Mewujudkan Masyarakat Madani, Belajar dari Masa Keemasan Dinasti Umayyah

Nur Muhammad Mahdi Ulil Azmi
Mahasiswa S1 Ilmu Komunikasi Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta
Konten dari Pengguna
7 Desember 2022 20:39 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Nur Muhammad Mahdi Ulil Azmi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Masjid di Indonesia. Foto: Nur Muhammad Mahdi Ulil Azmi
Masyarakat dapat didefinisikan sebagai komunitas yang terdiri dari orang-orang dengan pandangan dan pengalaman yang berbeda. Setiap orang adalah bagian dari masyarakat, dan setiap orang ingin masyarakatnya sempurna. Masyarakat madani dapat didefinisikan sebagai masyarakat di mana setiap orang bahagia dan hidup sehat dan damai. Suatu masyarakat yang disebut madani harus memenuhi syarat-syarat tertentu. Pertama, dalam masyarakat yang beradab atau sempurna, harus ada kesetaraan antar manusia.
ADVERTISEMENT
Dalam masyarakat, setiap orang harus diperlakukan sama, terlepas dari asal atau fisiknya. Yang kaya dan berkuasa tidak boleh mendominasi yang miskin dan tidak berdaya. Dalam masyarakat yang beradab, orang tidak dinilai dari status ekonomi atau penampilannya.
Masyarakat madani juga dapat didefinisikan sebagai masyarakat yang berfungsi secara etis, moral, spiritual dan sosial di bawah standar yang diharapkan. Dalam masyarakat seperti itu, tidak ada kegiatan serius yang mengganggu perkembangan manusia dan pertumbuhan ekonomi. masyarakat madani juga harus damai, bersatu, hidup secara ekonomi dan bebas dari diskriminasi.
Berkaitan dengan masyarakat madani, dalam sejarah islam sempat beberapa kali memiliki peradaban yang mendekati masyarakat madani, dimana islam dipimpin oleh pemimpin yang benar-benar bersikap seadil mungkin kepada rakyat yang dipimpinnya. Salah satu kepemimpinan tersebut terdapat dalam dinasti Umayyah.
ADVERTISEMENT
Dinasti Umayyah
Dinasti Umayyah, dinasti Muslim besar pertama yang memerintah kekaisaran kekhalifahan (661–750 M). didirikan pada tahun 661 di Damaskus. Dinasti mereka menggantikan kepemimpinan empat khalifah pertama—Abū Bakr, ʿUmar I, ʿUthmān, dan ʿAlī. Itu didirikan oleh Muʿāwiyah ibn Abī Sufyān. Dinasti Umayyah, dipimpin oleh Abu Sufyan, adalah keluarga pedagang suku Quraisy yang sebagian besar berpusat di Mekah. Mereka awalnya menentang Islam, tidak berpindah agama sampai tahun 627, tetapi kemudian menjadi administrator terkemuka di bawah Muhammad dan penerus langsungnya.
Dalam perang saudara Muslim pertama (fitnah; 656–661)—perebutan kekhalifahan setelah pembunuhan ʿUthmān ibn ʿAffān, khalifah ketiga (memerintah 644–656)—Putra Abū Sufyān, Muʿāwiyah, yang saat itu menjadi gubernur Suriah, menang atas ʿAlī, menantu Muhammad dan khalifah keempat. Muʿāwiyah kemudian memantapkan dirinya sebagai khalifah Dinasti Umayyah pertama.
ADVERTISEMENT
Mereka memerintah sebuah kerajaan besar , di mana mereka menambahkan daerah yang baru ditaklukkan seperti Afrika Utara (di luar Mesir ), Spanyol, Transoxiana, bagian dari anak benua India, dan banyak pulau di Mediterania (tetapi sebagian besar hilang). Ibu kota Dinasti Umayyah adalah kota Damaskus, Suriah . Namun, kerajaan Islam ini menjadi terkenal karena penaklukannya yang berhasil. Pada akhir dinasti, wilayah kerajaan Dinasti Umayyah membentang dari Eropa Barat hingga Asia Tenggara. Hal ini menyebabkan Islamisasi jangka panjang di Asia Tengah.
Meskipun kekaisaran mencapai ukuran terbesarnya selama masa pemerintahan mereka, perpecahan internal dan perang saudara melemahkan cengkeraman mereka, dan pada 750 M, mereka digulingkan oleh Abbasiyah (memerintah 750-1258 M, sebuah faksi Arab saingan yang mengklaim keturunan dari paman Nabi, Abbas).
ADVERTISEMENT
Kekhalifahan Umayyah mengubah wajah dunia Islam selamanya melalui ekspansi militer, menciptakan sebuah kerajaan besar. Beberapa melihat dinasti mereka (661 - 750 M) sebagai era keemasan. Kehhalifahan Dinasti Umayyah adalah periode transformasional dalam sejarah Islam.
Dinasti Umayyah sangat meningkatkan populasi dunia Islam dari waktu ke waktu melalui penaklukan teritorial , tetapi perkiraan populasi selama puncak Umayyah sangat bervariasi. Salah satu perkiraan, yang diajukan oleh Colin McEvedy dan Richard Jones, penulis Atlas of World Population History (1978), adalah bahwa Dinasti Umayyah menguasai populasi sekitar 20-30 juta orang (Colin: 128).
Sejarawan mencatat bahwa setidaknya lima khalifah besar sangat peduli dengan perkembangan budaya dan wajib militer Islam. Muawiya bin Abi Sufyan, pendiri Dinasti Umayyah, Abd al-Malik bin Marwan, Walid bin Abdul Malik, Umar bin Abd al-Aziz dan pada masa kekhalifahan Hasim bin Abd al-Malik, keadaan negara membaik, rakyat sejahtera dan pembangunan maju pesat.
ADVERTISEMENT
Dari lima khalifah besar Dinasti Umayyah, masa pemerintahan Umar ibn Abd al-Aziz cukup singkat. Meski masa pemerintahannya relatif singkat, ia membawa banyak perubahan dan peradaban Islam. Ketegangan politik mereda, kesetaraan antara Muslim Arab dan Mawali terwujud, pajak yang sangat memberatkan rakyat dimoderasi. Konsentrasi pemerintah lebih pada pengetahuan dan manajemen internal daripada kebutuhan untuk terus memperluas kekuasaan.
Artinya, Khalifah Umar lebih mementingkan pembangunan dalam negeri daripada perluasan wilayah. Namun sayang usahanya untuk memajukan pembangunan agama, budaya, ilmu pengetahuan dan administrasi hanya berumur pendek (Hassan: 95).
Dalam aspek masyarakata ideal, pemimpin seperti Umar ini merupakan sosok yang ideal, dapat dilihat bahwa kinerja umar dalam memimpin Umayyah sangatlah bagus meskipun dalam waktu yang singkat. Umar sangat saleh dan menolak kemewahan duniawi. Dia lebih suka kesederhanaan daripada kemewahan.
ADVERTISEMENT
Dia menitipkan semua aset dan kekayaan yang dimaksudkan untuk khalifah yang berkuasa ke dalam Bait Al Maal. Ia bahkan menelantarkan istana kerajaan dan lebih memilih tinggal di rumah sederhana. Dia mengenakan pakaian kasar alih-alih jubah kerajaan dan sering tidak dikenali di depan umum seperti kakek buyutnya Khalifah Umar ibn Al Khattab.
Terdapat beberapa prestasi dinasti Umayyah yang membuat dinasti Umayyah dikenal sebagai dinasti besar yang berkontribusi besar dalam perkembangan umat muslim. Salah satu yang paling mencolok adalah dalam bidang Pendidikan, sebab dengan kecerdasan orang-orang Umayyah yang membuat dinasti Umayyah menjadi dinasti yang maju.
Ada beberapa tokoh dari Dinasti Bani Umayyah yang sangat mempengaruhi perkembangan ilmu pengetahuan, misalnya Abbas ibn Farnas adalah seorang ahli kimia dan astronom. Dia adalah orang pertama yang mengerti cara membuat kaca dari batu. Ibrahim ibn Yahya al-Naqqash terkenal di bidang astronomi.
ADVERTISEMENT
Dia bisa menentukan kapan gerhana matahari akan terjadi dan berapa lama akan berlangsung. Ia juga berhasil membuat teropong modern yang mampu menentukan jarak antara tata surya dengan bintang. Ahmad bin Ibas adalah seorang ahli kedokteran. Umm Al-Hasan binti Abi Jaafar dan saudara perempuannya Al-Hafidz adalah dokter wanita.
Aspek Sosial
Dalam bidang sosial Bani Umayyah membuka hubungan antara bangsa muslim (Arab) dengan negara taklukan yang dikenal memiliki budaya maju, seperti Iran, Mesir, Eropa, dll. Fitur) dan bangsa-bangsa lain di bawah pemerintahan Islam. (Muhammad Mansur Amin: 106)
Hubungan inilah yang kemudian melahirkan kreativitas baru yang luar biasa dalam bidang arsitektur dan ilmu pengetahuan. Sebagaimana pada masa pemerintahan Khalifah Walid bin Abdul Malik (705-715 M), kekayaan dan kemakmuran melimpah ruah. Dia adalah pria dengan kemauan dan kemampuan yang kuat untuk berkembang.
ADVERTISEMENT
Oleh karena itu, ia menyiapkan gedung, pabrik, dan jalan yang dilengkapi sumur untuk karavan yang menghadap ke jalan tersebut. Dia membangun Masjid al-Amaw yang terkenal di Damaskus hingga hari ini. Selain itu, ia menggunakan kekayaan negaranya untuk menghidupi anak yatim, fakir miskin dan orang cacat seperti lumpuh, buta, dll. Akibat lainnya adalah juga banyak orang-orang dari negeri taklukan yang memeluk Islam..
Saat itu, banyak khalifah Bani Umayyah yang memiliki gaya hidup mewah yang berbeda dengan khalifah sebelumnya. Namun, mereka tidak pernah melupakan yang lemah, miskin dan cacat. Secara khusus, Khalifah Al-Walid mendirikan sekolah kedokteran, melarang penderita kusta mengemis di jalan, dan bahkan memberi penderita kusta peralatan khusus.
Saat itu ada jaminan sosial untuk anak yatim dan anak terlantar (Samsul: 60). Berbagai panti asuhan juga dibangun saat itu untuk menampung dan menyantuni anak yatim piatu, fakir miskin dan cacat. Orang-orang yang terlibat dalam kerja kemanusiaan ini menerima gaji tetap dari pemerintah. (Yatim: 139)
ADVERTISEMENT
Aspek Ekonomi
Apalagi pada masa Bani Umayyah, perekonomian sangat sukses. Di wilayah luas yang ditaklukkannya, ia mampu memanfaatkan potensi ekonomi negara-negara yang ditaklukkannya. Mereka juga mampu mengangkut sejumlah besar budak ke dunia Muslim. Penggunaan pekerjaan ini memungkinkan orang Arab untuk hidup dari tanah yang ditaklukkan dan menjadikan mereka kelas pemungut pajak, yang memungkinkan mereka untuk mengeksploitasi tanah seperti Mesir, Suriah, dan Irak (Muphrodi: 80).
Tetapi Bani Umayyah tidak hanya terlibat dalam eksploitasi, yang bersifat padat karya, tetapi juga memperjuangkan kemakmuran tanah yang telah mereka taklukkan. Hal ini terlihat dari kebijakan gubernur Irak yang saat itu dijabat oleh al-Hajjaj bin Yusuf. Ia berhasil memperbaiki kanal sungai Efrat dan Tigris, mengembangkan perdagangan dan memperbaiki sistem timbangan, takaran dan keuangan (Muphrodi: 76).
ADVERTISEMENT
Dengan demikian, sumber ekonomi Daul Umayyah berasal dari potensi ekonomi negara-negara yang ditaklukkan, dan beberapa budak dari negara-negara yang ditaklukkan dipindahkan ke dunia Islam. Namun, kebijakan yang paling strategis pada masa Daula Ummaya adalah sistem pemerataan ekonomi.
Khususnya dalam pemerintahan Umar bin Abdul Aziz, Reformasi dan kelonggarannya yang murah hati membuat orang-orang menyetor pajak mereka dengan sukarela. Ibn Kathir menulis bahwa berkat reformasi yang dilakukan Umar, pendapatan tahunan dari Persia saja meningkat dari 28 juta dirham menjadi 124 juta dirham.
Hasilnya adalah selama masa pemerintahannya yang singkat selama dua setengah tahun, orang-orang menjadi begitu makmur dan puas sehingga sulit menemukan orang yang mau menerima sedekah. Mengikuti teladan Nabi Suci (saw), Umar mengirim utusan ke Cina dan Tibet, mengundang para penguasa mereka untuk memeluk Islam. Pada masa Umarlah Islam berakar dan diterima oleh sebagian besar penduduk Persia dan Mesir.
ADVERTISEMENT
Dia menghapuskan pajak rumah, pajak perkawinan, pajak meterai dan banyak pajak lainnya juga. Ketika para pejabat mengeluhkan bahwa karena konversi, pendapatan pajak negara mengalami penurunan tajam, Umar membalas dengan mengatakan bahwa “Nabi Muhammad (saw) diutus sebagai seorang nabi (untuk mengundang orang-orang ke Islam) dan bukan sebagai pemungut pajak."
Belajar dari Dinasti Umayyah, untuk mewujudkan masyarakat madani secara umum dapat dilakukan dengan menyeimbangkan semua aspek yang ada dalam masyarakat, baik itu sosial, budaya, ekonomi, pemerintahan dan kemajemukan lainnya. Namun disisi lain dalam penerapannya juga terdapat aspek yang harus dikorbankan, dlam kasus Umar bin Abdul Aziz, dalam masa kepemimpinannya beliau mengorbankan pendapatan pajak negara sehingga menurun tajam, tetapi dibalik penurunan tersebut Umar bermkasud untuk malakukan islamisasi untuk mewujudkan masyarakat madani dalam pandangan islam.
ADVERTISEMENT
Dinasti Umayyah juga tidak selalu memiliki pemimpin yang apik dalam memimpin suatu negara, hanya beberapa yang dikenal hingga membawa dinasti Umayyah menuju ke masa keemasannya. Suatu masyarakat madani tidak dapat diwujudkan apabila dipimpin oleh pemimpin yang tidak apik sebab dalam pemimpinlah yang mempunya peran besar, apakah masyarakat tersebut bisa menjadi masyarakat madani atau tidak.
Berdasarkan narasi diatas dapat dilihat bahwa masyarakat islam dalam pemerintahan Dinasti Umayyah mendekati syarat menjadi masyarakat madani, dalam konteks ini hanya fokus pada masyarakat asli Arab, bukan masyrakat yang dijajah oleh Dinasti Umayyah. Dilihat dari aspek sosial, Pendidikan, dan ekonomi Dinasti Umayyah sangat mendominasi dan bisa membuat rakyatnya menjadi lebih Makmur dan hidup dalam kesejahteraan dan perdamaian meskipun berdampingan dengan kaum yang berbeda.
ADVERTISEMENT
Dalam penerapan masyarakat madani dalam islam, jika ditelaah dari masa keemasan Dinasti Umayyah maka dapat diambil pelajaran bahwa untuk mewujudkannya sangat sulit dan membutuhkan pemimpin yang berkesinambungan dan konsistensi tinggi dalam memimpin.
Dinasti Umayyah begitu sulit untuk dipimpin karena daerah kekuasaannya yang begitu luas dan para pemimpin yang tidak konsisten pada prinsip islam. Dari hal tersebut dapat dikehatui bahwa untuk mewujudkan masyarakat madani akan lebih mudah apabila wilayah yang dipimpin memiliki skala yang lebih kecil dengan memperhitungkan SDM yang memimpin akan lebih bisa diawasi dengan lebih baik,
Referensi
Colin McEvedy dan Richard Jones, Atlas Sejarah Penduduk Dunia (1978), hlm. 128.
Yatim, Badri. 2004. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Jakarta: Rajawali Grafindo Persada.
ADVERTISEMENT
Hassan Ibrahim Hassan, Sejarah dan Kebudayaan Islam, Yogyakarta: Kota Kembang, 1989.
Mufrodi Ali. 1997. Islam di Kawasan Kebudayaan Arab. Jakarta: Logos.
Samsul Nizar, Sejarah Pendidikan Islam; Menelusuri Jejak Sejarah Pendidikan Era Rasulullah sampai Indonesia, (Jakarta: Kencana Peradana Media, 2009), cet ke-3, h. 60