Konten dari Pengguna

Membatasi Anak Bermedia Sosial

Asep Totoh
Guru SMK Bakti Nusantara 666, Dosen Masoem University, Guru SMP Pasundan Rancaekek
5 Desember 2020 5:00 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Asep Totoh tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi anak balita belajar dengan gadget. Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi anak balita belajar dengan gadget. Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
PEMERINTAH melalui Kominfo akan membuat sebuah terobosan penting dalam RUU Perlindungan Data Pribadi (PDP). Salah satunya, pembatasan usia pengguna media sosial yaitu 17 tahun. Maka, jika usulan ini gol artinya batas minimal usia pengguna Twitter, Facebook, dan Instagram adalah 17 tahun.
ADVERTISEMENT
RUU PDP di dalam daftar usulan Prolegnas prioritas 2021 masuk sebagai usulan pemerintah. Namun kini, pengesahan prolegnas 2021 masih mengalami penundaan di Badan Legislasi DPR.
Sebenarnya Indonesia bukan menjadi negara pertama yang ingin memberlakukan pembatasan usia pengguna sosial, sejumlah negara dunia telah dan akan mempunyai UU tersebut, negara Amerika Serikat, Australia, Uni Eropa dan Filipina sudah lebih dahulu pemberlakuannya.
Terdapat pertanyaan mendasar, Media sosial adalah salah satu sumber informasi masa kini. Namun, apakah medsos aman bagi anak? Berapa batas usia anak boleh menggunakan media sosial?Setujukah adanya pembatasan usia bermedia sosial?
Tantangan nyata peningkatan pengguna internet di Indonesia diproyeksikan tembus 175 juta pada 2019, atau sekitar 65,3% dari total penduduk 268 juta. Angka proyeksi tersebut meningkat 32 juta, atau 22,37% dibandingkan survei terakhir Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) tahun 2017.
ADVERTISEMENT
Data statistik dari Hootsuite dan We are social, diperoleh rilis data waktu akses internet per hari penduduk Indonesia adalah 8 jam 36 menit. Secara acak mereka lakukan 3 jam main medsos, 2 jam lihat video, 1 jam streaming musik. Selebihnya bisa jadi berkepentingan untuk bisnis dan akses informasi lainnya baik berita, pendidikan, dan lain-lain.
Bermedia sosial menjadi sebuah budaya baru, hadirnya media sosial ibarat pedang bermata dua. Satu sisi menimbulkan manfaat positif luar biasa, namun di sisi lain low-taste content yang membanjir melalui internet dapat menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat. Saat ini masyarakat berlomba menjadi yang tercepat dalam membagi informasi di media sosial, terkadang tanpa cek dan ricek dan yang viral dianggap sebagai sebuah kebenaran.
ADVERTISEMENT
Menyikapi perkembangan medsos yang sangat masif menuntut kita semua mencari cara membentengi anak-anak kita khususnya di dalam keluarga dan lingkungannya. Ini sangat penting, mengingat banyak persoalan yang bisa muncul akibat salah menggunakannya. Kondisi itu jelas sekali tidak hanya merusak karakter anak-anak, tetapi juga bisa berdampak masalah hukum.
Ilustrasi Media Sosial, Foto; Shutterstock
Di Ibaratkan pisau bermata dua, media sosial juga memiliki dua sisi. Selain memberikan manfaat, platform jejaring sosial, seperti Facebook, Instagram, dan Twitter, juga punya dampak negatif.
Konten yang tidak terfilter, seperti hoaks dan berbau pornografi, komentar negatif, perundungan (bullying), ucapan kebencian, penipuan, hingga kasus penculikan anak banyak yang bermula dari media sosial.
Selain itu, media sosial juga dapat menyebabkan dampak negatif kepada anak-anak. Misalnya, mengurangi interaksi sosial secara langsung, dapat mengganggu waktu belajar, hingga menyebabkan rendahnya rasa percaya diri dan depresi.
ADVERTISEMENT
Sebenarnya, beberapa media sosial yang ada saat ini sudah memberikan batasan minimal umur 13 tahun bagi penggunanya. Tetapi tampaknya batasan itu hanya sebuah peraturan tertulis saja. Orang masih bisa dengan mudah memalsukan usia mereka saat mendaftar.
Pada kenyataannya, banyak anak-anak di Indonesia, jangan-jangan sepertinya yang baru lahir sekalipun sudah memiliki akun media sosial seperti Instagram. Akun-akun milik anak-anak ini juga memiliki jumlah pengikut yang fantastis.
Dilansir dari kumparan, menyatakan data dari banyak sumber dan menemukan jika umur 13 hingga 17 tahun menjadi pengguna media sosial terbanyak nomor tiga di Indonesia.
Disarikan dari literatur, beberapa aktifitas anak dan remaja terkait dengan media sosial yaitu:
ADVERTISEMENT
Bisakah kita sekarang tidak lepas dari smartphone dan laptop yang terhubung dengan jaringan internet, ditambah masuknya informasi seperti 'air bah' yang tidak bisa dibendung lagi. Niscaya sekali sangat dibutuhkan sikap bijak dan kemampuan literasi sosmed yang diharapkan dapat menyaring informasi yang diterima.
Niscayanya penggunaan teknologi dan kebutuhannya menjadi sesuatu yang tak terpisahkan dari generasi anak zaman now, dengan pitur yang memadai dan teknologi canggih menjadi sesuatu yang sulit dipisahkan. Era Digitalisasi abad 21 menjadikan dunia nyata adalah dunia cyber dimana baik buruknya di dunia nyata adalah sama dengan di dunia cyber, saat ini IT secara nyata “Mendekatkan yang Jauh dan menjauhkan yang dekat” dan bisa jadi hidup tanpa GADGET,hiduppun menjadi GEDJEUD.
ADVERTISEMENT
Karena kepraktisan dan fitur-fiturnya saat ini usia remaja atau pelajar di Indonesia merupakan pengguna gadget atau ponsel aktif dengan istilah yang melekat dengan sebutan “Generasi Tungkul” atau menunduk yang aktivitasnya yang selalu tertunduk asyik menggunakan ponselnya dimanapun ia berada, tidak peduli ditempat manapun.
Menjadi penting juga untuk mengedukasi masyarakat agar menggunakan media sosial secara sehat. Peran pemerintah harus mampu menyeru semua pihak, khususnya pengguna media sosial, untuk menggunakan kebebasan berekspresi secara benar.
Saat ini selain pembatasan usia anak bermedia sosial, menjadi utama adalah membangun komitmen bersama dengan budaya “INSAN CEKREK”, tetapi bukan budaya cekrek nyelfie seperti rutinitas jaman now.
ADVERTISEMENT
Artinya, di mana semua yang berkepentingan dapat memanfaatkan internet secara baik dalam arti tepat guna, aman, sesuai etika, budaya dan norma yang berlaku juga upaya lain yang mengarah pada hasil ciptaan dan karya baru yang berpotensi memberikan manfaat dan nilai tambah yang bisa mendapatkan atau memberikan manfaat yang maksimal dari penggunaan teknologi dan internet, untuk diri sendiri dan orang lain.
Dan harus dilandasi kemampuan berpikir kritis sebagai suatu proses intelektual dalam pembuatan konsep, mengaplikasikan, menganalisis, mensintesis, dan atau mengevaluasi berbagai informasi yang didapat dari hasil observasi, pengalaman, refleksi, di mana hasil proses ini digunakan sebagai dasar saat mengambil tindakan.
Oleh :
Asep Totoh - Dosen Ma'soem University - Kepala HRD Yayasan Pendidikan Bakti Nusantara 666
ADVERTISEMENT