news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Benarkah Benteng Otanaha, Gorontalo, Dibangun Pakai Putih Telur?

Konten Media Partner
22 Januari 2020 12:45 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Benteng Otanaha, terletak di dataran tinggi Kelurahan Dembe, Kecamatan Kota Barat, Kota Gorontalo. Rabu, (22/1). Foto: Dok banthayoid ( Wawan Akuba)
zoom-in-whitePerbesar
Benteng Otanaha, terletak di dataran tinggi Kelurahan Dembe, Kecamatan Kota Barat, Kota Gorontalo. Rabu, (22/1). Foto: Dok banthayoid ( Wawan Akuba)
ADVERTISEMENT
BANTHAYO.ID, GORONTALO - Akhir pekan menjadi momen untuk masyarakat menyerbu tempat-tempat wisata. Di Gorontalo, salah satu tempat yang menjadi favorit adalah Benteng Otanaha. Minggu 19 Januari 2020, tampak sejumlah masyarakat asyik berswafoto bersama pasangan, keluarga dan teman-teman di lokasi benteng.
ADVERTISEMENT
Benteng Otanaha di difavoritkan oleh masyarakat karena letaknya berada di dataran tinggi Kelurahan Dembe, Kecamatan Kota Barat, Kota Gorontalo. Dari ketinggian sekitar 73 meter di atas permukaan laut (MDPL) tersebut, wisatawan bisa melihat panorama alam Gorontalo. Melihat bukit-bukit yang mengelilingi kota dan Danau Limboto yang kritis akibat pendangkalan. Untuk menarik perhatian wisatawan, sejumlah fasilitas umum dibangun oleh pemerintah setempat.
Keunikan tempat ini yang diceritakan secara luas adalah sebuah kepercayaan tentang pembangunannya yang menggunakan telur burung Maleo (Macrocephalon maleo). Bagian putih telur konon digunakan untuk merekatkan antara batu dan pasir pembangunan Benteng Otanaha.
Benteng Otanaha, memiliki ketinggian sekitar 73 meter di atas permukaan laut (MDPL). Foto: Dok banthayoid ( Wawan Akuba)
Sebenarnya, dalam sejarah perkembangan peradaban pembangunan di Indonesia, cerita tentang kemampuan nenek moyang merekatkan batu dan pasir hanya dengan menggunakan zat putih telur, tentu bukanlah hal baru. Benar atau tidak, cerita legenda ini tentu akan cepat dipercaya karena diceritakan turun-temurun. Walaupun sebenarnya, tidak ada dokumen yang bisa dirujuk untuk mengungkap hal itu secara ilmu pengetahuan.
ADVERTISEMENT
Sehingga, setiap pemandu wisata, pasti menceritakannya pada wisatawan yang ia ajak ke benteng ini. Pengulas tempat di internet juga ikut menulis cerita ini dan menjadi bumbu dalam tulisan mereka.
Keunikan tempat ini yang diceritakan secara luas adalah sebuah kepercayaan tentang pembangunannya yang menggunakan telur burung Maleo (Macrocephalon maleo). Foto: Dok banthayoid ( Wawan Akuba)
Namun, benarkah demikian? Untuk memastikan teori tersebut, Rabu (22/1), banthayoid menghubungi Irfanuddin Marzuki, salah seorang arkeolog dari Balai Arkeologi Yogyakarta. Sebagai arkeolog, Irfanuddin sudah cukup akrab dengan Gorontalo. Di tahun 2018 kemarin, dalam menyelesaikan studi kedokterannya di Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, ia meneliti perkembangan morfologi Kota Gorontalo dari masa tradisional hingga kolonial. Selain itu, Irfanuddin juga pernah melakukan ekskavasi Benteng Nassau di pusat Kota Gorontalo pada awal 2019 kemarin.
Melalui sambungan telepon, Ifranuddin mengungkapkan bahwa, jika dipandang dengan ilmu hitung-hitungan bangunan, fakta tentang putih telur digunakan merekatkan batu dan pasir dan kemudian membentuk bangunan sebesar itu, tentu tidak mungkin.
ADVERTISEMENT
“Ilmu pengetahuan tentang bangunan kan sekarang berkembang. Jika kita kalkulasi dengan hitung-hitungannya, misalnya dengan melihat ketebalan dindingnya, lalu tinggi dan fisik lainnya, akan berapa kira-kira putih telur yang disiapkan. Tentu jutaan,” katanya.
Panorama Danau Limboto terpampang luas dari atas benteng. Foto: Dok banthayoid ( Wawan Akuba)
Sehingga secara ilmiah, cerita pembangunan menggunakan putih telur ini tidak masuk di akal menurutnya. Tapi ia pun mengakui bahwa memang di setiap daerah, rata-rata untuk tempat-tempat bersejarah diceritakan seperti itu. Ada mitos yang di luar nalar seperti itu yang kemudian digunakan untuk mengungkapkan betapa hebatnya pembangunan itu.
Bagian putih telur konon digunakan untuk merekatkan antara batu dan pasir pembangunan Benteng Otanaha. Foto: Dok banthayoid ( Wawan Akuba)
“Niatnya mungkin memang untuk menceritakan tentang kehebatan nenek moyang kita. Tapi kan di luar nalar. Kenapa tidak kita ceritakan bahwa kehebatan nenek moyang kita itu dulu bagus. Sudah menemukan atau membuat semen jauh sebelum semen masuk ke Indonesia. Artinya, menggunakan kandungan lokal dalam membangun bangunan yang kuat,” katanya.
ADVERTISEMENT
Dalam sejarah penemuan beton, Irfan mengungkapkan bahwa sebelum adanya semen, nenek moyang kita itu awalnya menggunakan kapur dalam pembangunan. Kapur itu dibakar dan kemudian menjadi bubur yang menyerupai semen. Ini yang kemudian digunakan untuk merekatkan pasir dan batu untuk bangunan, menurutnya.
Di Benteng Otanaha terdapat, sejumlah fasilitas umum yang dibangun oleh pemerintah setempat bagi wisatawan yang berkunjung. Foto: Dok banthayoid ( Wawan Akuba)
“Kandungan zat kapur itu setiap daerah mungkin saja berbeda-beda. Kapurnya seperti apa, ya mungkin bentuknya yang lama-lama menyerupai telur. Dan itu yang kemudian dianggap adalah telur,” ungkapnya.
Sebagai arkeolog yang sering melakukan ekskavasi bangunan-bangunan tua yang hilang, juga meneliti kandungan-kandungan keping bangunan, Irfan mengungkapkan belum pernah mendeteksi adanya telur dalam kandungan bangunan tersebut. Walaupun sebenarnya, telur kemungkinan saja tidak terdeteksi karena memang tidak menjadi zat dominan. Karena bisa saja menggunakan telur tapi ia menduga bahwa itu hanya dalam seremoninya saja, dan tidak telur secara keseluruhan. Sehingga jika diteliti pun kandungannya, tidak mungkin dapat mendeteksi zat telur.
Daerah sekitar Benteng Otanaha merupakan daerah yang banyak terdapat batu gamping. Foto: Dok banthayoid ( Wawan Akuba)
Irfanuddin sendiri melihat, daerah sekitar Benteng Otanaha merupakan daerah yang banyak terdapat batu gamping. Dan dalam sejarah pembangunan benteng, biasanya bahannya diambil dari material yang terdapat di sekitar lokasi pembangunannya. Maka batu gamping bisa saja digunakan dalam pembangunannya. Juga terdapat batu kapur yang kalau dibakar, akan berubah bentuk menjadi cair seperti bubur.
Di Benteng Otanaha terdapat, sejumlah fasilitas umum yang dibangun oleh pemerintah setempat bagi wisatawan yang berkunjung. Foto: Dok banthayoid ( Wawan Akuba)
“Jadi, kemungkinan besar memang batu kapur yang dibakar ini yang kemudian digunakan sebagai zat penyusun bangunan Banteng Otanaha. Karena kalau dilihat wilayah sekitar, banyak sekali tambang-tambang batu kapur. Potensinya banyak. Kalau mau dari jauh tidak mungkin. Daerah itu kan dahulu, pasti kan hutan. Pasti orang membangun benteng itu kan material yang paling dekat yang ada itu yang dipakai. Kalau saya cenderung batu kapur,” tutupnya.
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
----
Reporter: Wawan Akuba