Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Konten dari Pengguna
Diplomasi Indonesia dalam Perang Rusia dan Ukraina
7 Maret 2022 18:02 WIB
·
waktu baca 5 menitTulisan dari Aswin Ariyanto Azis tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Posisi Indonesia dalam percaturan politik internasional semakin mendapat perhatian dunia. Berbagai macam peristiwa internasional menuntut Indonesia mengambil sikap dan berperan aktif dalam membangun keharmonisan global. Sikap Indonesia dalam perang Rusia dengan Ukraina menjadi sorotan baik dari komunitas internasional maupun dari masyarakat Indonesia sendiri.
ADVERTISEMENT
Dari dalam negeri, beberapa pengamat hubungan internasional mengkritisi sikap Indonesia terhadap perang antara Rusia dan Ukraina. Pertama, mereka menekankan bahwa seharusnya Indonesia tidak menunjukkan keberpihakan dalam perang tersebut. Posisi Indonesia melalui pernyataan Kementerian Luar Negeri yang mengecam serangan militer di Ukraina walaupun tanpa menyebut nama Rusia secara langsung tetap dianggap sebagai bentuk keberpihakan kepada Ukraina yang selama ini didukung oleh negara-negara Barat.
Bahkan ada pula yang mempertentangkan antara pernyataan Kemenlu dengan pernyataan Presiden Jokowi. Menurut mereka, harusnya Kemenlu mengikuti pernyataan Presiden Jokowi melalui media sosial twitternya yang meminta penghentian perang namun tidak menyebutkan satu negara mana pun.
Kedua, beberapa pengamat juga menganggap bahwa politik bebas aktif berarti harus menunjukkan netralitas dengan memilih abstain pada saat pemungutan suara dalam sidang majelis umum PBB yang meminta penarikan mundur militer Rusia. Sikap Indonesia mendukung resolusi justru dianggap sebagai ketidakmampuan mempertahankan prinsip politik bebas aktif dan menyerah terhadap tekanan negara negara Barat.
ADVERTISEMENT
Banyak yang memuji sikap India, Tiongkok, Vietnam, Pakistan, dan negara negara abstain lainnya sebagai bentuk keberanian dalam melawan tekanan Barat.
Sebelum kita terburu-buru menghakimi sikap yang ditunjukkan oleh pemerintah Indonesia melalui pernyataan resmi Kementerian Luar Negeri sebaiknya kita telaah terlebih dahulu secara jeli pernyataan tersebut.
Ada lima butir pernyataan yang dikeluarkan kementerian luar negeri. Butir pertama menyatakan bahwa kepatuhan terhadap prinsip dan tujuan hukum internasional dan Piagam PBB tentang penghormatan terhadap kedaulatan dan integritas nasional harus terus ditegakkan dan oleh sebab itu aksi militer di Ukraina tidak dapat diterima. Butir kedua, serangan militer mengancam kehidupan manusia dan stabilitas keamanan regional dan global.
Di sini sudah jelas Indonesia menunjukkan keberpihakannya pada suatu nilai. Yaitu nilai bahwa semua negara harus menghormati kedaulatan integritas teritorial negara lain. Keberpihakan kepada suatu nilai tidak bisa diartikan hitam putih sebagai keberpihakan kepada salah satu negara.
Sikap Indonesia konsisten menunjukkan nilai yang dipegang teguh oleh Indonesia adalah nilai menjunjung tinggi kedaulatan negara. Sedangkan butir ke tiga, empat dan lima dari pernyataan tersebut pada dasarnya menguatkan amanat konstitusi UUD 1945 yaitu berperan aktif dalam menciptakan perdamaian dunia.
ADVERTISEMENT
Kedua mengenai sikap Indonesia dalam resolusi Majelis Umum PBB tentang penghentian serangan militer Rusia ke Ukraina. Beberapa pihak menyayangkan sikap Indonesia mendukung resolusi tersebut.
Sikap Indonesia dianggap sebagai suatu kekeliruan dalam memahami realitas geopolitik saat ini. Rusia sangatlah penting bagi kepentingan geopolitik, ekonomi dan militer Indonesia, jauh lebih strategis kepentingan Indonesia atas Rusia apabila dibandingkan kepentingan Indonesia atas Ukraina.
Dukungan Indonesia atas resolusi PBB diasumsikan sebagai bentuk tunduknya Indonesia atas kepentingan negara negara Barat yang mendukung Ukraina. Indonesia dianggap lemah dibandingkan dengan India, yang lebih berani mengambil sikap abstain demi kepentingan strategis mereka dengan Rusia. Indonesia juga dianggap lebih mengutamakan pragmatisme politik mencari aman demi suksesnya keketuaan Indonesia dalam forum G-20.
ADVERTISEMENT
Sebenarnya kekecewaan terhadap pernyataan diplomasi Kementerian Luar Negeri maupun sikap Indonesia mendukung resolusi PBB dapat dimaklumi. Masih belum hilang dari ingatan rakyat Indonesia bagaimana negara-negara Barat mendukung invasi militer Indonesia atas Timor leste dengan persepsi ancaman komunisme namun 24 tahun kemudian mereka juga yang menyudutkan Indonesia atas invasi tersebut dengan alasan pelanggaran HAM.
Belum hilang dari ingatan juga bagaimana Barat menerapkan standar ganda, mengecam aksi militer Rusia di Ukraina , namun menutup mata atas agresi militer Israel di Palestina dan invasi AS ke Irak dan Afghanistan. Dukungan banyak pihak atas aksi militer Rusia bisa dimaklumi sebagai bentuk perlawanan terhadap dominasi Barat dan sebagai bentuk pembalasan dendam lama akibat invasi Barat ke negara-negara Timur Tengah.
ADVERTISEMENT
Namun pengambilan kebijakan politik luar negeri tentunya harus mempertimbangkan berbagai segi tidak bisa semata-mata berdasarkan atas pengalaman sejarah, kepentingan politik pragmatis ataupun kekecewaan di masa lalu. Indonesia harus memperhatikan prinsip dasar dan nilai nilai moralitas bangsa Indonesia, rivalitas dan realitas geopolitik saat ini dan kepentingan Indonesia jangka-panjang.
Prinsip Indonesia tidak dapat ditawar. Segala macam bentuk aksi militer, penggunaan kekerasan dalam penyelesaian konflik dan pelanggaran kedaulatan negara tidak dapat dibenarkan. Indonesia tentunya tidak buta dan bisa memahami bahwa aksi militer Rusia terhadap Ukraina diakibatkan oleh persepsi ancaman atas ekspansi NATO ke negara negara perbatasan di sekitar Rusia.
Namun persepsi atas ancaman tersebut tidak dapat membenarkan aksi militer dan pelanggaran kedaulatan terhadap negara lain. Indonesia tidak bisa menciptakan preseden di mana aksi militer ke negara lain dapat dibenarkan hanya karena persepsi ancaman.
ADVERTISEMENT
Persepsi ancaman atas Iran oleh Arab Saudi atau sebaliknya justru hal inilah yang terus menerus menyebabkan perang proksi di Timur Tengah tidak pernah berakhir. Indonesia juga tidak boleh menunjukkan standar ganda, yang mana Indonesia mengecam aksi militer Israel ke Palestina namun mendiamkan aksi militer Rusia di Ukraina. Memahami mengapa Rusia menginvasi Ukraina, bukan berarti membenarkan invasi Rusia terhadap Ukraina. Dua kesalahan tidak membuatnya menjadi benar.
Sikap Indonesia juga tidak bisa disamakan dengan India walaupun sama sama sebagai negara pendiri Gerakan Non-Blok. Kepentingan pragmatis Indonesia berbeda dengan India. India lebih membutuhkan Rusia sebagai penyeimbang rivalitas India-Tiongkok dan India-Pakistan di kawasan Asia Tengah dan Asia Selatan.
India setelah Perang Dunia Kedua memiliki pengalaman berperang langsung dengan negara tetangganya yaitu Tiongkok dan Pakistan. Olehnya, kepentingan keamanan Indonesia dan India tidak sama. Kepentingan jangka panjang Indonesia adalah bagaimana menciptakan stabilitas keamanan kawasan yang terus mendorong pembangunan ekonomi dan tidak terseret dalam perang di mana Indonesia tidak memiliki kepentingan apa pun.
ADVERTISEMENT
Aswin Ariyanto Azis, dosen Hubungan Internasional Universitas Brawijaya.