Di Tangan Iwan Yusuf, Sawah di Gorontalo Dibentuk Jadi Not Balok

Konten Media Partner
28 Desember 2019 13:27 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
Not khatulistiwa dibuat dari benih padi, di atas lahan sawah seluas 1.500 meter persegi. Sabtu, (28/12). Foto : Dok Banthayo.id (Wawan Akuba)
BANTHAYO.ID, GORONTALO - Tidak seperti biasa, sore itu, lalu lintas yang biasanya langgeng mendadak macet. Di jalan Khalid Hasiru yang membelah area persawahan di Desa Huntu Selatan, Kabupaten Bone Bolango, Gorontalo, kendaraan berjalan pelan melewati pondok-pondok masyarakat yang menjual kudapan lokal, deretan musisi yang sedang memainkan musik etnik Gorontalo, dan pengunjung yang berdiri di tepi jalan.
ADVERTISEMENT
Para pengunjung ini sedang menunggu pembukaan pameran tunggal bertema "Menghadap Bumi". Adalah sebuah pameran "land art" dengan deformasi bentuk sawah di wilayah itu hingga membentuk notasi balok yang diberi judul "Not Khatulistiwa".
Pameran "land art" dengan deformasi bentuk sawah, membentuk notasi balok yang diberi judul Not Khatulistiwa. Foto : Dok Banthayo.id (Wawan Akuba)
Notasi balok adalah sistem penulisan lagu atau karya musik yang dituangkan dalam bentuk gambar. Pameran ini sendiri adalah karya seniman kawakan di Gorontalo, Iwan Yusuf. Ia juga merupakan salah satu perupa Tupalo Gorontalo.
Ide judul pameran ini sebenarnya dicetuskan berdasarkan kondisi Gorontalo yang merupakan daerah di Indonesia yang dilewati oleh garis khatulistiwa. Sedangkan "Menghadap Bumi" adalah tema yang ia anggap sebagai “Titik Nol”, yang berarti kembali ke dasar. Tidak hanya itu, tema itu juga berarti sebuah keyakinan kuat atas pentingnya menengok dan menandai hal-hal sebagai ide dasar karya atau peristiwa yang jauh dari hiruk pikuk kantong seni mapan, lalu kembali mengayakan pusat medan seni itu sendiri.
ADVERTISEMENT
Dalam menciptakan karyanya ini, Iwan menaburkan benih padi pada sebidang sawah. Areal itu seluas 1.500 meter persegi dan merupakan milik masyarakat setempat yang direlakan untuk dijadikan lokasi pameran.
Pameran seni tersebut digelar Desa Huntu Selatan, Kabupaten Bone Bolango, Gorontalo. Foto : Dok Banthayo.id (Wawan Akuba)
Karya "Not Khatulistiwa" ini sendiri adalah kelanjutan atas jejak karya Land Art dan Site Spesific yang pernah dibuat oleh Iwan sebelumnya, di antaranya "Bayi Angsa" di Gunung Banyak, "Urat Nadi" di Sumber Air Gemulo, yang berlangsung di Kota Batu, Jawa Timur, dan "Lahilote" di atas permukaan danau Limboto, Gorontalo.
Selain tema-tema terakhirnya tentang ikon daerah pesisir, Iwan Yusuf juga mulai tertarik dengan ide di sekitar daerah agraris. Hal itu merupakan proses pencahariannya atas makna hubungan yang erat antara tanah dan air.
ADVERTISEMENT
Donasi Untuk Kegiatan Maa Ledungga
Pameran "Menghadap Bumi" ini terselenggara atas undangan dan kerja sama dengan komunitas perupa Tupalo Gorontalo dan penduduk setempat yang menyelenggarakan pameran seni rupa pasca panen padi "Maa Ledungga". Dibuka pada 27 Desember 2019 dan akan berlangsung hingga 12 Januari 2020. Pembukaannya ditandai dengan pengguntingan pita merah oleh Ibu Martin Ali, seorang masyarakat setempat yang rela meminjamkan sawahnya untuk pameran tersebut.
Untuk bisa melihat langsung dan menikmati karya yang dibuat oleh Iwan ini, Tupalo Gorontalo membuat sebuah panggung panjang dengan tinggi 10 meter. Panggung itu terbuat dari instalasi bambu. Untuk sampai ke atas, pengunjung cukup menaiki tangga yang sudah disiapkan. Walaupun begitu, sistem bergantian diberlakukan, karena jumlah pengunjung yang diperbolehkan untuk naik ke atas dibatasi hanya sepuluh orang saja. Hal itu untuk mengantisipasi kejadian yang tidak diinginkan. Sedangkan untuk anak kecil, wajib didampingi oleh orang tua.
Pameran ini adalah karya seniman kawakan di Gorontalo, Iwan Yusuf. Foto : Dok Banthayo.id (Wawan Akuba)
Di hari pertama digelar, Tupalo Gorontalo menggratiskan tiket naik ke atas panggung tersebut, namun di hari kedua setelah itu, setiap pengunjung yang ingin naik akan dikenakan tiket sebesar lima ribu rupiah. Seluruh hasil penjualan tiket sepenuhnya didonasikan untuk biaya pameran seni rupa pasca panen padi "Maa Ledungga" di desa tersebut.
ADVERTISEMENT
Walaupun begitu, dengan disediakan panggung setinggi 10 meter tersebut, tidak kemudian membuat pengunjung puas. Ivol Paino yang saat itu hadir, kemudian mencari cara tersendiri dalam menikmati karya Iwan. Ia menerbangkan pesawat tanpa awak miliknya, lalu memotret karya tersebut dari ketinggian lebih dari 20 meter.
“Untuk kebutuhan foto, rasanya tidak cukup jika hanya menaiki panggung itu. Jadi saya pikir menggunakan ‘drone' lebih baik. Karena bisa mengambil ‘lanscape’ wilayah sawah, dan memberi pandangan yang lebih luas,” ungkapnya, Sabtu (28/12).
Ivol yang merupakan seorang videografer itu mengaku tertarik untuk memfilmkan karya tersebut. Menurutnya, ini merupakan kesempatan langka di Gorontalo. Karena sebelumnya, untuk karya Iwan di Danau Limboto, ia tidak sempat mengabadikannya.
Pameran "Menghadap Bumi" ini terselenggara atas undangan dan kerja sama dengan komunitas perupa Tupalo Gorontalo dan penduduk setempat. Foto : Dok Banthayo.id (Wawan Akuba)
“Waktu di Danau Limboto itu saya tidak sempat ambil gambarnya. Sehingga untuk pameran ke-2 di Gorontalo ini, saya harus memiliki gambar yang bagus. Rasanya saya tertarik untuk membuat film pendeknya, ya minimal orang di luar, yang tidak bisa ke sini, bisa tahu bagaimana indahnya karya ini,” katanya.
ADVERTISEMENT
Di tempat yang sama, Ina, salah satu pengunjung wanita yang berada di atas panggung, berdecak kagum ketika melihat karya tersebut dari atas. Ia tidak habis pikir bagaimana caranya membuat sebuah gambar dengan skala besar semacam itu.
Ide judul pameran ini sebenarnya dicetuskan berdasarkan kondisi Gorontalo yang merupakan daerah di Indonesia yang dilewati oleh garis khatulistiwa. Foto : Dok Banthayo.id (Wawan Akuba)
“Saya penasaran, bagaimana si Iwan ini menciptakan gambar dengan skala besar seperti ini. Rasanya kok seperti mustahil. Maksud saya, kok bisa sangat presisi dan rapi sekali seperti ini. Saya pernah melihat karya pertamanya, tapi hanya di video di Youtube, jadi memang tidak terlalu tertarik,” ungkapnya.
Ina memuji karya Iwan. Ia tidak menyangka ternyata perkembangan seni di Gorontalo begitu besar. Hal-hal yang ia kira hanya ada di luar daerah, ternyata bisa juga dilakukan oleh orang Gorontalo.
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
“Melihat bagaimana kreatifnya seniman Gorontalo, saya pikir betul kata OHD tempo lalu, Gorontalo bisa jadi ibu kota seni rupa di Sulawesi,” tutupnya.
-----
Reporter :Wawan Akuba