Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Masyarakat dan Ketidakpercayaan terhadap Polisi
13 Desember 2021 14:09 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Arzha Ali Rahmat tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Kepolisian menjadi garda terdepan dalam menjaga ketertiban, keamanan, dan ketentraman masyarakat. Karena itu polisi seharusnya dipercaya oleh masyarakat sebagai sosok penjaga dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
ADVERTISEMENT
Namun hal tersebut tidak berlaku saat ini. Yang terjadi justru sebaliknya di mana kepercayaan masyarakat terhadap instansi kepolisian semakin berkurang. Hal ini bukannya tanpa alasan, terdapat banyak kejadian yang mendasarinya.
Melansir dari Kompas, seorang korban perampokan di Jakarta Timur dimarahi polisi saat melapor (12/12). Sementara itu di Riau seorang Ibu korban pemerkosaan dimarahi oleh dua oknum polisi (10/12), dilansir dari Kompas. Dan yang sempat heboh adalah kasus mahasiswi UB yang bunuh diri karena dihamili kekasihnya yang anggota kepolisian (9/12), dilansir dari Detiknews.
Kasus-kasus di atas akhirnya memang diusut dan beberapa di antaranya selesai dan berakhir sesuai hukum yang ada.
Tapi hal tersebut tidak lepas dari protes masyarakat. Sebelum adanya protes dan keluhan dari masyarakat kasus-kasus di atas dan banyak kasus serupa tidak mendapat penindakan tegas.
ADVERTISEMENT
Ironis.
Mengingat pemerintah selalu menggebor-geborkan bahwa Indonesia adalah negara hukum.
Protes dari masyarakat setiap hari terus berdatangan. Bahkan pada Oktober 2021 muncul tagar #percumalaporpolisi dan #tidakpercayapolisi di media sosial. Keduanya merupakan bentuk ketidakpercayaan masyarakat terhadap instansi yang sudah ada selama 75 tahun ini.
Rasanya sudah menjadi rahasia umum kalau terdapat banyak penyelewengan dalam instansi kepolisian. Suap saat ada razia kendaraan, penyalahgunaan wewenang oleh oknum polisi, pungli yang dilakukan oleh oknum polisi, dan lain-lain.
Saking lelahnya dengan semua hal tersebut, di sosial media masyarakat menolak menggunakan kata oknum. Yang ada di benak masyarakat adalah semuanya sama. Tidak ada oknum di kepolisian, oknum hanyalah kata yang digunakan instansi untuk menutupi segala kesalahan yang dilakukan oleh anggotanya.
ADVERTISEMENT
Memang benar bahwa tidak semua hal yang dilakukan polisi bersifat negatif. Justru ada banyak hak positif yang berhasil dicapai oleh POLRI.
Namun hal-hal positif tersebut perlahan tertutup oleh hal-hal negatif. Sampai pada titik di mana masyarakat tidak percaya dan tidak peduli kepada polisi.
Kepercayaan bukanlah hal yang sepele. Untuk menumbuhkan kepercayaan dibutuhkan waktu yang tidak sebentar. Sebaliknya untuk menghilangkan kepercayaan sangatlah mudah.
Jika polisi yang hakikatnya ada untuk melindungi dan mengayomi masyarakat tidak bisa dipercaya, maka kita sebagai masyarakat harus percaya kepada siapa. Harus mengadu ke siapa jika terjadi tindakan kriminal.
Ketidakpercayaan ini juga dapat menimbulkan konflik. Entah di internal kepolisian, atau konflik antara masyarakat dengan kepolisian.
Masyarakat Indonesia sudah modern, kritis, dan melek hukum. Jika masyarakat mengetahui ada penyelewengan dalam instansi kepolisian maka masyarakat tidak segan-segan untuk protes, berkomentar, bahkan mengecam.
ADVERTISEMENT
Apakah survei kepercayaan publik ke POLRI yang mencapai 80,2% merupakan hasil nyata?Tanpa adanya kecurangan di dalamnya.
Hanya Tuhan dan masyarakat yang bisa menjawabnya.
Jika survei tersebut memang dapat dipertanggungjawabkan tentunya masyarakat tidak akan membuat tagar-tagar yang menunjukkan ketidakpercayaan. Berita heboh yang memposisikan polisi sebagai tokoh antagonis di dalamnya tidak akan bertebaran.
Kepercayaan publik terhadap polisi tidak hanya dilihat dari angka atau persentase semata. Kepercayaan tercermin dari sikap timbal balik antara satu pihak dengan pihak lain. Dalam hal ini kepolisian dengan masyarakat.
Menanggapi semua hal tersebut akhirnya masyarakat menumbuhkan hubungan yang unik dengan kepolisian.
Love and hate relationship.
Hubungan tersebut berlandaskan kebingungan, ketidakpercayaan, dan pemikiran bahwa tidak ada pilihan lain. Secara garis besar masyarakat tidak percaya pada polisi. Tapi di sisi lain masyarakat tidak mempunyai pilihan selain bergantung pada polisi.
ADVERTISEMENT
Jika ada pencurian kepada siapa masyarakat akan melapor. Jika terjadi tindakan kriminal kepada siapa masyarakat akan mengadu. Jika ada KDRT kepada siapa masyarakat akan membuat laporan. Tidak mungkin masyarakat akan melapor ke TNI atau ke DPR. Tentunya masyarakat akan melapor ke POLRI.
Walaupun tahu laporan-laporan mereka tidak akan diusut atau sulit diusut tapi masyarakat tetap melapor. Dengan harapan bahwa masalah-masalah yang ada dapat teratasi. Dan dengan harapan bahwa semuanya akan mendapat balasan yang setimpal sesuai hukum yang berlaku.
Walau pada kenyataannya terkadang semua itu hanya mimpi belaka.
Akhirnya permasalahan ini berakar pada satu hal. Harus adanya reformasi pada instansi kepolisian. Reformasi yang mencakup banyak hal. Mulai dari Sumber Daya Manusia (SDM), sarana dan prasarana pendukung, peningkatan kinerja, sampai hukuman yang tegas bagi para oknum polisi yang melakukan kesalahan.
ADVERTISEMENT
Jika reformasi ini berhasil dilakukan bukan hanya akan meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap polisi. Tetapi polisi juga dapat menjalankan tugas, wewenang, dan fungsinya dengan baik. Jika semuanya sudah berjalan dengan baik maka keamanan, kenyamanan, dan ketentraman NKRI juga terjaga.
Masyarakat hidup tenang, aman, nyaman, dan tentram. Hubungan polisi dan masyarakat membaik. Pertahanan, persatuan, dan keamanan negara terjaga.
Bukankah itu yang kita semua inginkan?