Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Ancaman Merkuri Emas Poboya Mengalir Hingga Palu
20 Maret 2017 11:25 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:17 WIB
ADVERTISEMENT
Untuk melihat utuh wajah Palu, ibu kota Sulawesi Tengah, anda perlu datang ke sepanjang pesisir pantai di bagian utara kota. Di sana, raut paling menyenangkan dari warga Palu akan anda jumpai. Sebab, lokasi yang menjadi pusat kegiatan masyarakat Palu tersebut merupakan tempat untuk menikmati hidup.
ADVERTISEMENT
Pesisir juga menunjukkan wajah lain Kota Palu. Coba tengok ke arah perbukitan yang mengelilingi kota di sebelah timur. Pemandangan janggal muncul dengan jelas: bukit hijau yang ternoda. Dari kejauhan terlihat, pohon-pohon hijau berganti kerukan pasir menganga.
“Tempat itu namanya Poboya, tambang emas yang terletak di bukit,” ucap Ari, warga setempat yang mengantar tim kumparan menjelajah kota Palu, Minggu (12/3).
ADVERTISEMENT
Meski tampak dekat, butuh waktu 30 menit perjalanan untuk mencapainya --yang sama sekali tak mudah. Tak sembarang kendaraan bisa melalui hamparan batuan dan menyusuri sungai.
Di Poboya, tak ada penambangan skala besar yang dilakukan oleh perusahaan besar. Tak ada mobil pengangkut berbadan besar, pabrik megah berteknologi canggih, dan para teknisi berpakaian alat keselamatan lengkap.
Setelah memanen batu, batu-batu itu dibawa ke mesin tromol untuk diproses. Mesin tromol yang terbuat dari drum besi berbentuk bulat, berfungsi untuk menghancurkan dan menangkap butiran emas.
ADVERTISEMENT
Seluruh proses produksi tersebut berlangsung dengan metode sederhana.
Tambang Poboya pertama kali bergeliat pada 2008. Ketersediaan emas melimpah di kawasan itu menarik banyak orang untuk datang mengadu nasib. Pada puncak kejayaannya tahun 2014, Poboya memiliki 35.000 penambang aktif, dengan jumlah tromol mencapai 20.000 unit.
Penggunaan merkuri alias air raksa oleh para penambang disinyalir menyebabkan pencemaran lingkungan. Limbah hasil peleburan batuan emas yang bercampur merkuri dibuang begitu saja.
Merkuri tambang emas Poboya telah mencemari tanah, dan menggerogoti ekosistem di atas bukit yang kini gundul.
ADVERTISEMENT
Ironisnya, petak-petak tambang Poboya terletak di kawasan yang mestinya dilindungi, yakni Tanah Hutan Rakyat (Tahura). Jadi, aktivitas penambangan Poboya berada di area konservasi seluas 7.128 hektare, dan itu masih berlangsung sampai sekarang.
Unit Pelaksana Teknis Tahura Poboya mencatat terdapat kerusakan lingkungan seluas 47 hektare dari total area konservasi.
Kandungan emas di wilayah Poboya sesungguhnya telah dimiliki secara legal oleh sebuah perusahaan. PT Citra Palu Mineral secara legal menguasai lahan emas Poboya sejak tahun 1997. Legalitas ini didapat dari kontrak karya untuk melakukan aktivitas penambangan.
Namun, aktivitas pertambangan tradisional oleh masyarakat dengan merkuri di wilayah itu, dianggap tak memiliki izin. Mereka yang berada di sana biasa dikenal dengan sebutan penambang emas tanpa izin (peti).
ADVERTISEMENT
Yang keterlaluan, di pintu masuk Taman Hutan Rakyat Poboya, terlihat rendaman limbah tambang sebesar lapangan sepak bola. Kolam itu, menurut PT Citra Palu Mineral (CPM), milik sejumlah perusahaan ilegal.
“Kolam itu bukan aktivitas CPM, tapi milik perusahaan ilegal,” kata Aswar Said, Staf Humas CPM.
Hal itu diamini Ketua Adat Poboya, Adji Lumarengkang. “Semua kolam rendaman tersebut dimiliki perusahaan ilegal,” ujarnya kepada kumparan, Selasa (14/3).
Tercatat ada beberapa perusahaan yang pernah melakukan aktivitas di atas gunung itu. Masalahnya, selain persoalan legalitas, aktivitas pertambangan yang dilakukan juga tak jauh beda dengan cara tradisional yang mencemari lingkungan.
Bukit Poboya yang terlihat dari pesisir Palu bak ancaman yang membayangi warga setiap saat. Limbah merkuri hasil pengolahan tambang emas mengalir hingga pusat kota.
ADVERTISEMENT
Bayang-bayang merkuri misalnya hadir dalam kandungan air.
Di salah satu bukit di atas Poboya, terdapat sumber air yang digunakan oleh Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kota Palu untuk memenuhi kebutuhan air penduduk kota. Pipa-pipa air PDAM tersebut bersandingan dengan mesin-mesin tromol yang tak bisa dipastikan keamanan kandungannya.
Potensi pencemaran air bukan omong kosong. Penelitian oleh Dinas Kesehatan Kota Palu pada 2014 menunjukkan, 7 dari 10 sampel sumur Baku Mutu Air Bersih di Kota Palu memiliki kadar merkuri di atas standar normal 0,001.
“Konsentrasi logam Hg (merkuri) melebihi ambang batas yang ditetapkan oleh Menteri Lingkungan Hidup,” ujar Dokter Royke Abraham, Kepala Dinas Kesehatan Kota Palu.
Masalah air tercemar itu bersanding dengan dampak kesehatan masyarakat ring satu area pertambangan, membentuk tumpukan tinggi persoalan akibat tambang emas Poboya.
ADVERTISEMENT
Merkuri membuat bongkahan emas di tanah Sulawesi yang mestinya jadi anugerah bagi penduduknya, berbalik jadi kutukan.