Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Belajar Menata Hati
16 Mei 2021 6:49 WIB
Tulisan dari Asep Totoh tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Selepas puasa ramadhan sebulan penuh, suka cita semua berlebaran dalam nuansa kemenangan hari raya Idul fitri. Lebaran menjadi momentum istimewa untuk bersilaturahmi, saling bermaaf-maafan dan memastikan tidak ada lagi unek-unek kekesalan apalagi kebencian di dalam hati. Hal yang harus dihindari karena kebencian yang mendasar di hati dan penyakit hati menjadi yang paling menjerumuskan pada kehinaan, sebab kebencian adalah sumber dari penyakit hati lainnya; seperti penyakit dendam, iri hati, hasad, dan dengki.
ADVERTISEMENT
Apabila sudah ada kebencian di dalam hati, maka segunung kebaikan pun takkan pernah terlihat baik oleh mata kita, sebab saat benci sudah beersarang di hati, maka yang nampak besar di hadapan kita hanya amarah dan amarah. Senyatanya dalam ajaran Islam, hati adalah unsur yang paling penting sebagaimana hadits Rasulullah SAW;
Istilah hati dalam bahasa Arab disebut qalbun, yaitu anggota badan yang terletak di sebelah kiri dada dan merupakan bagian terpenting bagi pergerakan darah. Dikatakan juga hati sebagai qalb, karena sifatnya yang berubah-ubah.
Sebagaimana Rasulullah SAW pernah bersabda, “ Sesungguhnya di dalam tubuh manusia terdapat segumpal daging yang jika baik, maka baiklah seluruh tubuhnya dan jika buruk, maka buruklah seluruh tubuhnya, ia adalah hati.” (HR. Al-Bukhari).
ADVERTISEMENT
Selanjutnya menurut Imam Al-Ghazali dalam kitab Ihya’ Ulumuddin membagi makna hati menjadi dua, yaitu:
Pertama. Daging kecil yang terletak di dalam dada sebelah kiri dan di dalamnya terdapat rongga yang berisi darah hitam. Dan Kedua. Merupakan bisikan halus ketuhanan (rabbaniyah) yang berhubungan langsung dengan hati yang berbentuk daging. Hati inilah yang dapat memahami dan mengenal Allah serta segala hal yang tidak dapat dijangkau angan-angan.
Manajemen hati berarti mengelola hati supaya potensi positif bisa berkembang maksimal menggiring kemampuan berpikir dan bertindak sehingga sekujur sikapnya menjadi positif, dan potensi negatifnya segera terdeteksi dan dikendalikan sehingga tidak berubah menjadi tindakannya.
Kondisi hati manusia ibarat cermin, jika tidak dirawat dan dibersihkan maka ia akan mudah kotor dan berdebu. Mengutip Abdullah Gymnastiar (2006;150), Ibnu Qoyyim Al Jauziyah pernah mengatakan bahwa hati manusia terbagi dalam tiga kriteria, yaitu:
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Semoga kita bisa mendapatkan Qolbun Salim, kita semua senantiasa memiliki jiwa yang tenang tanpa kebencian. Keniscayaannya jika kebencian dan dendam termasuk hal yang sangat merugikan diri sendiri, menghilangkan kebahagiaan, dan menumbuhsuburkan aneka keburukan.
Dalam ajaran Islam jelaslah mengapa Rasulullah saw berpesan agar kita jangan marah dan dendam, pesan beliau tersebut diulang sampai tiga kali. Hal ini menunjukkan betapa buruk kebencian atau dendam tersebut, salah satu efek buruk dari kebencian dan kedendaman adalah menghilangkan kejujuran kita melihat kelebihan dan kebaikan orang yang dibenci.
Ketika kita sudah benci kepada seseorang, apa pun yang dilakukannya niscaya selalu buruk. Jangankan melakukan perbuatan tercela, salat sekali pun akan dipandang buruk. Kebencian juga menghalangi ilmu dan kebaikan yang datang dari orang yang kita benci.
ADVERTISEMENT
Namun, bagi kita menata hati bukan perkara yang mudah akan tetapi jika berhasil melakukannya maka hidupnya akan menjadi tenang, bekerja menjadi ikhlas, dan hidupnya barokah serta indah. Jelaslah jika hati berfungsi sebagai sebuah sistem yang akan menentukan baik buruknya kehidupan manusia.
Rasulullah SAW mengumpamakan hati yang sehat layaknya sebuah cangkir yang paling bening, tipis, dan kuat. Bening berarti bersih dari dosa, sehingga hati menjadi jernih melihat, menimbang, dan menilai suatu masalah. Tipis berarti hati yang lembut, memiliki empati, peka, dan memiliki kecerdasan emosi, sehingga jauh dari sifat-sifat tercela. Kuat berarti tahan banting dan tak mudah pecah atau retak. Maksudnya, hati yang tangguh dan sabar.
Silaturahmi dan menjaga rasa persaudaraan, kerukunan serta persatuan menjadi kunci selanjutnya. Kondisinya jelas kalau kita seorang muslim maka dengan muslim lainnya adalah bersaudara, sehingga tidak sepantasnya ada kebencian yang mengakar dalam diri kita, permusuhan yang bekepanjangan, dan sifat dengki yang menggerogoti akhlak kita. Bukankah Islam adalah rahmat atau dalam bahasa lainnyanya yaitu kasih sayang.
ADVERTISEMENT
Sebagaimana firman Allah swt: "Sesungguhnya orang-orang Mukmin adalah bersaudara, karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu, dan bertaqwalah kepada Allah, supaya kamu mendapat rahmat” (QS.Al-Hujurat {49}:10).
Selanjutnya dari Anas r.a., bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda: "Janganlah engkau semua saling benci-membenci, saling dengki-mendengki, saling belakang-membelakangi dan saling putus-memutuskan ikatan persahabatan atau kekeluargaan dan jadilah engkau semua hai namba-hamba Allah sebagai saudara-saudara. Tidaklah halal bagi seseorang Muslim kalau ia meninggal yakni tidak menyapa saudaranya lebih dari tiga hari."
Alhasil, maka tugas kita pun harus mampu menciptakan suasana ukhuwah yang tinggi, persaudaraan dan kekeluargaan antar sesama muslim dan antar sesama manusia, karena tiada balasan yang pantas dan layak bagi mereka yang menjaga silaturahmi kecuali keridhoan dan keberkahan hidup dari Allah swt.
ADVERTISEMENT
**Asep Totoh-Dosen Ma'soem University, Kepala HRD Yayasan Pendidikan Bakti Nusantara 666 Cileunyi Bandung.