SAMR, Model Pembelajaran Jarak Jauh

Asep Totoh
Guru SMK Bakti Nusantara 666, Dosen Masoem University, Guru SMP Pasundan Rancaekek
Konten dari Pengguna
19 Juli 2021 7:13 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Asep Totoh tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Awalnya dunia pendidikan harus merespon disrupsi pendidikan akibat Revolusi Industri 4.0, pun pembelajaran abad 21 menuntut integrasi Teknologi Informasi dan Komunikasi (ICT) dalam proses belajar mengajar.
ADVERTISEMENT
Selanjutnya pandemi Covid-19 semakin menambah berbagai persoalan pendidikan yang telah ada menjadi lebih kompleks. Dunia pendidikan kita hampir setahun setengah dipaksa melakukan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) dengan daring atau online.
Tahun ajaran baru 2021-2022 sekolah kembali daring, MPLS kembali virtual dan pembelajaran tatap muka (PTM) urung dilaksanakan sampai kita benar-benar aman dari penyebaran virus Covid-19 ataupun varian terbaru Delta.
Selama PPKM darurat sekolah dilarang melaksanakan aktivitas pembelajaran tatap muka, dengan segala kendala yang dihadapi saat pembelajaran daring namun pilihan terbaik untuk keselamatan dan kesehatan para siswa, guru dan masyarakat.
Kita pun tidak tahu kapan pandemi ini berakhir, kita tidak tahu kebijakan sekolah kapan akan tatap muka atau terus dengan daring. Semua sekolah terlebih sekolah swasta saat ini menjadi kekurangan peminat atau calon siswa, banyak sekolah swasta di Jawa Barat khususnya yang berkurang jumlah siswanya sejak pandemi tahun lalu.
ADVERTISEMENT
Hal utama adalah karena faktor ekonomi yang terpuruk, juga karena memilih sekolah negeri menjadi lebih rasional berharap gratis biaya pendidikan. Sebelumnya, Unicef memprediksi sekitar 290 juta anak berpotensi putus sekolah karena pandemi dan tentunya ini akan menjadi masalah berat dunia pendidikan kita.
Selanjutnya menjadi tantangan terberat dunia pendidikan saat ini jika sebelum pandemi para guru harus memberikan layanan pendidikan terbaik melalui model pembelajaran dan metode pengajaran yang interaktif juga menyenangkan. Pilihan pembelajaran jarak jauh (PJJ) ketika pandemi memaksa para guru bekerja lebih berat dua hingga tiga kali lebih bebannya karena harus beradaptasi dan menyesuaikan diri dengan model pengajaran yang tepat serta efektif.
Pembelajaran jarak jauh (PJJ) pun memaksa para guru akrab dengan teknologi dan dunia digital. Di sisi lain, penggunaan teknologi pun memberikan hal positif yang banyak dirasakan para guru selama PJJ. Salah satunya, survei yang dilakukan Kemendikbud-Ristek pada Agustus 2020 dengan melibatkan 384 responden guru menyimpulkan peningkatan keterampilan mengajar berbasis TIK (teknologi informasi dan komunikasi).
ADVERTISEMENT
Tuntutan nyata yang dibutuhkan dalam pendekatan mengajar berbasis TIK bagi para guru adalah bukan sekadar kemahiran teknis atau mekanis dalam menggunakan ragam perangkat digital yang tersedia, namun juga kreativitas dan inovasi dalam proses pembelajaran selama daring sehingga tetap memiliki hasil belajar yang baik dan bermakna bagi siswa.
Sebelum ramai dibicarakan era revolusi industri dan pandemi covid-19, Ruben R. Puentedura (2006) lebih dulu mendalami isu teknologi pendidikan menciptakan model SAMR (substitusi, augmentasi, modifikasi, dan redefinisi).
Model ini menjelaskan, pada level bawah yaitu level substitution dan augmentation bersifat enhachemen (peningkatan) sedangkan pada level modification dan redefinition bersifat transformation (Transformasi), Model ini dibuat bertujuan untuk mengintegrasikan teknologi ke dalam dunia pendidikan.
ADVERTISEMENT
SAMR menjadi menarik untuk dibahas karena model pembelajaran ini memiliki kesamaan dengan teori taksonomi bloom yaitu adanya tingkatan atau tahapan dalam pembelajaran yang dimulai dari level terendah menuju level tertinggi.
SMAR Model, Foto:Wikiversity
Pandemi Covid-19 memaksa akselerasi transformasi dunia digital yang berjalan lebih cepat dari yang seharusnya, namun akhirnya menjadikan model SAMR menemukan jalannya untuk menjadi model pembelajaran masa depan.
Mengutip artikel Youki Terada, A Powerful Model for Understanding Good Tech Integration (2020). Terada menyatakan dalam pembelajaran daring maka guru dihadapkan pada level pertama SAMR; substitusi dan augmentasi.
Pada level subsitusi yang terjadi hanyalah penggantian materi tradisional menjadi materi digital. Misalnya mengubah materi pelajaran di buku dan lembar kerja menjadi PDF dan menampilkannya secara daring. Atau merekam materi pembelajaran via video sehingga membuat perubahan dari synchronous untuk pembelajaran asynchronous.
ADVERTISEMENT
Pada level augmentasi, siswa dapat membuat portofolio digital untuk menyajikan presentasi menggunakan multimedia, atau ketika guru ingin menyelenggarakan kuis. Para siswa dapat menggunakan platform digital seperti Socrative (interaksi siswa berbasis web) dan Kahoot (pembelajaran berbasis permainan).
Pada level modifikasi, kehadiran teknologi telah memberi keleluasaan untuk mendesain ulang model pembelajaran yang dikelola. Para guru bisa mempertimbangkan untuk menggunakan sistem pengelolaan pembelajaran seperti Google Classroom, Moodle, Schoology, atau Canvas untuk menangani aspek logistik dalam menjalankan kelas, seperti melacak nilai, mengirim pesan kepada siswa, membuat kalender, dan memposting tugas.
Guru pun bisa merubah modelnya, siswa bisa mengirimkan konten pengalaman terbaik mereka dalam pekan tersebut kemudian membagikannya di salah satu saluran media sosial mereka disertai sebuah foto menarik yang relevan dan mereka bisa belajar mandiri juga berliterasi lebih luas.
ADVERTISEMENT
Pada level redefinisi, hadirnya teknologi telah memungkinkan model pembelajaran yang sebelumnya tidak terbayangkan dapat dilakukan. Teknologi virtual saat ini bisa menghubungkan siswa ke belahan dunia lain, baik itu dengan siswa lain atau pakar di suatu bidang. Para siswa bisa melakukan kunjungan lapangan virtual, memungkinkan siswa untuk mengunjungi lokasi ke belahan dunia manapun dan bisa berdiskusi dengan siswa lainnya. Teknologi memberikan kesempatan untuk menghadirkan audiens otentik ke dalam kelas virtual dan memberikan kesempatan kepada para siswa dapat menulis, merespon dan mencari solusi masalah global terkini.
Harus diakui jika dalam praktiknya, ketika peralihan pembelajaran dari tatap muka ke pembelajaran daring, mayoritas para guru memang masih berada pada level substitusi dan augmentasi.
Perubahan dan apresiasi kinerja para guru ketika telah pada dua level pertama setidaknya merupakan langkah awal yang baik bagi para guru untuk naik pada langkah berikutnya dari model SAMR; modifikasi dan redefinisi.
ADVERTISEMENT
Alhasil, menjadi penting bagai para guru untuk menggunakan model SAMR dalam pembelajaran daring. Penggunaan model SAMR dalam pendidikan saat ini di masa pandemi, di saat krisis lainnya atau pendidikan masa depan telah mengajarkan bagaimana integrasi teknologi yang baik dalam pembelajaran bukan tentang menggunakan alat yang paling canggih, tetapi lebih pada kemampuan menyadari berbagai opsi yang dimiliki dan cara memilih strategi yang tepat untuk pembelajaran yang akan berlangsung.
** Asep Totoh - Dosen Ma’soem University, Kepala HRD Yayasan Bakti Nusantara 666 Cileunyi.