Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Sebelum rentetan aksinya diketahui kepolisian, Haikal cs terhitung moncer sebagai seorang cracker. Kelompok Gantengers besutan Haikal disebut pernah meretas situs layanan finansial Master Card di AS pada 25 April 2015.
Haikal dan Gantengers memang lebih tepat disebut cracker ketimbang hacker. Sebab cracker biasa meretas sistem dengan sifat merusak seperti mencuri data dan mengeksploitasi data tersebut untuk kepentingan diri sendiri atau kelompok. Berbeda dengan hacker yang sesungguhnya melakukan analisis sistem atau coding untuk dicari kelemahannya guna ditingkatkan keamanannya.
Namun publik kerap menganggap sama cracker dan hacker, dan Indonesia sejauh ini memiliki satu padanan kata yang sama untuk keduanya: peretas. Yakni orang yang mengakses komputer orang lain tanpa izin, biasanya dengan bantuan teknologi komunikasi.
ADVERTISEMENT
kumparan menghimpun rangkaian peristiwa yang "membangun" reputasi Indonesia di mata cracker Internasional.
Salah satu aksi penting cracker Indonesia terjadi pada 2009, akibat sengketa Indonesia-Malaysia memperebutkan Pulau Sipadan dan Ligitan di Selat Makassar.
Saat itu, para peretas asal Malaysia melakukan serangan ke beberapa laman milik pemerintah Indonesia. Sontak, beberapa kelompok peretas Indonesia, dengan patriotisme menyala, menyerang balik. Cracker Indonesia menembus laman rumah sakit umum Malaysia, beralamat di www.hoshas.goh.gov.my.
Cyber war paling menonjol selanjutnya terjadi pada Juli 2013, ketika para cracker Indonesia bersitegang dengan kelompok Bangladesh.
Sebanyak 913 laman dibobol oleh kelompok dari Bangladesh yang bernama BD Grey Hat Hacker. Namun ketegangan berakhir antiklimaks. BD Grey Hat Hacker mengunggah pesan permintaan maaf yang ditujukan pada cracker Indonesia.
ADVERTISEMENT
Perang antara cracker Indonesia dengan negara lain yang paling panas terjadi akhir tahun 2013. Kala itu, akibat terungkapya penyadapan oleh intelijen Australia terhadap sejumlah petinggi Indonesia, peretas Indonesia "baku hantam" dengan peretas Australia.
Cracker Indonesia dan Australia saling meretas situs web resmi sepanjang November 2013. Penyadapan Australia --yang merupakan bagian dari aliansi intelijen Five Eyes Country: Australia, Kanada, Selandia Baru, Inggris, dan Amerika Serikat-- terungkap setelah dibocorkan oleh Edward Snowden, mantan pegawai Badan Keamanan nasional AS (National Security Agency; NSA) yang jadi buron negaranya sendiri.
Salah satu pejabat tinggi Indonesia yang disadap Australia ialah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Penyadapan dilakukan pada 2009.
Indonesia dan Australia pun terlibat ketegangan diplomatik. Pemerintah Indonesia memanggil Duta Besar Australia untuk Indonesia untuk dimintai keterangan.
ADVERTISEMENT
Masyarakat Indonesia ikut murka akibat ulah "kurang ajar" Autralia. Respons keras tak terkecuali datang dari para cracker. Kelompok cracker asal Indonesia yang menamakan diri Anonymous Indonesia melakukan invasi. Beberapa situs Australia, meski tidak terlalu besar, mereka serang.
Serangan yang dilakukan di bawah kode #OpAustralia berhasil meretas laman-laman penting di Australia. Situs Badan Intelijen Australia asio.gov.au sempat down beberapa saat. Namun ternyata serangan lebih banyak menyentuh laman milik penduduk sipil, bukan milik pemerintah.
Pemilihan sasaran yang salah itulah yang menyebabkan ketegangan dimulai.
Dilansir Tech In Asia, kelompok Anonymous Australia memperingatkan pada cracker Indonesia untuk lebih fokus pada web milik pemerintah. Pesan tersebut disisipi gertakan.
ADVERTISEMENT
“Ini adalah peringatan. Kami bukan pemaaf, dan kami tidak akan melupakannya,” ujar video berdurasi 1 menit 13 detik itu.
Di luar semua kejadian itu, banyak referensi menyebutkan bahwa cracker Indonesia juga melakukan pelbagai aksi peretasan di berbagai negara. Konon mereka berhasil membobol laman web di Filipina, Israel, dan Portugal.
Live Update
Pada 5 November 2024, jutaan warga Amerika Serikat memberikan suara mereka untuk memilih presiden selanjutnya. Tahun ini, capres dari partai Demokrat, Kamala Harris bersaing dengan capres partai Republik Donald Trump untuk memenangkan Gedung Putih.
Updated 5 November 2024, 20:55 WIB
Aktifkan Notifikasi Breaking News Ini