news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Membangun Indonesia Damai

Asep Saefuddin
Rektor Universitas Al Azhar Indonesia (UAI) - Guru Besar Statistika FMIPA Institut Pertanian Bogor (IPB)
Konten dari Pengguna
8 September 2022 13:09 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Asep Saefuddin tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Bersama Para Statistisi Indonesia. Foto. Dok; @a.saefuddin
zoom-in-whitePerbesar
Bersama Para Statistisi Indonesia. Foto. Dok; @a.saefuddin
ADVERTISEMENT
Damai adalah suatu keadaan harmoni antar berbagai unsur. Tidak ada percekcokan, kebencian, saling caci, saling salahkan, kuat-kuatan yang pada intinya ingin membuktikan dirinya atau kelompoknya lah yang terbaik, kelompok lain selalu salah dan "bego". Suasana ini biasanya diperkuat oleh perbedaan pandangan politik.
ADVERTISEMENT
Sebenarnya perbedaan itu sah-sah saja sejauh disadari bukan untuk kemenangan kelompoknya sendiri. Tetapi untuk kemajuan bersama.
Dalam situasi damai tidak berarti semua berpendapat harus sama atau dipaksa sama. Bukan itu. Tapi dasar dari damai adalah upaya saling mengisi kekurangan masing-masing. Dalam tubuh manusia, damai berarti ada koherensi atau harmonis antara pikiran, hati dan tindakan. Ketiganya sinergi, tidak bertabrakan. Situasi di luar koherensi itu berarti seseorang sedang sakit. Bisa akibat tekanan sosial, ekonomi dan politik atau karena adanya mikroorganisme yang mengganggu tubuh, misalnya terjangkit sakit akibat virus. Situasi ini menyebabkan tubuh tidak harmoni.
Konsep damai itu berarti berkaitan dengan keteraturan baik secara individu maupun secara kelompok masyarakat. Masyarakat adalah kumulatif dari individu. Ego individu juga mengakumulasi jadi kolektif ego. Sehingga jangan heran ada persamaan-persamaan perilaku satu kelompok yang khas dan menjadi penciri masyarakat. Hal itu bisa kesamaan suku, golongan, dan agama.
ADVERTISEMENT
Damai menjadi syarat untuk terlaksananya program-program yang bisa meningkatkan kesejahteraan masyarakat dalam bentuk perbaikan ekonomi, sosial dan politik. Jangan dulu menunggu ekonomi naik baru damai. Tetapi harus damai dulu untuk meningkat ke kesejahteraan ekonomi.
Kasarnya, jangan dulu menunggu kaya baru bahagia. Insya Allah bila kita bahagia, maka akan tercapai kesejahteraan lainnya sebagai dampak.
Untuk mencapai Indonesia yang sejahtera diperlukan tahap awal ialah membangun Indonesia damai. Masyarakat Indonesia yang sangat beragam dan berada di negara kepulauan itu harus merasa damai. Dimanapun mereka berada rasa damai ini menjadi persyaratan. Dengan demikian mereka bisa leluasa bepergian dan bekerja tanpa ada rasa takut dan beban.
Untuk memperoleh rasa damai ini diperlukan pimpinan yang sudah damai dalam dirinya. Artinya dia sehat jasmani dan rohaninya, serta koheren (sinergi) antara pikiran, hati dan perbuatannya. Pikiran-pikiran positifnya dapat menjadi hati nuraninya positif dan perilakunya positif. Secara teori neuroleadership, maka pemimpin itu dapat menggerakkan masyarakat ke arah yang juga positif. Secara psikologi, perilaku itu bersifat menular.
ADVERTISEMENT
Neuro-leader dapat membangun ekosistem yang kondusif terhadap kemajuan yang diharapkan. Untuk itu para pimpinan daerah, para kepala sekolah, para menteri, Presiden, pimpinan partai, pimpinan parlemen, dan komponen bangsa lainnya harus punya visi bersama, yakni Indonesia damai.
Dalam sistem politik, tentu bisa ada perbedaan-perbedaan pandangan. Dalam situasi damai, perbedaan itu disampaikan secara sehat, terbuka, tanpa saling caci maki atau merasa lebih tinggi sehingga cenderung emosional. Sudah sewajarnyalah anggota parlemen (DPR) mempertanyakan kebijakan atau kinerja Menteri dan timnya, tetapi tidak perlu dengan perasaan benci dan emosi. Seakan-akan Menteri itu salah 'melulu'. Begitu juga seorang Menteri tidak perlu emosional terhadap para pembantunya. Bila hal itu tidak terjadi berarti suasana sedang tidak baik-baik saja, atau tidak damai.
ADVERTISEMENT
Jadi saya berpendapat bahwa rasa damai secara individu dan secara kelompok itu sangat penting. Damai di pikiran, damai di hati dan damai di perilaku. Maka efeknya damai di masyarakat. Pada gilirannya, damai dalam situasi politik yang sangat perlu untuk membangun ekonomi negara. Rasa damai itu juga yang akan membangun inovasi dan kreatifitas. Sehingga model ekonomi pun tidak harus mencontek pola negara-negara lain.
Kita harus punya model sendiri. Adapun benchmarking itu sah-sah saja, asal jangan dideteksi bangsa lain. Bila kita damai dan jadi kreatif, bangsa lain pun akan respek. Dan bisa saja mereka belajar ke kita. Intinya, marilah kita membangun Indonesia yang damai.
Upaya menjadikan Indonesia damai harus penuh kesungguhan. Tidak mungkin akan tercapai bila aparat masih korup. Juga 'fairness' dalam perpajakan. Para dosen dan guru yang jelas berkecimpung di dunia pendidikan semestinya mereka tidak perlu wajib pajak. Biarkan mereka mengabdi tanpa harus dibebani pajak. Fokus saja mereka untuk pengabdian melalui mengajar dan meneliti. Supaya mereka kreatif dan inovatif dalam proses pembelajaran. Bila mereka tenang damai maka rasa damainya akan menular kepada peserta didik (siswa dan mahasiswa).
ADVERTISEMENT
Kepolisian harus menjaga dan menjadi model rasa damai. Bukan model kekacauan. Jangan ada satu dua aparat kepolisian yang keluar dari konsep instansi damai. Begitu juga aparat penegak hukum lainnya. Harus menjadi teladan rasa damai. Bukan damai dalam arti semu dan penuh permainan di belakang layar.
Damai harus jadi realita. Bukan pencitraan. Semoga Indonesia damai dapat terwujud, sehingga masyarakat semua dapat tersenyum bahagia. Aamiin.
*Asep Saefuddin, Rektor Universitas Al Azhar Indonesia (UAI) - Guru Besar Statistika FMIPA Institut Pertanian Bogor (IPB)