Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
ADVERTISEMENT
Husnul Ansari sudah kenyang dengan cerita-cerita soal dampak buruk tambang emas bermerkuri di Poboya terhadap kota tempat tinggalnya di Besusu Timur, Palu, Sulawesi Tengah.
ADVERTISEMENT
“Sebagian air yang dikonsumsi masyarakat kota Palu berasal dari mata air di gunung yang tidak jauh dari tambang emas,” ucap Husnul saat berbincang dengan kumparan (kumparan.com), Senin (13/3).
Kecemasan Husnul tak berlebihan jika melihat jarak antara pusat kota Palu dan tambang emas Poboya yang hanya sejauh 7,1 kilometer.
Merkuri, atau air raksa, bukan perkara baru bagi Palu. Isu soal pencemaran merkuri sudah ramai dibicarakan oleh warga kota. Mereka khawatir apakah pencemaran di Poboya akan berdampak langsung ke Palu.
Di pusat tromol Poboya, deru mesin terdengar. Mesin tromol, yang juga disebut gelundung karena terbuat dari drum besi berbentuk bulat, berfungsi untuk menghancurkan dan menangkap butiran emas.
ADVERTISEMENT
Pada mesin tromol itulah, zat kimia merkuri sering digunakan. Merkuri berfungsi untuk mengikat emas. Limbahnya kemudian dibuang melalui saluran air menuju bak penampungan besar yang terletak di sekitar sentra produksi.
Konon, ratusan tromol yang ada di Poboya seluruhnya memiliki bak penampungan limbah. Sehingga jamak ditemui kolam limbah merkuri semacam itu di desa tersebut.
Namun, pemandangan itu begitu mencengangkan dan mengkhawatirkan bagi warga Palu yang selama ini hanya mendengar desas-desus soal pencemaran merkuri, kemudian melihat langsung betapa merkuri dibuang sevulgar itu di Poboya.
Kolam merkuri otomatis meningkatkan potensi pencemaran tanah. Selanjutnya, merkuri yang mencemari tanah akan ikut meracuni aliran air dalam tanah, sehingga air akan jadi berbahaya jika diminum warga.
ADVERTISEMENT
Sama bahayanya jika air tersebut digunakan untuk mencuci sayur-mayur dan buah-buahan. Makanan bisa ikut tercemar merkuri dan mengontaminasi mereka yang mengonsumsinya.
Meski begitu, mereka yang terpapar merkuri memang tak akan langsung merasakan dampaknya. Pengendapan merkuri dalam tubuh baru akan terlihat dalam jangka panjang, sekitar 5-10 tahun kemudian.
Beberapa ratus meter dari lokasi sentra tromol di Poboya, terdapat pos Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) yang berfungsi memenuhi kebutuhan air Kota Palu.
Namun penjaga pos PDAM, Ali Imron, yakin air PDAM aman dari paparan merkuri. “Dari intake (sumber air) di atas, air disalurkan melalui pipa yang kemudian kami terima di sini. Saya yakin tidak ada racun yang masuk ke air PDAM.”
“Di pos ini, bak penampungan dibuatkan penutup bagian atasnya. Baru saja jadi dua hari lalu,” ucap Ali.
ADVERTISEMENT
Walau begitu, ia tak menafikan kemungkinan paparan merkuri lewat media lain.
Dinas Kesehatan Kota Palu pernah meneliti soal air di wilayah mereka. Hasil penelitian itu tertuang dalam dua dokumen tebal yang disodorkan sang Kepala Dinas, dokter Royke Abraham, ketika menerima kedatangan kumparan di kantornya.
Dokumen pertama berjudul Kajian Faktor Risiko Pencemaran Merkuri pada Penambang Emas Rakyat di Kota Palu. Penelitiannya dilakukan tahun 2014 untuk mengetahui dampak nyata merkuri terhadap air bersih. Sampel diambil dari 10 titik yang tersebar di Kota Palu.
Dari 10 sampel itu, kata Royke, hampir semua sumber air baku mengandung kandungan merkuri. Air baku ialah sumber air minum yang berasal dari sumber air permukaan, cekungan air tanah, atau air hujan.
ADVERTISEMENT
“Berdasarkan penelitian tahun 2014 itu, ada 7 sumur terkontaminasi merkuri,” ujar Royke.
Jumlah merkuri yang melebihi ambang batas bervariasi antara 0,005 sampai 0,008 miligram per liter. Sementara standar normal ialah 0,001 miligram per liter.
Berdasarkan penelitian tersebut, Dinkes Palu langsung mengimbau warga untuk mengolah air lebih dulu demi keamanan mereka.
“Air baku mengandung logam yang nondegradable (tidak dapat diuraikan), sehingga harus dimasak,” ujar Royke.
Dua tahun kemudian, 2016, Dinas Kesehatan Palu kembali merilis penelitian tentang kondisi air di kota itu, namun dengan variabel berbeda. Objeknya bukan hanya air baku, tapi air yang telah diolah.
Hasil penelitian itu membuat Dinkes Palu sedikit lega. Menurut Royke, “Dari 30 sampel yang dikumpulkan, kandungan merkurinya sangat rendah yaitu 0,0005 dari 0,001.”
ADVERTISEMENT
Meski demikian, fenomena merkuri di Poboya telah menarik lembaga advokasi, peneliti, dan akademisi untuk meneliti dampak pencemaran merkuri di permukiman terdekat.
Salah satu lembaga yang meneliti kontaminasi merkuri itu ialah Bali Fokus --lembaga nirlaba dengan fokus pada isu manajemen lingkungan.
Tahun 2012, Bali Fokus mengambil sampel rambut pekerja-pekerja sentra produksi tromol di Poboya. Hasilnya: kandungan merkuri pada sampel rambut itu melebihi ambang batas.
Sampel rambut dari warga yang tinggal di Kelurahan Poboya menunjukkan paparan merkuri sebanyak 13,3 ppm (part per million).
Kandungan sejumlah itu pada rambut mengindikasikan dampak merkuri sudah mencapai tahap serius. Merkuri yang masuk ke tubuh telah mengganggu sel saraf.
Bahaya merkuri di Poboya dipertegas oleh temuan pencemaran tanah di lokasi tersebut. Isrun Muh Nur, dosen Agroteknologi di Universitas Tadulako (Untad) Palu, memaparkan temuannya mengenai dampak merkuri terhadap kondisi tanah dan tumbuhan di Kelurahan Poboya.
ADVERTISEMENT
Dari data yang dihimpun Isrun, tanah di Poboya terpapar merkuri dalam jumlah signifikan.
Merkuri pada lahan terbuka dan semak belukar mencapai 1.26-55,23 ppm. Sementara pencemaran merkuri pada area tanaman pangan, sawah, kebun kelapa, dan ladang, mencapai 0,85-2,62 ppm. Pencemaran terparah tentu di area pengolahan tambang, yang mana tanah di tempat itu mengalami pencemaran mencapai 84,15-575,16 ppm.
"Merkuri yang menguap ke udara lalu dikembalikan ke tanah dengan air hujan mendegradasi kualitas tanah di Kota Palu," ungkap Isrun kepada kumparan.
Tak hanya tanah, bahaya dalam bentuk lain juga terungkap dalam penelitian Isrun yang bekerja sama dengan kampus di Jepang pada 2011. Bahaya itu berasal dari udara.
Udara di Palu mengalami tercemar merkuri hingga level sangat serius. Kandungan merkuri pada udara di areal pengolahan emas mencapai 47.237 nanogram per meter kubik, sedangkan di Kota Palu, beberapa titik yang cukup dekat dengan Poboya mengalami pencemaran udara hingga 1.488 nanogram per meter kubik.
ADVERTISEMENT
Angka tersebut jauh di atas angka aman toksifikasi merkuri melalui udara. Standar World Health Organization menetapkan racun merkuri di udara tidak boleh melebihi 1.000 nanogram per meter kubik.
Kondisi tersebut, ujar Isrun, menjelaskan betapa penambangan emas yang olahannya mengandalkan merkuri merupakan ancaman nyata bagi warga, bahkan yang tinggal jauh dari Poboya.
“Bak penampungan merkuri mencemari air dan tanah. Padahal keduanya bagian dasar penyangga kehidupan,” kata Isrun.
Menyepelekan merkuri bak mengundang tragedi. Jangan lupakan Tragedi Minamata di kota Minamata, Jepang, pada 1958. Ketika itu, ratusan orang mati setelah diserang kelumpuhan, dan ribuan balita tumbuh cacat.
Mereka keracunan merkuri dari ikan-ikan yang mereka makan. Ikan-ikan di Teluk Minamata ternyata mengandung merkuri dari pabrik batu baterai Chisso Corporation.
ADVERTISEMENT
Meski dampak keracunan merkuri baru diketahui dalam jangka panjang, gejalanya dapat dirasakan perlahan. Untuk orang dewasa misal, mereka akan mengalami parkinson --ditandai dengan gemetaran dan melemahnya otot, penurunan relfleks, tremor atau gerakan anggota tubuh tak terkontrol, dan perubahan warga pada karang gigi menjadi keperak-perakan atau hitam logam.
Jadi, maukah kita melihat Tragedi Minamata berulang di Indonesia?