Belajar Merdeka dan Merdeka Belajar

Asep Totoh
Guru SMK Bakti Nusantara 666, Dosen Masoem University, Guru SMP Pasundan Rancaekek
Konten dari Pengguna
1 Mei 2021 7:47 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Asep Totoh tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
PEMBELAJARAN di masa pandemi Covid-19 mengisahkan berbagai ragam cerita mulai dari penyesuaian teknologi, cara belajar, penugasan, pembiayaan dan masih banyak lagi. Dalam proses pembelajaran daring para siswa atau mahasiswa pasti terkendala internet, ada banyak cara yang bisa dilakukan dengan LMS, Googlemeet, Google classroom, jitshi, Zoom atau melalui media sosial.
ADVERTISEMENT
Sering kita ketemui dalam pembelajaran virtual PJJ, para siswa atau mahasiswa yang melakukan offcam dengan alasan penghematan kuota internet, karena untuk seharian belajar saja bisa membutuhkan 3 GB. Maka sering dalam perkuliahan/ pembelajaran yang terlihat hanyalah guru atau dosennya saja, dan menjadikan pembelajaran pun searah.
Sebagai seorang Guru atau Dosen pasti mengenal salah satu ungkapan guru, budayawan, filsuf, ahli politik, dan pemikir Tiongkok yang abadi Confucius (551-479 SM) terkait dengan proses belajar-mengajar ialah ‘I hear I forget, I see I remember, I do I understand’.
Sederhananya yang artinya yaitu Apa yang saya dengar, saya lupa. Apa yang saya lihat, saya ingat. Apa yang saya lakukan, saya paham. Tiga pernyataan sederhana ini membicarakan bobot penting dari pembelajaran aktif.
ADVERTISEMENT
Model I hear I forget adalah model ceramah klasikal yang sering dan mudah dilakukan, namun berapa lama mereka ingat. Artinya dalam belajar jika kita hanya “Mendengar” saja maka akan mudah lupa, beberapa penelitian menyebutkan daya ingat bertahan sekitar kurang lebih 7 menitan.
Memaknai I see I remember adalah kita memfasilitasi pembelajaran secara visual. Dalam hal ini, murid mendapat kesempatan melihat dan memperhatikan objek, gambar, peraga, media tayang elektronik, dan lain-lain. Akan tetapi, jika sebatas melihat saja kata Confucius maka murid akan ingat, tetapi belum tentu mengerti oleh karena itu, pembelajaran mestilah sampai tahap melakukan atau berbuat, ‘I do I understand’.
Ketika proses pembelajaran yang tak sampai pada ukuran ‘I do I understand’ menjadi tidak mendapat tempat berarti. Para guru atau dosen hanya merasa cukup kalau murid-murid atau mahasiswanya patuh, mengikuti peraturan, mendapat nilai yang cukup atau tinggi, dan dengan semua itu orangtua murid/ mahasisa akan merasa senang pula.
ADVERTISEMENT
Sebagai agen utama perubahan, Maka keharusannya untuk memfasilitasi pembelajaran yang bersandar konsep ‘I do I understand’, sehingga guru-guru atau para dosen wajib memiliki hasrat dan kapasitas untuk melakukan itu. Sebab ketika para siswa atau mahasiswa memiliki kemampuan itu, dengan sendirinya mereka memiliki sebuah keyakinan dan kemantapan hati untuk memfasilitasi pembelajaran secara berbeda.
Selanjutnya Mel Silberman (1996) memodifikasi dan memperluas pernyataan Confucius tersebut di atas menjadi apa yang ia sebut paham belajar aktif sebagai berikut: Apa yang saya dengar saya lupa (What I hear, I forget ); Apa yang saya dengar dan lihat, saya ingat sedikit (What I hear and see, I remember a little ); Apa yang saya dengar, lihat, dan tanyakan atau diskusikan dengan beberapa teman, saya mulai paham (What I hear, see, and ask question about or discuss with someone else, I begin to understand ). Apa yang saya dengar, lihat, diskusikan, dan lakukan, saya memperoleh pengetahuan dan keterampilan (What I hear, see, discuss, and do, I acquire knowledge and skill ); Apa yang saya ajarkan pada orang lain, saya menguasainya (What I teach to another, I master ).
ADVERTISEMENT
Pengembangan Mel Silberman memberikan pemaknaan bahwa jika hanya mendengar saja kita akan lupa; ketika kita mendengar dan melihat kita akan sedikit ingat; ketika kita mendengar, melihat, dan mengajukan pertanyaan serta berdiskusi dengan orang lain, kita mulai paham; ketika kita mendengar, melihat, betanya, berdiskusi, dan melakukan maka kita mendapatkan pengetahuan dan ketrampilan; dan ketika kita mengajarkan kepada orang lain maka kita akan menguasai apa yang kita pelajari.
Menjadi tantangan dan tuntutan proses pembelajaran yang dirancang disaat pandemi dan pasca pandemi Covid-19 bagaimana caranya untuk meningkatkan transfer pengetahuan baru, pengalaman baru, dan keterampilan baru sehingga dapat mendorong masing-masing individu dewasa guna meraih semaksimal mungkin ilmu penetahuan yang diinginkanya, apa yang menjadi kebutuhanya, serta keterampilan yang diperlukan.
ADVERTISEMENT
Porses pembelajaran dikelas dengan daring mewajibkan para guru dan dosen harus bisa menemukan, memilih dan juga merumuskan strategi-strategi penting yang harus dilakukan dalam proses pembelajaran agar bisa menciptakan iklim belajar aktif, dan suasana kelas yang positif dan menyenangkan sehingga mampu mencapai tujuan pembelajaran secara efektif.
Proses pembelajaran dengan model pembelajaranya membutuhkan daya dukung seperti sarana/prasarana, bahan kajian atau materi ajar, serta tingkat kemampuan siswa atau mahasiswa. Terdapat beragam model pembelajaran dengan pendekatan 'Learning  Center'  yang bisa diaplikasikan seperti small group discussion, role play and simulation, case study, discovery learning (DL), self directed learning (SDL), cooperative learning (CL), collaborative learning (CbL), contextual instruction (CI), project based learning iv(PjBL), dan problem based learning (PBL).
ADVERTISEMENT
Paling penting pendidikan terbaik dalam proses pembelajaran saat ini adalah menjadi solusi pemecahan masalah kehidupan. Maka sistem dan tujuan pembelajaran pada akhirnya harus bisa diaplikasikan didalam kehidupan, lingkungan, atau kebutuhan kerja para siswa atau mahasiswa. Pembelajarannya bisa dimanfaatkan sepenuhnya untuk menunjang life skill dan life solution para siswa/ mahasiswa pembelajaran yang pada akhirnya akan mampu meningkatkan kualitas kerja dan produktivitas.
Jauh sebelumnya, Ki Hadjar Dewantara menyatakan jika pendidikan itu memberikan dorongan terhadap perkembangan siswa didik, yakni pendidikan mengajarkan untuk mencapai suatu perubahan dan dapat bermanfaat di lingkungan masyarakat. Dalam hal ini, siswa didik diharapkan mampu memberikan manfaat untuk lingkungan keluarga, lingkungan tempat tinggal ataupun untuk masyarakat luas. Selain itu, dengan pendidikan juga diharapkan memberikan peningkatan rasa percaya diri, mengembangkan potensi yang ada dalam diri karena selama ini pendidikan hanya dianggap sebagai sarana untuk mengembangkan aspek kecerdasan, namun tidak diimbangi dengan kecerdasan dalam bertingkah laku maupun dengan ketrampilan.
ADVERTISEMENT
Dunia ini terus berubah, dan setiap perubahan selalu melahirkan tantangan yang berbeda. Esensi pendidikan itu sendiri adalah Memanusiakan Manusia, perubahan era atau zaman apapun pasti akan berimplikasi pada dinamika dan fenomena pendidikan itu sendiri.
Mengutif seorang psikolog yang berhasil mempublikasikan bukunya pada tahun 1069 berjudul "Freedom to learn" Pada pengantar buku tersebut, ketika lima puluh tahun lalu ia mengatakan “Sekolah kita umumnya sangat tradisional, konservatif, birokratis, dan resisten terhadap perubahan. Satu cara yang harus dilakukan untuk menyelamatkan generasi muda ini adalah melalui kemerdekaan belajar”.
Ketika menyoal kemerdekaan belajar, sejatinya sejak lahir manusia sudah memiliki empat hal fitrah dalam belajar yakni; memiliki rasa ingin tahu yang tinggi (intellectual curiosity). Memiliki daya imajinasi kreativitas yang tinggi (Creative imagination). Memiliki kemampuan berpikir untuk menemukan suatu pengetahuan (art of discovery and invention). Memiliki akhlak mulia (noble attitude) terhadap proses penemuan ilmu.
ADVERTISEMENT
Senyatanya jika Merdeka Belajar harus menjadi komitmen bersama sebagai langkah yang tepat untuk mencapai pendidikan yang ideal yang sesuai dengan kondisi saat ini dengan tujuan untuk mempersiapkan generasi yang tangguh, cerdas, kreatif, dan memiliki karakter sesuai dengan nilai-nilai bangsa Indonesia.
Bukankah merdeka belajar memberi kebebasan pada siswa dan guru untuk menguatkan karakter, mengembangkan bakat dan keterampilan yang ada dalam diri karena selama ini pendidikan lebih menekankan pada aspek pengetahuan. Gagasan merdeka belajar memiliki relevansi dengan pemikiran Ki Hadjar Dewantara tentang pendidikan mempertimbangkan aspek keseimbangan cipta, rasa, dan karsa.
Ilsutrasi Anak-Anak sekolah, foto;Pixabay
Saat ini yang menjadi dominan dalam pendidikan dengan menguatkan peran teknologi yang mendisrupsi peradaban, sehingga teknologi dominan mengatur peradaban. Seharusnya peradabanlah yang menguasai dan mengatur teknologi.
ADVERTISEMENT
Senyatanya mewujudkan kemerdekaan belajar dapat ditempuh dengan memahamkan akan hubungan manusia dengan Tuhannya -al Khaliq-. Allah SWT menghendaki manusia untuk belajar ‘menuntut ilmu’ sebagaimana QS Al Alaq: 1-5,
Artinya "Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan (1), Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah (2), Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Mulia(3), Yang mengajar (manusia) dengan pena (4), Dia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya (5).
Dan QS al Mujadillah: 11,
Artinya "Wahai orang-orang yang beriman! Apabila dikatakan kepadamu, "Berilah kelapangan di dalam majelis-majelis, maka lapangkanlah, niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan, "Berdirilah kamu," maka berdirilah, niscaya Allah akan mengangkat (derajat) orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat. Dan Allah Mahateliti apa yang kamu kerjakan.
ADVERTISEMENT
Niscayanya adalah penguatan pendidikan akhlaq mulia dengan keimanan yang akan membawa ilmu sebagai solusi kehidupan di dunia dan akhirat.
"Serentak Bergerak, Wujudkan Merdeka Belajar"
Selamat Hari Pendidikan Nasional 2021.
**Asep Totoh - Dosen Ma'soem University, Kepala HRD Yayasan Pendidikan Bakti Nusantara 666 Cileunyi Bandung.