Pembatasan Lagu ala KPI Jabar, Musikus: Pendengar Kita Lebih Cerdas

Konten Media Partner
1 Maret 2019 18:40 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Musikus balada Adew Habtsa. (Iman Herdiana)
zoom-in-whitePerbesar
Musikus balada Adew Habtsa. (Iman Herdiana)
ADVERTISEMENT
BANDUNG, bandungkiwari – Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Jawa Barat dianggap kurang memahami pendengar atau penikmat musik menyusul munculnya pembatasan jam tayang sejumlah lagu berbahasa Inggris.
ADVERTISEMENT
Musikus balada Bandung, Adew Habtsa, mengatakan pendengar musik tanah air saat ini lebih cerdas dan bisa memilah mana musik yang terbaik baginya, tanpa perlu dipagari dengan aturan yang kaku.
“Pendengar kita hari ini lebih cerdas. Jangan sampai terkesan mengira kita semua tak bernalar dan tak miliki akal sehat,” ujar Adew, saat dihubungi Bandungkiwari, Jumat (1/3).
Selain itu, gitaris yang aktif di komunitas Manjing Manjang ini menilai aturan ala KPID Jabar tersebut tidak akan efektif alias percuma. Tidak akan efektifnya pembatasan karena di zaman ini orang tak lagi bergantung pada lembaga penyiaran seperti radio dan televisi yang merupakan domain KPI. Orang dewasa maupun anak-anak sudah biasa memperoleh informasi dan hiburan seperti musik dari internet yang bukan domain KPI.
ADVERTISEMENT
“Larangan ini ga akan efektif, kecuali banyak petugas yang mengawasinya. Tapi yang terpenting, kesadaran estetika tidak bisa dikekang sama aturan yang kaku, karena seni soal rasa dan hati,” ujarnya.
Namun ia khawatir pihak yang pertama kena imbas dari aturan KPID Jabar itu adalah pihak-pihak yang terkait dengan industri kreatif musik mulai dari pegiat musik atau musikus, pencipta atau penulis lagu. Aturan ini bagi mereka akan dirasa menjajah, ada semacam pembatasan kreativitas dalam berkarya.
“Atau mungkin bisa jadi kepada penulis lagu agar lebih bisa berkreasi dengan karya yang bergizi, selain menghibur dan menyehatkan jiwa raga,” ucapnya dengan nada satir.
Adew menduga, munculnya aturan KPID Jabar mungkin sebagai bentuk kasih sayang orang tua yang terlalu berlebihan terhadap anak-anak atau generasi penerus.
ADVERTISEMENT
“Sampai-sampai lagu-lagu tersebut di atas dianggap akan membawa pengaruh buruk pada pendengar, teristimewa kita yang tergolong lemah dan masih labil dalam bersikap,” katanya.
Hanya saja setiap hal yang berbau larangan akan menimbulkan perlawanan dan keingintahuan. Contohnya RUU permusikan yang baru-baru ini sempat menuai reaksi seniman karena diduga malah akan membunuh kreativitas.
“Semakin dilarang, justru akan makin subur pencarian. Kadang-kadang maksud baik pencegahan, tapi yang terasa pembunuhan kreativitas,” katanya. (Iman Herdiana)