Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Persoalan Gaya Hidup
17 Oktober 2022 16:10 WIB
·
waktu baca 2 menitTulisan dari Asep Saefuddin tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Dalam situasi saat ini dimana Indonesia (dan bahkan dunia) masih dalam masa transisi untuk bangkit kembali. Kita baru saja selesai dengan terpaan pandemi covid19 yang tidak mudah. Dana pembangunan dialokasikan ke upaya penanggulangan covid19.
Banyak usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) gulung tikar. Efeknya tidak lain adalah PHK, kemiskinan, pengangguran. Situasi yang cukup memprihatinkan. Bayangkan, bila dalam situasi begini, ada orang-orang pamer kekayaan. Yang muncul adalah kecemburuan sosial, bukan keprihatinan sosial. Tentu tidak kondusif terhadap kerukunan warga.
Yang melandasi gaya hidup adalah sifat dasar yang ada di dalam manusia itu sendiri, yakni ego. Keinginan untuk selalu dilihat atau bahkan dipuji orang membuat seseorang bergaya hidup mewah. Kebutuhan egonya merasa terpenuhi bila ada orang yang memperhatikan, dan bahkan memujinya. Walaupun secara diam-diam banyak juga yang menayangkannya, mencemooh atau merasa "sebel".
ADVERTISEMENT
Secara keseluruhan, perilaku hedonis dan gaya hidup mewah itu tidak kondusif bagi suasana damai dan kerukunan sosial. Dengan adanya aparat atau siapapun yang bergaya hidup mewah cenderung membuat segregasi sosial. Hal ini tidak bagus untuk membangun kebersamaan . Itulah sebabnya Presiden Jokowi berkali-kali mengingatkan "hati-hati dengan gaya hidup mewah".
Gaya hidup mewah bukan saja terjadi pada orang atau kelompok orang, juga pada tampilan tampak luar fasilitas. Masih ada gedung-gedung mewah dan mentereng tetapi di dalamnya kurang memperhatikan aspek kesehatan dan estetika. Misalnya fasilitas WC kurang memadai, kurang nyaman, dan bau. Tentu keadaan ini akan menurunkan citra kesungguhan pemilik atau pengelola gedung tentang fungsionalitasnya.
Umumnya memang masyarakat kita tertarik pada tampilan luar. Bahwa di dalamnya kurang terurus, hampir tidak peduli. Gedung-gedung mewah yang tampilan luarnya "wah" sering terjadi di pemerintahan. Banyak sekali gedung-gedung mentereng milik pemerintahan dari pusat ke daerah. Umumnya pandai sekali membangun, tetapi kurang biasa memelihara.
ADVERTISEMENT
itu juga soal gaya hidup mewah. Hati-hati, demikian kata Presiden Jokowi.