri, yaitu menegakkan ideologi kekhilafahan. Paham ini mengajarkan pengikutnya untuk menyerang dua kelompok yang dianggap kafir.
Pertama, kafir harbi, yaitu polisi yang melakukan penyerangan agresif terhadap mereka. Polisi dianggap sebagai antek-antek negara kafir dan negara kita (Indonesia) dianggap sebagai negara kafir (thaghut) karena berbeda ideologi dengan teroris dan menentang kekhilafahan.
Kedua, kafir dzimmi, yaitu semua muslim yang tidak sepaham dan segolongan dengan mereka, sehingga kalau negara mereka kuasai, kelompok muslim ini harus dihukum dan membayar denda.
Penyerangan terhadap polisi oleh kelompok sel Mudiriyah Bandung Raya sudah dimulai Desember 2016, tapi ketika itu digagalkan polisi.
Bom di Simpang Lima berhasil digagalkan, pelakunya ditangkap ketika bersembunyi di Waduk Jatiluhur. Kemudian bom panci yang targetnya Mapolda Jabar dan pos polisi di Taman Pandawa, bom meledak prematur, pelakunya lari ke kantor kelurahan, dikejar sekelompok anak SMA, dikepung masyarakat, dan tertembak mati oleh polisi.
ADVERTISEMENT
Waktu itu sudah terdeteksi nama pelaku bom bunuh diri dalam jaringan sel ini, yaitu Ahmad Sukri dan Ichwan, namun mereka paham sistem komunikasi harus hati-hati untuk menghindari deteksi polisi, sehingga kemudian terjadilah bom bunuh diri Kampung Melayu.
Kenapa Kampung Melayu yang jadi target? Karena ada pos polisi, bukan masalah tempatnya tapi targetnya yang penting polisi yang sedang bertugas, yang mereka sebut kafir harbi.
Hingga saat ini, menurut Tito, 40 orang polisi tewas dan 80 lainnya terluka karena aksi terorisme. Sementara bahan peledak yang digunakan teroris di Kampung Melayu pun merupakan ciri ISIS --tak stabil dan mudah meledak, yakni triacetone triperoxide (TATP) atau yang dijuluki sebagai “mother of satan”.
Serangan di Kota Marawi (Foto: Istimewa)
zoom-in-whitePerbesar
Serangan di Kota Marawi (Foto: Istimewa)
23 Mei. Sehari sebelum bom bunuh diri Kampung Melayu, bendera ISIS berkibar di Marawi, ibu kota Provinsi Lanao del Sur di Pulau Mindanao, selatan Filipina, yang mayoritas penduduknya muslim.
ADVERTISEMENT
Pada hari yang sama, Kantor Berita Amaq merilis bahwa ISIS melancarkan serangan berskala besar di Marawi. Mereka menyerbu kota dan mengambil alih kantor polisi, rumah sakit, penjara, kemudian melepas narapidana teroris di dalamnya.
Jatuhnya Marawi ke tangan ISIS membuat Presiden Filipina Rodrigo Duterte memberlakukan darurat perang di seluruh Mindanao. Ia melontarkan ancaman, “If you fight us, you will die. If there is an open defiance, you will die. And if it means many people dying, so be it.”
ISIS tak tiba-tiba mendarat di Marawi. Mereka sesungguhnya ialah militan Maute yang sudah ada di Marawi sejak 2012, dan kini berafiliasi dengan ISIS. Kelompok radikal Maute beranggotakan mantan gerilyawan sempalan Moro Islamic Liberation Front (MILF) dan gerilyawan asing pimpinan Abdullah Maute.
ADVERTISEMENT
Serangan ISIS ke Marawi itu dicermati betul oleh pemerintah Indonesia. Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komisaris Jenderal Suhardi Alius mengisyaratkan, Asia Tenggara harus bersiap membentengi diri dari ISIS.
“Sekarang ini dengan terdesaknya mereka (ISIS) di Suriah, sebaran (anggota)nya ke mana-mana, ke negara masing-masing, termasuk di Marawi, pusatnya di Asia Tenggara. Ini jadi medan magnet untuk melaksanakan jihad versi mereka,” kata Suhardi, Senin (29/5).
ISIS ditengarai berupaya mendirikan basis teror di kawasan Asia Tenggara. Jaksa Agung Muda Filipina Jose Calida menyatakan, “Apa yang terjadi di Mindanao bukan lagi persoalan pemberontakan warga Filipina.”
Sementara Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan RI, Wiranto, menyatakan, “Tak dapat dipungkiri, ISIS telah melakukan konsep divergensi, menyebarkan ideologi, menyebarkan rencana untuk masuk ke wilayah lain di dunia termasuk Asia Tenggara, dan sudah masuk ke Filipina Selatan.”
ADVERTISEMENT
Untuk itu Indonesia akan memperkuat perbatasan dengan Filipina, seiring kecemasan bahwa ISIS yang terdesak gempuran militer Filipina akan menyeberang ke Indonesia.
Peta Marawi & perbatasan Filipina-Indonesia (Foto: Google Maps)
zoom-in-whitePerbesar
Peta Marawi & perbatasan Filipina-Indonesia (Foto: Google Maps)
“Dengan Kepulauan Sulu sebagai basis baru ISIS digempur oleh militer Filipina habis-habisan atas perintah Presiden Duterte, ada kekhawatiran mereka terurai dan masuk ke Indonesia. Kita sudah mempersiapkan secara serius pengamanan wilayah yang berbatasan dengan Sulu,” kata Wiranto di Jakarta, Minggu (28/5).
“Sepanjang kita perkuat aparat teritorial, termasuk kepolisian, tak usah terlalu khawatir soal itu. Indonesia dan Filipina berkomitmen memperkuat patroli maritim untuk menjaga lolosnya (ISIS) dari Filpina ke Indonesia. Kami mendukung upaya Filipina menggempur mereka sebelum menjadi besar,” imbuh Wiranto.
ADVERTISEMENT
Di antara kelompok ISIS yang menyerang Marawi, ditemukan paspor milik warga negara Indonesia ketika baku tembak terjadi. Ia diduga bergabung dengan ISIS, dan hal tersebut tak ditampik oleh Wiranto.
Dengan kondisi sekitar 500 warga negara Indonesia telah bergabung dengan ISIS di Suriah, ujar Wiranto, bukan tak mungkin ada di antara mereka yang ikut menyerang Marawi.
Paling penting, tegas Wiranto, peristiwa di Marawi tak boleh terjadi di Indonesia. “Bagaimana kita dapat membendung. Jangan sampai basis (ISIS) itu menjalar ke Indonesia.”
Wiranto berkomunikasi dengan Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo dan Kapolri Jenderal Tito Karnavian untuk membendung ISIS dan mencegah mereka menerobos ke Indonesia.
ADVERTISEMENT
TNI-Polri dan Pemprov Maluku Rapat Terorisme (Foto: Kodam Pattimura)
zoom-in-whitePerbesar
TNI-Polri dan Pemprov Maluku Rapat Terorisme (Foto: Kodam Pattimura)
29 Mei, 3.504 kilometer dari Marawi. Di Ambon, Pemerintah Provinsi Maluku menggelar rapat koordinasi tertutup, dihadiri elemen Polri, TNI, dan Musyawarah Pimpinan Daerah, dengan agenda pembahasan: pemberantasan-penanganan terorisme pasca-insiden ISIS di Marawi.
“Sampai saat ini Maluku masih dalam kondisi aman, tapi kita tetap harus memikirkan masukan-masukan dalam rangka menjaga keamanan di Provinsi Maluku terkait ancaman terorisme dan radikalisme,” kata Wakil Gubernur Maluku Zeth Sahuburua pada rapat itu, seperti dikutip dalam keterangan tertulis Penerangan Kodam Pattimura kepada media.
Rapat itu juga membahas pergerakan ISIS yang disebut “terdesak di basisnya di Suriah sehingga mencari daerah sebagai basis baru.”
Disebut pula “militan ISIS saat ini berada di Marawi dan tidak menutup kemungkinan akan bergerak menuju Tobelo dan Ambon.”
ADVERTISEMENT
Imigrasi pun bergerak membentengi gerbang Indonesia, menutup celah bagi kemungkinan ISIS bergerak menuju Tobelo di Maluku Utara atau Ambon, Maluku.
Ambon yang rawan konflik, berkaca pada kerusuhan 1999 di wilayah itu, memasang kewaspadaan tinggi terhadap kelompok-kelompok radikal. Terlebih, Maluku merupakan daerah yang kaya akan sumber daya alam seperti Marawi.
Urgensi masalah ISIS ini kian terlihat karena rapat koordinasi serupa juga digelar di Tobelo dan Ternate di Maluku Utara.
ISIS jelas bukan cuma masalah satu-dua negara, dan alarm berbunyi serentak di sejumlah negara di Asia Tenggara.
Sabtu (27/5), Malaysia menangkap enam orang yang diduga terkait ISIS. Mereka antara lain penyelundup senjata untuk ISIS yang bermarkas di Malaysia, guru sekolah dan pebisnis berjaringan yang membantu pemberontak Suriah, dan pensiunan anggota militer yang menyalurkan dana kepada pemberontak Suriah.
ADVERTISEMENT
Sejak 2013 hingga 2016, Malaysia menahan lebih dari 250 orang yang diduga terlibat ISIS. Negeri Jiran tak mau memberi sedikit pun ruang bagi ISIS.
Kekerasan atas nama apapun, tak dapat dibenarkan.