Peneliti dari Kampus Dalam dan Luar Negeri Kaji Masalah Citarum Lewat Pendekatan Seni

Konten Media Partner
23 November 2018 11:25 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Peneliti dari Kampus Dalam dan Luar Negeri Kaji Masalah Citarum Lewat Pendekatan Seni
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
Dosen dan peneliti dari Van Hall Larenstein University of Applied Sience, Belanda, berkolaborasi dengan ITB, Universitas Telkom dan Itenas mengkaji permasalahan sungai Citarum melalui strategi kreatif. (Istimewa)
ADVERTISEMENT
BANDUNG, bandungkiwari - Permasalahan sungai Citarum yang tak kunjung selesai, menarik banyak pihak untuk ikut berpartisipasi. Melalui Living Lab Upper Citarum, Van Hall Larenstein University of Applied Sience, Belanda dengan pembiayaan dari SIA Belanda, berkolaborasi dengan ITB, Universitas Telkom dan Itenas, melaksanakan kegiatan strategi kreatif berbasis partisipasi warga dalam bentuk pemetaan, lukisan dan puisi.
Beberapa instansi terkait Citarum seperti BBWS, DLH Jabar, DLH Kabupaten Bandung, BPSDM Jabar, APPLI, Disperkim dan komunitas Elingan turut serta dalam rangkaian kegiatan 12- 22 November 2018 ini.
Dikutip dari siaran pers yang diterima Bandungkiwari.com, kegiatan Living Lab Upper Citarum diawali dengan pelatihan 21st Century skills bagi akademisi dan aparat pemerintahan yang akan menjadi fasilitator kegiatan partisipasi di masyarakat. Metode penyelesaian masalah melalui pemetaan kondisi terkini, pemetaan imajinasi di masa depan, dilanjutkan dengan kegiatan seni membuat lukisan ekspresif dan puisi untuk sungai Citarum menjadi pengetahuan baru bagi fasilitator.
ADVERTISEMENT
Hari berikutnya fasilitator melanjutkan dengan studi lapangan ke warga desa Ciwalengke dan Sukahaji, Majalaya. Warga yang memiliki masalah seperti banjir, ketiadaan air bersih, belum ada pengelolaan sampah, sanitasi yang tidak memadai, penyakit kulit dan polusi asap pabrik pun dibimbing untuk membuat pemetaan kondisi dan masalah mereka, kemudian dilanjutkan dengan memetakan pula gambar lingkungan yang diharapkan.
Kegiatan dilanjutkan dengan melukis abstrak dan membuat puisi. Warga sangat antusias dengan kegiatan seni ini karena sudah lama tidak pernah melakukannya.
Hasil pemetaan, lukisan dan puisi ini kemudian dicetak dan dibawa ke Desa Cipaku, Banjaran yang juga berada di sekitar Citarum dan dekat dengan kawasan pabrik. Perwakilan warga Majalaya mempresentasikan karyanya, lalu mendiskusikan masalah dan mengeksplorasi alternatif solusinya.
Peneliti dari Kampus Dalam dan Luar Negeri Kaji Masalah Citarum Lewat Pendekatan Seni (1)
zoom-in-whitePerbesar
Simposium mini Living Lab Upper Citarum di ITB, Bandung. (Istimewa)
ADVERTISEMENT
Tampak beberapa solusi yang ditawarkan seperti bank sampah dan pembuatan daur ulang limbah pun, belum memuaskan warga. Keterbatasan distribusi hasil pengelolaan bank sampah di masyarakat menjadi kendala. Muncul pula masalah kualitas hasil produk daur ulang yang tidak memiliki nilai jual di pasar yang membuat masyarakat enggan untuk melanjutkan program daur ulang.
Puncak kegiatan ini adalah pemaparan hasil kegiatan alur puisi sebagai strategi kreatif yang dilaksanakan lewat simposium mini di ITB, Kamis, (22/11/2018). Para undangan dari UNWIM, UNPAS, Satgas CItarum Harum, Universitas Kebangsaan, Deltares Belanda serta beberapa warga negara Belanda ikut berpartisipasi mengikuti paparan tim Living lab, mengomentari karya puisi warga CItarum, pemutaran film dokumenter kegiatan dan membuat usulan kegiatan lanjutan Living lab.
ADVERTISEMENT
Pada simposium tersebut, Dr. Ir. Dwina Roosmini, dosen Program Studi Teknik Lingkungan dan Prodi Rekayasa Infrastruktur Lingkungan, Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan ITB, sebagai peneliti Living Lab menyampaikan hasil diskusi dengan perwakilan beberapa institusi terkait Citarum yang hadir.
“Living Lab merupakan suatu konsep penelitian dan inovasi yang melibatkan perguruan tinggi, masyarakat, pemerintah, dan sektor swasta/industri dalam menyelesaikan permasalahan di masyarakat, konsep ini memungkinkan terjadi pertukaran informasi dan pembelajaran antara masyarakat dengan stakeholder Living Lab terkait,” kata Dwina Roosmini.
Ia mengungkapkan, selama kegiatan Living Lab, telah terjadi interaksi dengan berbagai pihak terkait, perwakilan dari universitas, Pemerintah Daerah Kabupaten dan Provinsi dan menghasilkan berbagai masukan serta keinginan untuk berpartisipasi dalam kegiatan Living Lab Citarum Hulu.
ADVERTISEMENT
“Usulan kegiatan konkret yang telah didiskusikan adalah, Living Lab ini merupakan kegiatan atau metoda yang dapat dikembangkan lebih lanjut sebagai suatu upaya untuk meningkatkan sinergi antara instansi dalam menyelesaikan permasalahan di masyarakat secara langsung di lapangan,” katanya.
Usulan tersebut meliputi pembuatan Instagram Living Lab Citarum Hulu, mensinergikan kegiatan KKN mahasiswa dan kegiatan pengabdian masyarakat pada Perguruan Tinggi dengan kegiatan Living Lab dan program pemerintah, pemetaan sosial masyarakat sebagai dasar perencanan perbaikan kondisi lingkungan di masyarakat.
Sementara dosen Fakultas Komunikasi dan Bisnis, Universitas Telkom, Ira Dwi Mayangsari mengatakan, rangkaian kegiatan Living Lab dilakukan melalui pendekatan multidisiplin yang melibatkan bidang keilmuan Teknik Lingkungan – ITB, Communication, Participation and Social Ecological Learning Van Hall Larenstein – University of Appiled Sciences, serta Ilmu Komunikasi - Universitas Telkom.
ADVERTISEMENT
“Diharapkan kegiatan Living Labs ini dapat terus dikembangkan dengan dukungan berbagai pihak terkait dan dilaksanakan dengan prinsip transparansi sebagai bagian dari kegiatan pembelajaran dan penelitian untuk mendapatkan solusi inovatif dalam menyelesaikan permasalahan di masyarakat dengan prinsip pembangunan berkelanjutan atau Sustainable Development,” kata Ira. (Iman Herdiana)