Gegara Pantai Ratu, Desa Tenilo Ditolak Masuk Desa Wisata

Konten Media Partner
17 November 2019 12:24 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Panorama wisata Pantai Ratu yang berada di Desa Tenilo, Kecamatan Tilamuta, Kabupaten Boalemo, Gorontalo. Minggu, (17/11). Foto : Dok Banthayo.id (Wawan Akuba)
zoom-in-whitePerbesar
Panorama wisata Pantai Ratu yang berada di Desa Tenilo, Kecamatan Tilamuta, Kabupaten Boalemo, Gorontalo. Minggu, (17/11). Foto : Dok Banthayo.id (Wawan Akuba)
ADVERTISEMENT
BANTHAYO.ID, GORONTALO - Aliansi masyarakat sipil yang terdiri dari LSM, peneliti, praktisi, komunitas pemerhati lingkungan dan sejumlah jurnalis di Gorontalo menolak dimasukkannya Desa Tenilo, Kecamatan Tilamuta, Kabupaten Boalemo, dalam 10 besar nominasi pemenang Lomba Desa Wisata Nusantara 2019.
ADVERTISEMENT
Pengumuman nominasi Desa Wisata Nusantara itu disampaikan oleh Direktorat Jenderal Pembangunan dan Pemberdayaan Desa (PPMD), Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi RI, pada 30 Oktober 2019.
Pembangunan wisata di kawasan Desa Tenilo dinilai tidak berbasis lingkungan dan menabrak banyak aturan. Foto : Dok Banthayo.id (Wawan Akuba)
Pengumuman itu menyebut, Desa Tenilo masuk dalam 10 nominasi Desa Wisata Kategori Berkembang. Pemberian nominasi itu berdasarkan hasil verifikasi lapangan oleh tim lomba Desa Wisata Nusantara pada tanggal 7 hingga 26 Oktober 2019.
Sebagai penilaian selanjutnya, kemudian Kepala Desa Tenilo diminta untuk memaparkan materi berserta foto dan video tiga menit di hadapan juri, pada 19 November 2019 di Gedung B Ditjen PPMD Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, Jakarta Selatan.
Dengan informasi tersebut, perwakilan setiap lembaga dan elemen masyarakat dalam aliansi masyarakat sipil membubuhkan tanda tangan sebagai bentuk keberatan terhadap penetapan wilayah Desa Tenilo sebagai desa wisata. Ada sekitar 20 orang yang mewakili lembaganya masing-masing untuk memberi tanda tangan disurat penolakan.
ADVERTISEMENT
Sikap keberatan dari aliansi masyarakat tersebut karena pembangunan wisata di kawasan Desa Tenilo dinilai tidak berbasis lingkungan dan menabrak banyak aturan. Dalam suratnya jelaskan, ada dugaan perusakan mangrove di kawasan lindung di Desa Tenilo yang diperuntukkan pembangunan dan pengembangan areal wisata Pantai Ratu Boalemo. Karena berdasarkan survei lapangan dan merujuk pada peta tumpang tindih antara kawasan hutan dan Peta Indikatif Penundaan Pemberian Izin Baru (PIPPIB) revisi XV, lokasi wisata Pantai Ratu Boalemo berada di kawasan hutan lindung dan sebagian arealnya masuk dalam PIPPIB tersebut.
Sarana Prasarana penunjang yang ada di Pantai Ratu seperti cottage, dan sebagian akses jalan masuk juga berada di kawasan hutan lindung atau ekosistem mangrove. Sedangkan jembatan kayu, dermaga dan gazebo masuk dalam areal PIPPIB. Oleh karena itu, pembangunan sarana dan prasarana wisata Pantai Ratu Boalemo belum boleh dibangun dan dikembangkan, sebelum areal tersebut dikeluarkan dari PIPPIB revisi ke XV.
Ada dugaan perusakan mangrove di kawasan lindung di Desa Tenilo yang diperuntukkan pembangunan dan pengembangan areal wisata Pantai Ratu Boalemo. Foto : Dok Banthayo.id (Wawan Akuba)
Selain itu, disebutkan juga, pembangunan kawasan Pantai Ratu bertentangan dengan beberapa pasal dalam Peraturan Daerah (PERDA) Provinsi Gorontalo Nomor 4 Tahun 2018 tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (RZWP-3-K) Provinsi Gorontalo Tahun 2018-2038.
ADVERTISEMENT
Pasal yang dilanggar di antaranya adalah pasal 57 ayat 1 yang menyatakan bahwa setiap orang yang melakukan pemanfaatan ruang dari sebagian perairan pesisir dan perairan pulau-pulau kecil secara menetap wajib memiliki izin lokasi dari Gubernur. Lalu ayat 2 menyatakan, izin lokasi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 diberikan berdasarkan alokasi ruang dan harus memenuhi syarat sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Lebih lanjut dalam surat tersebut menjelaskan, pembangunan wisata Pantai Ratu Boalemo di kawasan hutan lindung juga dinilai bertentangan dengan Peraturan Daerah (PERDA) Provinsi Gorontalo Nomor 7 Tahun 2016 tentang pengelolaan ekosistem mangrove. Beberapa aturan yang dilanggar di antaranya adalah pasal 20 ayat 1 yang berbunyi, pemanfaatan sumber daya ekosistem mangrove untuk tujuan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat 1 huruf a, wajib memiliki izin lingkungan. Namun, pembangunan dan pengembangan areal wisata Pantai Ratu belum memiliki izin lingkungan.
Pembangunan wisata Pantai Ratu Boalemo di kawasan hutan lindung juga dinilai bertentangan dengan Peraturan Daerah (PERDA) Provinsi Gorontalo Nomor 7 Tahun 2016 tentang pengelolaan ekosistem mangrove. Foto : Dok Banthayo.id (Wawan Akuba)
Karena Pantai Ratu berada di dalam kawasan hutan lindung, maka wajib untuk kegiatan pembangunan wisata tersebut memiliki dokumen Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL). Hal itu sesuai dengan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup (Permen LH), nomor 5 tahun 2015 tentang jenis rencana usaha dan atau kegiatan yang wajib dilengkapi dengan analisis dampak lingkungan hidup. Sedangkan pemrakarsa kegiatan-- Pemerintah Kabupaten Boalemo-- belum memiliki izin lingkungan tersebut sebagai dasar pembangunan dan pengembangan wisata tersebut.
ADVERTISEMENT
Rahman Dako, salah satu yang menandatangani surat keberatan tersebut mengungkapkan, untuk desa yang memiliki wisata pantai, lalu daerah wisata tersebut diberikan juara, maka yang perlu ditinjau adalah konsep pembangunan dan pengembangan wisatanya tersebut. Apakah sudah memperhatikan aspek lingkungan dan tidak ada eksploitasi yang justru merusak lingkungan.
Sehingga kalau nanti desa wisata ini kemudian mendapat juara, berarti memang pemerintah mendukung wisata yang tidak ramah lingkungan. Karena jelas dalam sejumlah kajian, pengembangan Pantai Ratu bermasalah dalam banyak aspek. Bahkan menurut Rahman, UU yang ditabrak oleh pembangunan dan pengembangan Pantai Ratu ini sudah lebih dari satu UU. Sehingga dari aspek hukum pun sudah salah.
Pemerintah Kabupaten Boalemo-- belum memiliki izin lingkungan sebagai dasar pembangunan dan pengembangan wisata tersebut. Foto : Dok Banthayo.id (Wawan Akuba)
“Masih banyak menurut saya desa-desa yang inovatif, memiliki desa wisata yang bagus tanpa merusak lingkungan,” katanya, Minggu (17/11).
ADVERTISEMENT
Rahman yang merupakan perwakilan dari Kelompok Kerja Mangrove Daerah (KKMD) Provinsi Gorontalo juga menambahkan, juri yang melakukan survei terhadap Desa Tenilo hingga memberi nominasi, tidak melihat persoalan yang ada dengan tajam. Artinya adalah, ada beberapa kriteria yang diabaikan oleh tim penilai saat melakukan kunjungan lapangan dan verifikasi lomba Desa Wisata Nusantara tersebut.
----
Reporter : Wawan Akuba