Mengapa Joe Biden Menyetujui The Willow Project?

Arif Wicaksa
Dosen Program Studi Hubungan Internasional Universitas Mulawarman
Konten dari Pengguna
25 Maret 2023 16:17 WIB
·
waktu baca 9 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Arif Wicaksa tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Presiden AS Joe Biden menyampaikan pidato State of the Union di House Chamber of US Capitol di Washington, DC, pada 7 Februari 2023. Foto: Saul Loeb/AFP
zoom-in-whitePerbesar
Presiden AS Joe Biden menyampaikan pidato State of the Union di House Chamber of US Capitol di Washington, DC, pada 7 Februari 2023. Foto: Saul Loeb/AFP
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Pada tanggal 13 Maret 2023, Pemerintah Amerika Serikat di bawah kepemimpinan Presiden Joe Biden pada akhirnya memberikan izin pada proyek pengeboran minyak masif yang rencananya akan dilakukan di wilayah Alaska. Kebijakan yang diambil oleh Biden ini tentu membuat banyak pihak merasa kecewa dan marah.
ADVERTISEMENT
Pasalnya, Presiden Biden, yang berasal dari Partai Demokrat yang berhaluan progresif ini digadang-gadangkan menjadi kandidat presiden yang akan melindungi dan memperjuangkan kelestarian lingkungan. Tidak seperti lawannya, Donald Trump, yang dianggap tidak memprioritaskan perlindungan kelestarian lingkungan dalam kampanyenya. Namun kebijakannya yang dikeluarkan pada bulan maret ini justru tampak kontradiktif dengan janji kampanye yang telah disampaikannya dulu.
Lantas, apa sebenarnya proyek pengeboran minyak yang telah diberi izin oleh pemerintahan Joe Biden ini? Proyek pengeboran minyak ini dikenal dengan nama “The Willow Project”atau Proyek Willow. Konon proyek tersebut akan menjadi proyek pengeboran minyak terbesar di Alaska. Proyek ini diajukan oleh raksasa perusahaan minyak dan energi Amerika Serikat yakni ConocoPhillips. Proyek ini akan dilakukan di wilayah negara bagian Alaska, tepatnya pada wilayah Lereng Utara Alaska (Alaska’s North Slope).
ADVERTISEMENT
Pada awalnya, ConocoPhillips mengajukan 5 titik wilayah yang akan dijadikan situs pengeboran, namun Pemerintah Amerika Serikat hanya menyetujui 3 titik situs pengeboran. Proyek tersebut diklaim akan menghasilkan cadangan minyak bumi hingga 180 ribu barrel minyak bumi per hari, dan tentunya akan menghasilkan keuntungan bagi perusahaan serta pajak bagi negara mencapai miliaran dolar Amerika Serikat.
Proyek Willow tentu akan menjadi proyek yang berdampak kerusakan pada lingkungan di Alaska. Lahan-lahan yang selama ini terpelihara sebagai ekosistem keanekaragaman hayati akan terdampak buruk dengan keberadaan proyek ini. Banyak aktivis lingkungan yang mengecam kebijakan Biden ini.
Kecaman juga banyak datang dari pendukung dan pemilih Biden yang mengungkapkan bahwa kebijakan pro-perubahan iklim merupakan prioritas kebijakan penting bagi Biden ketika kampanye pemilihan presiden Amerika Serikat beberapa tahun silam. Bahkan dalam masa-masa kampanyenya, Biden mengatakan (ketika ditanya mengenai kemungkinan pengeboran minyak di Alaska-pen) bahwa kebijakan pengeboran minyak merupakan “sebuah bencana”.
ADVERTISEMENT
Tidak heran, kebijakan Biden yang tampak kontradiktif dengan janji kampanyenya menimbulkan banyak kecaman dan kekecewaan. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Christy Goldfuss, seorang mantan pegawai Gedung Putih di masa pemerintahan Obama yang sekarang menjadi ketua bidang kebijakan pada Natural Resource Defense Council (NRDC) bahwa dia merasa “sangat dikecewakan” atas keputusan Biden tersebut.
Sebenarnya ada apa dibalik persetujuan Biden terhadap Proyek Willow yang menggerus popularitasnya di kalangan pendukungnya sendiri? Apa saja faktor-faktor yang barangkali mempengaruhi kebijakan persetujuan Biden atas proyek tersebut? Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut, kita perlu melihat pada kondisi politik domestik dan kondisi politik global yang mempengaruhi kebijakan tersebut dan menjadi faktor pendorong kemunculan kebijakan kontroversial itu.
Dari faktor politik domestik, melambungnya harga bahan bakar dalam negeri dan usaha pemerintah untuk menambah jumlah lapangan kerja merupakan faktor yang mendorong kebijakan tersebut dikeluarkan. Sedangkan dari faktor politik global, konflik Rusia-Ukraina hingga berkurangnya pasokan energi, gas dan minyak bumi ke Amerika Serikat juga tidak bisa diabaikan pengaruhnya terhadap kebijakan pemberian izin pengeboran minyak itu. Bagaimana rincian dari faktor-faktor ini? Berikut ini akan kami jabarkan.
ADVERTISEMENT

Melambungnya Harga Bahan Bakar

Tahun 2022 merupakan tahun di mana harga bahan bakar di Amerika Serikat melambung dengan sangat tinggi. Diketahui harga rata-rata nasional untuk bahan bakar mencapai 5 USD per galonnya (1 galon kurang lebih setara dengan 4,5 liter-pen). Harga tersebut mengalahkan rekor harga tertinggi sebelumnya pada tahun 2008 yakni 4,11 USD per galonnya. Kondisi ini bisa memaksa Pemerintah Amerika Serikat untuk menaikkan suku bunga pinjaman yang tentunya akan sangat mengganggu aktivitas perekonomian Amerika Serikat.
Meskipun saat ini harga rata-rata bahan bakar di Amerika Serikat telah menurun menjadi sekitar 3,44 USD per galon, namun Amerika Serikat masih dihantui oleh kemungkinan naiknya kembali harga bahan bakar. Hal tersebut disebabkan berkurangnya suplai impor bahan bakar dari negara lain seperti Rusia yang saat ini sangat buruk hubungannya dengan Amerika Serikat karena konflik antara Rusia dan Ukraina yang pada akhirnya membuat Amerika Serikat enggan untuk membeli gas dan minyak bumi dari Rusia.
ADVERTISEMENT
Pada kesempatan lain, hubungan Amerika Serikat dan negara OPEC juga berada dalam keadaan yang sangat buruk pasca pemotongan kuota impor minyak ke Amerika Serikat yang dilakukan oleh negara OPEC yang dipelopori oleh Arab Saudi. Keadaan ini merupakan salah satu kondisi yang sangat buruk dalam sejarah hubungan Amerika Serikat dan Arab Saudi terutama dalam beberapa dekade terakhir ini. Sebagaimana yang bisa dibayangkan dampak domestiknya adalah, berkurangnya ketersediaan bahan bakar untuk konsumsi domestik di Amerika Serikat.
Pada sisi lain, perubahan musim dari musim dingin menuju musim semi dalam tren 10 tahun terakhir (pengecualian pada tahun 2020 karena pandemi-pen) menyebabkan meningkatnya jumlah konsumsi bahan bakar di Amerika Serikat karena tuntutan mobilitas masyarakat Amerika Serikat yang juga meningkat pada musim semi. Artinya, permintaan masyarakat Amerika Serikat terhadap bahan bakar yang meningkat pada musim semi tahun 2023 ini yang sudah dimulai pada bulan maret ini akan berdampak pada peningkatan harga bahan bakar di masa depan, paling tidak di tahun 2023 ini.
ADVERTISEMENT
Dengan berkurangnya pasokan dari luar negeri karena berbagai dinamika yang dihadapi Amerika Serikat hingga tuntutan konsumsi masyarakat merupakan beberapa faktor yang mendorong Pemerintah Amerika Serikat untuk memutar otak dalam menghadapi permasalahan ketersediaan bahan bakar dan sepertinya hal ini pula yang menjadi salah satu penyebab Pemerintah Amerika Serikat mengizinkan proyek pengeboran minyak oleh ConocoPhillips tersebut.

Persoalan Lapangan dan Tenaga Kerja

Presiden AS Joe Biden saat mengunjungi Fisherman's Wharf, daerah terdampak badai Ian, di Fort Myers Beach, Florida , AS, Rabu (5/10/2022). Foto: Evelyn Hockstein/REUTERS
Dengan kehadiran pandemi Covid-19 telah menghantam perekonomian Amerika Serikat, khususnya pada persoalan lapangan pekerjaan. Pada tahun 2021, menurut Kementerian Ketenagakerjaan Amerika Serikat, lebih dari 10 juta warga negara Amerika Serikat merupakan pengangguran. Jumlah ini terus bertambah seiring berjalannya waktu. Kementerian tersebut juga melaporkan bahwa 20 juta warga negara Amerika Serikat menerima bantuan pengangguran setiap minggunya. Artinya, jumlah pengangguran di Amerika Serikat meningkat drastis dalam 3 tahun belakangan ini yang konon lebih parah daripada masa-masa Resesi Besar Amerika Serikat yang terjadi sekitar tahun 2007 hingga awal 2010 yang mengakibatkan angka pengangguran mencapai hampir 9 juta warga negara. Meskipun saat ini jumlah pengangguran mengalami penurunan hingga menyentuh angka 5,9 juta warga negara pada bulan februari, namun jumlah ini masih cukup tinggi karena mendekati angka pengangguran pada masa resesi besar Amerika Serikat tahun 2007 hingga 2010 lalu.
ADVERTISEMENT
Pada sisi lain, pasca pandemi, masyarakat Amerika Serikat tampaknya mulai menikmati pekerjaan yang bisa dilakukan dirumah (Work From Home) dan yang bersifat fleksibel tidak terikat dengan aturan kantor misalnya. Sehingga hal ini yang mendorong terjadinya tren pengunduran diri besar-besaran yang paling tidak dimulai pada tahun 2022 lalu dan masih berlangsung hingga saat ini yang mengakibatkan masalah baru dalam dunia kerja Amerika Serikat, yaitu berkurangnya tenaga kerja pada beberapa bidang pekerjaan.
Berdasarkan data tersebut, dapat tergambar bahwa kepemimpinan Biden dalam pemerintahan Amerika Serikat dihadapkan pada kondisi yang cukup rumit untuk menggerakkan perekonomian secara masif, khususnya melalui roda industri-industri besar yang memegang pengaruh dan modal besar dalam perekonomian Amerika Serikat. Pada sisi lain, ironi angka jumlah pengangguran yang tinggi berbarengan dengan pengunduran diri massal oleh pekerja juga menjadi permasalahan yang harus dihadapi oleh Biden.
ADVERTISEMENT

Sudut Pandang Pemerintah Amerika Serikat

Pemerintah Amerika Serikat berargumen bahwa kebijakan pemberian izin pengeboran tersebut demi kepentingan keamanan energi, ekonomi dan pembukaan lapangan kerja baru. Mereka juga berargumen bahwa pengeboran minyak baru di wilayah Alaska tersebut akan memberikan kontribusi ekonomi dan pembangunan yang baik bagi masyarakat asli Alaska. Sebagaimana pernyataan dari Mary Peltola, anggota legislatif Amerika Serikat yang juga berasal dari Partai Demokrat, bahwa Proyek Willow merupakan proyek yang bagus dan diharapkan kelak akan menciptakan lapangan pekerjaan yang layak. Lebih jauh lagi, Proyek Willow ini diharapkan akan membantu mengurangi ketergantungan Amerika Serikat pada pasokan minyak bumi dari luar negeri dan membantu menjaga harga minyak tetap rendah dan terjangkau bagi masyarakat Amerika Serikat.
ADVERTISEMENT
Tidak hanya mendapatkan dukungan dari pihak Pemerintah Amerika Serikat, Proyek Willow dikabarkan juga mendapatkan dukungan dari komunitas masyarakat asli Alaska. Diketahui bahwa Proyek Willow mendapat dukungan juga dari beberapa komunitas masyarakat Alaska. Seperti yang dikatakan oleh Nagruk Harcharek, presiden dari organisasi Voice of the Arctic Iñupiat (sebuah organisasi komunitas masyarakat lokal Alaska yang anggotanya diketahui terdiri dari beberapa unsur pimpinan masyarakat lokal di Alaska-pen) bahwa terdapat “kesepakatan mayoritas” dari masyarakat lokal Alaska untuk mendukung Proyek Willow.
Meskipun pada sisi lain terdapat juga pihak yang menuntut pembatalan proyek tersebut, misalnya organisasi Trustees for Alaska yang diketahui beranggotakan aktivis lingkungan dan masyarakat lokal Alaska. Intinya, terlepas dari perbedaan pandangan di antara masyarakat lokal Alaska sendiri, keberadaan dukungan dari masyarakat lokal Alaska menjadi faktor yang mendorong dan mempengaruhi disetujuinya Proyek Willow.
ADVERTISEMENT

Simpulan

Perubahan iklim merupakan permasalahan serius yang harus diperhatikan setiap manusia yang hidup di bumi. Negara merupakan kumpulan manusia yang setiap kebijakan dan tindakannya memiliki dampak yang sangat besar dalam menangani perubahan iklim. Dari kasus persetujuan Proyek Willow oleh Biden dapat ditarik kesimpulan bahwa tantangan terbesar perubahan iklim adalah ketergantungan yang sangat tinggi dari negara terhadap perekonomian ekstraktif yang sumbernya dari pertambangan mineral. Artinya, secara substansial negara bergerak dengan tenaga yang tidak ramah terhadap lingkungan. Langkah serius dan transformatif harus dilakukan untuk memindahkan perekonomian sumber ekstraktif menjadi perekonomian yang berkesinambungan dalam perbaikan lingkungan.
Pada sisi lain, dibutuhkan “penghijauan” terhadap sistem hukum yang berlaku di suatu negara. Mengambil pelajaran dari kasus Proyek Willow, bahwa pada awalnya proyek ini diajukan pada masa Trump menjabat sebagai Presiden Amerika Serikat, dan perusahaan telah memiliki dasar hukum untuk melanjutkan Proyek Willow ke tahap eksekusi. Artinya, secara hukum yang berlaku di Amerika Serikat, pemerintah berada pada posisi yang tidak diuntungkan apabila membatalkan proyek tersebut. Meskipun demikian, aktivis lingkungan dari organisasi Earthjustice, Abigail Dillen mengatakan bahwa sebenarnya Biden dan Pemerintah Amerika tetap memiliki kewenangan untuk menghentikan Proyek Willow, namun kenyataannya mereka malah mengizinkan proyek tersebut.
ADVERTISEMENT
Terlepas dari perdebatan argumen dari para aktivis lingkungan dan Pemerintah Amerika Serikat, secara global dibutuhkan juga transformasi sistem politik dan hukum guna mendukung kebijakan-kebijakan pelestarian lingkungan alih-alih merusak lingkungan. Sedangkan dari segi etika dan moral politik, yang juga sangat penting adalah sudah seharusnya tokoh politik dan para pemangku kebijakan untuk konsisten dalam menegakkan dan menepati janji-janji yang disampaikan pada masa kampanye, termasuk janji untuk menghasilkan kebijakan-kebijakan yang melindungi bumi dari kerusakan dan bencana iklim.