Pembelaan HS, Pria yang Dilaporkan Memperkosa Mahasiswi UGM

29 Desember 2018 14:59 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
3 Ribu Perempuan Indonesia Mengalami Kekerasan di Ruang Publik. (Foto: Shutterstock)
zoom-in-whitePerbesar
3 Ribu Perempuan Indonesia Mengalami Kekerasan di Ruang Publik. (Foto: Shutterstock)
ADVERTISEMENT
Kasus dugaan pemerkosaan yang menimpa mahasiswi UGM Yogyakarta oleh rekan KKN-nya di Pulau Seram, Maluku 2017 silam telah sampai tahap penyidikan di Polda DIY. HS selaku terlapor, melalui kuasa hukumnya Tommy Susanto, memberi pembelaan. 
ADVERTISEMENT

“HS memberikan kuasa pada saya pada 17 Desember 2018. Sempat mendampingi dalam pemeriksaan di Polda DIY,” kata Tommy kepada wartawan di Depok, Sleman, DIY, Sabtu (29/12). Tommy jumpa pers tanpa melibatkan HS.

Tommy mengatakan saat ini HS berstatus sebagai saksi. Hal tersebut sesuai dengan  surat pemeriksaan di Unit PPA Ditreskrimum Polda DIY berdasarkan laporan polisi no pol: LP/764/XII/2018/SPKT. 

“Bahwa kejadiannya pada tanggal sekitar 1 Juli 2017 jam 3 Pagi di Seram Barat Maluku. Hal ini sudah dilakukan penyelidikan dan penyidikan oleh Polda Maluku dan di Polda DIY meneruskan,” ujarnya.
Tommy pun mengatakan pada pertengahan bulan ini HS sudah dipanggil polisi dan dicecar sebanyak 60 pertanyaan. Tommy juga turut mendampingi HS dan mendengar sejumlah jawaban-jawaban HS.  
ADVERTISEMENT

“Saya pun tidak bisa mengintervensi. Posisi saya di belakang HS di depan. Dia berbicara saya mendengarkan. Dan beberapa hal yang selama ini beredar itu sama sekali tidak benar,” katanya. 
Tommy Susanto kuasa hukum HS. (Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Tommy Susanto kuasa hukum HS. (Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan)
Tommy mengatakan berdasarkan yang ia dengar dalam penyidikan bahwa tidak ada unsur pemaksaan arau paksaan. Pada saat itu semua dalam keadaan sadar.

“Antara tempat kos terlapor dengan korban itu seharusnya rumahnya berbeda, tapi pada waktu itu dari korban sendiri malam itu datang ke kos rumah di mana terlapor tidur. Pada saat itu terlapor dalam keadaan tidur,” katanya. 

Saat itu, yang membukakan pintu rumah bukan HS melainkan rekan HS yang ada di rumah. Kondisi rumah pondokan itu tidak hanya dihuni HS namun juga beberapa rekan lain. Setelah dibukakan pintu rumah, selanjutnya korban memasuki kamar HS. 
ADVERTISEMENT

“Dan masuk ke kamar, tanpa harus dipaksa masuk ke kamar terlapor. Kejadian di jam 03.00 WIB pagi dalam keadaan sadar mereka ngobrol. Itu semua dalam keadaan sadar,” ujarnya. 
Gerakan #kitaAgni di Fisipol UGM, Kamis (8/11).  (Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Gerakan #kitaAgni di Fisipol UGM, Kamis (8/11). (Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan)

“Saya harus menggarisbawahi tidak ada hubungan suami istri yang terjadi. Pada saat itu, setelah itu yang seharusnya korban sudah mau diantar pulang tapi korban mengatakan nggak enak sama pemilik pondokan korban tidur,” katanya. 

Meski tidak terjadi hubungan suami istri, namun Tommy tidak menampik bahwa ada adegan ciuman hingga meraba antara HS dengan mahasiswi UGM . 

“Apa sih yang terjadi pada saat itu? Mungkin hanya sebagai verbal, mencium, memegang tangan ya itu aja. Ya menggrayangi dalam arti bukan digerayangin dengan membuka kancingnya nggak. Tapi silakan tanya kepolisian. Tapi hal itu dilakukan wanita dalam keadaan sadar. Tidak ada pemaksaan tidak ada kekerasan,” ujarnya. 

Rektor UGM Panut Mulyono (kedua kiri) dan Wakil Rektor Bidang Kerjasama dan Alumni UGM, Paripurna Poerwoko Sudarga (kedua kanan). (Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Rektor UGM Panut Mulyono (kedua kiri) dan Wakil Rektor Bidang Kerjasama dan Alumni UGM, Paripurna Poerwoko Sudarga (kedua kanan). (Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan)
Menurutnya, jika ada paksaan dan kejadian tersebut pemerkosaan. maka orang yang berada di pondokan itu akan tahu. Setelah itu pada pagi harinya HS mengantar korban pulang.  “Tapi kenapa ini tahun 2017 baru 2018 ini (kasus mencuat). Apakah benar hukum pidana atau ada kegiatan lain ini saya pertanyakan,” katanya. 
ADVERTISEMENT
Pembelaan di atas, jelas berbeda dengan apa yang disampaikan korban kepada Balairung Press, media kampus yang pertama kali mengabarkan kasus perkosaan ini. Di laporan mereka, ada penjelasan versi korban soal kedatangan ke pondokan HS sampai peristiwa pelecehan.
Berikut laporan soal korban di Balairung Press (korban disebut dengan nama samaran Agni):
Hari Jumat, tanggal 30 Juni 2017, Agni hendak menemui salah satu teman perempuannya untuk membicarakan program KKN. Lokasi pondokan temannya berjarak cukup jauh, sementara hari yang beranjak malam dan listrik yang mati membuat kondisi desa gelap. Tidak hanya itu, di sekitar lingkungan tersebut juga terdapat babi hutan berkeliaran. Akhirnya, Agni mampir ke pondokan laki-laki yang berada di antara rumah inap Agni dan pondokan temannya yang ia tuju. Pikirnya sekalian mencari teman untuk menemaninya pergi.
ADVERTISEMENT
Tak lama setelah kedatangannya, sekitar pukul tujuh, hujan turun. Ada empat orang di pondokan tersebut, dua orang di antaranya adalah teman subunit Agni, dan sisanya pemuda setempat yang kebetulan singgah. Sementara bapak dan ibu pemilik rumah berada di dalam pondokan. “Sambil menunggu hujan reda, aku ngobrol dengan mereka di ruang tamu,” kata Agni.
Hujan reda sekitar tengah malam. Agni merasa tidak enak hati pulang larut malam dan membangunkan pemilik rumah, sebab pintu rumah pasti sudah dikunci dan ia tidak membawa kunci cadangan. Agni pun memutuskan menginap. Kala itu, tersisa tiga orang di pondokan tersebut yaitu HS (inisial) dan dua pemuda desa. Namun, selang beberapa saat setelah hujan reda, kedua pemuda desa pulang ke rumah masing-masing.
Pada Kamis (29/11) gerakan #kitaAgni menggelar Aksi Besarkan Bara Agni di Rektorat UGM.  (Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Pada Kamis (29/11) gerakan #kitaAgni menggelar Aksi Besarkan Bara Agni di Rektorat UGM. (Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan)
Setelah pemuda desa pulang, HS pun mempersilakan Agni beristirahat di kamar. Di rumah tersebut hanya ada satu kamar yang disediakan untuk mahasiswa KKN. Terbatasnya tempat dan segala kondisi di luar membuat Agni dan HS pun tidur satu kamar dengan posisi tidur yang berjauhan. Dini hari Agni terbangun karena merasa gerah. Masih dengan mata terpejam, ia merasakan tangan HS memeluk tubuhnya. Setelah itu, HS mulai meraba dada dan mencium bibir Agni. Agni masih memejamkan mata, memutuskan untuk pura-pura tidur dan berharap pelaku segera menghentikan perbuatannya. Agni mengatakan bahwa ia takut bila berteriak warga yang datang justru menilai bahwa kejadian tersebut memang dikehendakinya.
ADVERTISEMENT
Agni sempat membalikkan badan menjauhi HS, tetapi HS menarik badannya hingga telentang kembali dan mengulangi perbuatannya. Pelaku menyingkap baju Agni dan menyentuh serta mencium dadanya. Tidak berhenti di sana, ia juga menyentuh dan memasukkan jarinya pada kemaluan Agni. Pelaku juga mengarahkan tangan Agni untuk menyentuh kemaluannya. Pada titik di mana Agni merasakan sakit pada kemaluannya, ia akhirnya memberanikan diri untuk bangun dan mendorong HS menjauhi dirinya. “Saat itu aku tidak mampu berkata-kata. Aku hanya tanya ‘kamu ngapain?’ dengan nada sedikit tinggi, padahal sebenarnya aku sangat marah,” terang Agni sambil menggeleng-gelengkan kepalanya heran.
Esok harinya Agni memutuskan untuk menghubungi temannya yang di Jogja untuk bercerita karena merasa gelisah. Teman Agni lantas menyuruhnya untuk melaporkan pelaku kepada Koordinator Mahasiswa Subunit (Kormasit), Koordinator Mahasiswa Unit (Kormanit), dan Dosen Pendamping Lapangan (DPL). Agni ragu, takut teman-temannya tidak percaya dan justru menyalahkannya. Namun akhirnya, teman Agni segera menghubungi beberapa anggota subunit Agni dan menceritakan kejadian tersebut.
ADVERTISEMENT
Pengacara HS MempersoalkanPelapor
Di kesempatan yang sama, Tommy Susanto mempertanyakan kenapa laporan polisi dibuat oleh Universitas Gadjah Mada (UGM), bukan oleh korban langsung.  
Berdasarkan laporan polisi no pol: LP/764/XII/2018/SPKT, pelapor diketahui merupakan Arif Nurcahyo dari UGM. 

“Saya sudah telepon pak Yuliyanto (Kabid Humas Polda DIY) ternyata pelapor kasus ini hanya satu yaitu Arif Nurcahyo dari pihak UGM tidak ada dari pihak korban,” kata Tommy.

Dikonfirmasi terpisah, Kepala Bagian Humas dan Protokoler UGM, Iva Ariani saat dihubungi mengatakan bahwa UGM tidak pernah melaporkan kasus itu ke polisi. Yang dilakukan UGM hanyalah pengaduan, bukan laporan. 

“Jadi seperti yang disampaikan di konpers dulu, pengaduan. UGM melakukan pengaduan, tetapi kalau pelaporan tidak. Jadi sama sekali, pihak UGM tidak pernah melakukan pelaporan. Dan, seperti tadi saya sampaikan, kami dari UGM punya kewenangan untuk mengurusi persoalan akademik dan etika yang sedang kami kerjakan dan kami concern ke sana,” katanya. 
ADVERTISEMENT

Di sisi lain, Kabid Humas Polda DIY, AKBP Yuliyanto mengatakan bahwa Arif Nurcahyo melaporkan dengan atas nama UGM. Namun itu bukan persoalan. Kasus dugaan pemerkosaan bukanlah delik aduan, sehingga korban yang mengalami tidak perlu melaporkan langsung.

“(UGM) Melaporkan. Ya (UGM) mengadukan terus jadi laporan polisi. Sama saja,” katanya