Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.94.0
Konten dari Pengguna
Filosofi Miqat dan Ihram: Napak Tilas Perjalanan Menuju Keabadian
12 Januari 2025 8:16 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Prof. Dr. Bambang Irawan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Di dalam bus yang melaju perlahan dari Madinah menuju Bir Ali, suasana terasa hening namun penuh makna. Para jemaah dituntun melafalkan Niat melaksanakan Umrah. Selaku Tour leader yang berdiri di depan dan memegang mikrofon, saya melanjutkan pesan-pesan spiritual agar menambah khidmat dan khusyuk para Tamu Allah. "sebentar lagi kita akan sampai di Bir Ali, tempat kita berniat untuk berihram. Ingatlah bahwa miqat bukan hanya sebuah tempat. Miqat adalah momen sakral, di mana kita memulai perjalanan spiritual menuju Allah. Miqat adalah saat untuk meninggalkan duniawi, melepaskan ego, dan merendahkan hati kita di hadapan-Nya." demikian saya memulai tausiyah.
ADVERTISEMENT
Miqat adalah titik awal perjalanan, bukan sekadar laku fisik, tetapi juga laku batiniah. Bukan cuma olah raga tapi juga olah rasa. Saat memulai Miqat, setiap egoisme, keangkuhan, rasa paling suci, atau merasa paling hebat harus ditanggalkan. Miqat mengajarkan bahwa kita hanyalah hamba, yang datang dengan penuh ketundukan kepada Sang Pencipta. Dalam langkah pertama di miqat, seolah ada bisikan lembut yang mengingatkan, "Tinggalkan semua kesombonganmu di sini. Perjalananmu adalah perjalanan jiwa, dan rasa bukan pencapaian dunia."
Pakaian ihram yang dikenakan, sesungguhnya menyimpan sebuah simbol kuat terpancar bahwa kita adalah apa yang kita pakai. Ihram, dengan warna putih yang suci, adalah lambang kesetaraan. Tidak ada perbedaan antara yang kaya dan miskin, yang bergelar atau tidak, yang berpangkat tinggi atau rakyat biasa. Semuanya sama di hadapan Allah, yang dinilai hanyalah ketakwaan.
ADVERTISEMENT
Ihram juga menjadi simbol perjalanan kematian; dua lembar kain itu menyerupai kain kafan, mengingatkan bahwa kelak kita akan menghadap Allah dalam keadaan seperti ini – tanpa harta, tanpa jabatan, tanpa apa pun selain amal dan hati yang bersih.
Melangkah dalam ihram adalah sebuah harapan, harapan untuk bertemu Allah dalam keadaan seputih kain ihram. Kain yang membungkus tubuh itu mengingatkan kita untuk menjaga diri, hati, dan pikiran dari segala yang kotor dan tidak layak di hadapan-Nya.
Di balik setiap langkah menuju Ka’bah, terselip doa-doa tulus untuk ampunan dan rahmat-Nya. Ihram adalah peringatan bahwa hidup di dunia hanyalah perjalanan sementara menuju kehidupan yang sejati.
Perjalanan umrah ini bukanlah akhir, melainkan sebuah permulaan. Umrah bukan sekadar ritual, tetapi sebuah perjalanan menuju keabadian. Miqat dan ihram mengajarkan bahwa cinta dunia hanyalah ilusi; yang abadi adalah cinta kepada Allah. Perjalanan ini mengajak kita untuk bermuhasabah, merenungi makna hidup, dan menata langkah agar lebih bermakna. Ridha Allah adalah tujuan tertinggi, dan kehidupan yang penuh ketundukan adalah jalannya.
ADVERTISEMENT
Begitu Ihram dikenakan dan Miqat telah dilewati maka Perjalanan menuju keabadian telah dimulai. Napak tilas ini bukan sekadar untuk menapaki jejak para nabi, tetapi juga untuk menemukan diri, meninggalkan dunia, dan berserah sepenuhnya kepada Sang Pemilik Kehidupan. Saat Lafaz Talbiyah dilantunkan itu artinya "Ya Allah kami sadar bahwa kami bukan hanya siap memenuhi panggilan Mu dari Jakarta menuju Rumah SuciMu, tapi kami juga siap memenuhi PanggilanMu yang sesungguhnya yaitu kematian. Kami berharap padaMu ya Allah, agar pada waktu detik-detik terakhir hidup kami di dunia Engkau berkenan memanggil kami dengan penuh kerinduan sebagaimana kerinduan kami kepadaMu." amiin.