Konten dari Pengguna

Atap Hijau, PBB Lebih Ringan: Solusi Atasi Panas di Kota Besar

Bella Zulfanita Yasmin
Mahasiswa Politeknik Keuangan Negara STAN
12 Februari 2025 15:54 WIB
·
waktu baca 9 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Bella Zulfanita Yasmin tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi atap hijau (Sumber: pexels.com, dibagikan oleh Diego Abello Rico)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi atap hijau (Sumber: pexels.com, dibagikan oleh Diego Abello Rico)
ADVERTISEMENT
Di tengah hiruk-pikuk wilayah metropolitan dengan segala kesibukan dan kepadatan penduduknya, timbul tantangan dalam menghadirkan ruang hidup yang sehat dan nyaman. Salah satu tantangan yang signifikan berkaitan dengan suhu terik yang melanda kota-kota besar. Keadaan tersebut kian memburuk akhir-akhir ini, dengan fakta bahwa tahun 2024 merupakan tahun terpanas di Indonesia berdasarkan pengamatan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) dalam kurun waktu 43 tahun terakhir.
ADVERTISEMENT
Merujuk pada catatan BMKG pada Oktober 2024, suhu di Jakarta mencapai 34 hingga 36 derajat Celsius. Sementara itu, suhu di Semarang mencapai 37 hingga 37,8 derajat Celsius. Lebih lanjut, suhu di Makassar sempat menyentuh 37,4 derajat Celsius. Kota-kota besar lainnya seperti Palembang, Surabaya, dan Medan juga kerap mengalami cuaca panas dan tidak jarang menempati jajaran teratas kota dengan cuaca terpanas di Indonesia. Hal ini merupakan kenyataan yang sulit untuk diterima.
Apa Penyebabnya?
Fenomena pulau panas perkotaan atau urban heat island (UHI) menjadi salah satu faktor penyebab cuaca panas yang dirasakan oleh penduduk kota-kota besar. World Meteorological Organization (2023) mendefinisikan urban heat island sebagai efek pemanasan atmosfer yang diukur dari perbedaan signifikan antara suhu udara permukaan area perkotaan dan non-perkotaan. Dengan kata lain, UHI adalah fenomena suhu tinggi di daerah perkotaan yang melampaui daerah sekitarnya.
ADVERTISEMENT
Permukiman padat penduduk yang berdampingan dengan gedung-gedung perkantoran, keramaian arus lalu lintas di jalan raya dengan emisi karbon yang tinggi, serta minimnya ruang terbuka hijau di kota-kota besar merupakan sebagian faktor yang melatarbelakangi UHI. Secara spesifik, material bangunan yang digunakan untuk berbagai aktivitas penduduk kota seperti hunian, gedung kantor, dan kompleks perbelanjaan sering kali menggunakan material yang menyerap dan menyimpan panas di siang hari yang selanjutnya dilepaskan pada malam hari. Hal ini menyebabkan suhu udara di kota-kota besar terasa panas meskipun hari sudah malam.
Fenomena ini berpotensi memberikan dampak negatif terhadap kesehatan penduduk, mulai dari dehidrasi hingga heat stroke, khususnya bagi kelompok rentan seperti anak-anak, lansia, dan pekerja lapangan. Penurunan kualitas udara serta peningkatan konsumsi energi akibat bahan bakar dan penggunaan listrik juga merupakan dampak negatif yang ditimbulkan oleh UHI. Oleh karena itu, kondisi suhu panas terik di perkotaan ini menjadi perhatian khusus yang perlu ditangani.
ADVERTISEMENT
Alternatif Solusi
Berbagai opsi penanganan tersedia untuk menekan intensitas UHI, contohnya adalah pengadaan dan perbaikan ruang terbuka hijau seperti taman dan hutan kota, juga penciptaan danau buatan yang dapat mengurangi suhu panas melalui penguapan air. Tak hanya itu, alternatif opsi yang patut dipertimbangkan adalah pembangunan atap hijau. Jika ruang terbuka hijau dan danau buatan lebih memungkinkan untuk dibangun oleh entitas besar seperti pemerintah atau perusahaan swasta, pembangunan atap hijau dapat direalisasikan secara mandiri oleh penduduk kota-kota besar, mulai dari hunian atau tempat tinggal masing-masing.
Atap hijau dapat diuraikan sebagai atap sebuah bangunan dengan media tanam yang digunakan untuk berbagai vegetasi, baik sayuran, buah-buahan, tanaman hias, hingga bunga liar. Selain melindungi bangunan dari cuaca panas, atap hijau merupakan desain ramah lingkungan yang membantu menyerap dan menyaring air hujan, memberikan efek pendinginan, dan meningkatkan kualitas udara. Sebuah studi pada 3 kota yang dilakukan oleh Lukinov et al. (2024) menunjukkan bahwa atap hijau mampu menurunkan suhu permukaan hingga 5 derajat Celsius. Sementara itu, penelitian yang dilakukan oleh Li, Bou-Zeid, dan Oppenheimer (2014) di wilayah metropolitan Baltimore-Washington selama gelombang panas pada Juni 2008 menunjukkan bahwa semakin besar proporsi atap hijau, semakin signifikan penurunan intensitas UHI.
ADVERTISEMENT
Lebih lanjut, secara ekonomis, efek pendinginan yang dihasilkan oleh atap hijau dapat mengurangi konsumsi energi bagi penghuni tempat tinggal karena berpotensi mengurangi ketergantungan terhadap penggunaan pendingin ruangan. Vegetasi yang ditanam pada atap juga dapat disesuaikan dengan kebutuhan penghuni, bahkan dapat menambah stok sayuran dan buah-buahan untuk konsumsi. Maka dari itu, atap hijau menjadi solusi yang menguntungkan secara ekologis dan ekonomis.
Refleksi Global
Pembangunan atap hijau perlu dipromosikan secara masif di kalangan penduduk perkotaan. Tentunya, hal ini membutuhkan dukungan penuh dari pemerintah. Di berbagai penjuru dunia, sejumlah wilayah telah memiliki kebijakan untuk mempromosikan program atap hijau.
Di Kanada, Pemerintah Kota Toronto menawarkan program pendanaan untuk mendorong pemasangan atap hijau bagi berbagai properti, termasuk hunian, sebesar $100 per meter persegi atap hijau yang dipasang. Program yang dikenal sebagai “Eco-Roof Incentive Program” ini telah mendukung instalasi untuk lebih dari 600 atap hijau dengan total luas yang melebihi 1,14 juta meter persegi. Kota-kota lain, seperti Kota Basel di Swiss serta Melbourne di Australia juga memiliki program insentif serupa untuk meningkatkan adopsi atap hijau di wilayahnya. Bahkan, beberapa wilayah seperti Seoul, Tokyo, dan Sydney telah memiliki regulasi yang mewajibkan instalasi atap hijau bagi bangunan-bangunan tertentu.
ADVERTISEMENT
Selain itu, pemanfaatan atap hijau juga dapat digalakkan melalui program insentif berupa pengurangan pajak. Sebagai contoh, Pemerintah Kota New York, Amerika Serikat, memperkenalkan program “Green Roof Tax Abatement” pada tahun 2008 dengan jangka waktu empat tahun yang kemudian diperpanjang hingga saat ini. Program yang dicanangkan oleh Departemen Keuangan dan Departemen Bangunan New York ini memberikan pengurangan pajak properti untuk bangunan yang memiliki atap hijau hingga mencapai $200.000. Secara lebih rinci, pengurangan pajak diberikan sebesar $10 per kaki persegi dari luas atap hijau. Adapun untuk distrik tertentu yang menjadi prioritas, pengurangan yang diberikan bertambah menjadi sebesar $15 per kaki persegi.
Untuk dapat berpartisipasi dalam program ini, atap hijau harus memenuhi standar teknis yang ditetapkan oleh Departemen Bangunan. Untuk memastikan atap hijau sudah dipasang sesuai dengan persyaratan, arsitek atau insinyur berlisensi harus terlibat dalam proses pengajuan bersama dengan pemilik properti. Struktur bangunan harus dipastikan kuat untuk menopang atap hijau serta sistem konstruksi atap dan drainase harus dipastikan sesuai dengan regulasi yang berlaku. Tidak hanya itu, pemilik properti juga harus mempersiapkan rencana perawatan atap hijau, baik dijalankan secara mandiri maupun oleh pihak lain. Berbagai persyaratan ini berfungsi untuk menjamin efektivitas implementasi program.
ADVERTISEMENT
Skema Penerapan di Indonesia
Berkaca pada New York, insentif pajak untuk meningkatkan pembangunan atap hijau di kota-kota metropolitan Indonesia merupakan sebuah konsep yang layak direalisasikan oleh pemerintah. Implementasi insentif pajak dapat berbentuk pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) bagi bangunan yang memiliki atap hijau. Lebih tepatnya, pengurangan PBB bagi atap hijau dapat dimulai dengan berfokus pada PBB Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2), yakni pajak atas bumi dan/atau bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau Badan, sehingga kebijakan yang mengatur pengurangan PBB-P2 ini berada langsung di bawah kewenangan pemerintah daerah.
Pemberian insentif PBB-P2 ini dapat dimulai dari wajib pajak orang pribadi, dengan tujuan agar atap hijau dapat dimulai dari skala terkecil, yakni hunian penduduk kota. Skema yang dapat diterapkan adalah pengurangan pokok PBB-P2 dari jumlah yang harus dibayar dalam Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT), khusus untuk hunian yang memiliki atap hijau. Pengurangan pokok pajak didasarkan pada luas permukaan atap hijau, dengan besaran yang dapat ditentukan oleh pemerintah daerah masing-masing, dalam konteks ini pemerintah daerah di kota-kota besar, melalui pertimbangan sehubungan dengan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP), tarif PBB-P2, dan zonasi tiap kota.
ADVERTISEMENT
Selain itu, untuk menjamin bahwa atap hijau layak diberikan insentif, diperlukan verifikasi yang melibatkan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) dan Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (Dinas PUPR) masing-masing kota mengenai persyaratan teknis atap hijau, seperti ketebalan media tanam, sistem drainase, dan jenis vegetasi yang ditanam. Dari segi waktu, keringanan ini dapat diberikan untuk pembayaran PBB-P2 pada periode yang terbatas, misalnya untuk tiga tahun pertama. Dalam jangka waktu tersebut, pemerintah daerah dapat melakukan evaluasi pemberian insentif guna perbaikan berkelanjutan dan penyesuaian dalam hal perpanjangan periode, nilai insentif, dan persyaratannya.
Peluang dan Tantangan
Konsep pemberian insentif ini menghadirkan kolaborasi antara pemerintah dan penduduk kota dalam menangani suhu terik di atas kewajaran yang kian mengganggu kehidupan sehari-hari. Lebih dari itu, gagasan program ini merupakan bentuk sinergi dalam menciptakan lingkungan yang sehat, nyaman, dan berkelanjutan bagi kehidupan manusia dan ekosistem secara keseluruhan. Akan tetapi, pengurangan PBB-P2 untuk atap hijau akan sangat bergantung pada inisiatif dan kesiapan pemerintah daerah sebagai pihak yang memiliki kewenangan langsung atas penerapannya. Dalam hal ini, timbul tantangan untuk memastikan keseimbangan antara potensi kehilangan pendapatan asli daerah dengan manfaat jangka panjang dari atap hijau.
ADVERTISEMENT
Di samping itu, pemerintah daerah perlu memastikan keselarasan antara kebijakan berskala daerah dengan regulasi perpajakan yang berlaku secara nasional, yakni Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Pemerintah daerah perlu mempersiapkan waktu dan biaya yang memadai untuk melakukan studi banding, menyusun kajian kebijakan, dan menyelaraskan kebijakan insentif dengan kebijakan lain yang relevan. Di sisi lain, pemerintah daerah juga harus memberi perhatian khusus akan sosialisasi dan edukasi kepada para penduduk kota untuk menumbuhkan kesadaran dan mendorong angka partisipasi dalam program ini.
Kesimpulan
Program pengurangan PBB-P2 untuk atap hijau dirancang sebagai kerja sama pemerintah kota-kota besar dan penduduknya untuk menangani cuaca panas akibat fenomena urban heat island. Keringanan beban pajak ini diharapkan dapat mendorong partisipasi penduduk kota dalam mendukung peningkatan kualitas lingkungan, sehingga dalam jangka panjang, beban penanganan isu lingkungan yang dikeluarkan oleh pemerintah dapat ditekan. Sementara itu, bagi masyarakat yang berpartisipasi, program ini tidak hanya meringankan beban pajak, namun menciptakan udara yang lebih sejuk dan bersih di lingkungan sekitar, menurunkan konsumsi listrik, hingga menambah pasokan pangan nabati untuk konsumsi pribadi. Melalui komitmen yang erat dari pemerintah daerah dan masyarakat, program ini dapat menjadi terobosan baru demi pengembangan kota yang berkelanjutan dan ramah lingkungan.
ADVERTISEMENT
Referensi
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika. (2024). Anomali Suhu Udara. https://www.bmkg.go.id/iklim/anomali-suhu-udara
Li, D., Bou-Zeid, E., & Oppenheimer, M. (2014). The effectiveness of cool and green roofs as urban heat island mitigation strategies. Environmental Research Letters, 9(5), 055002. https://doi.org/10.1088/1748-9326/9/5/055002
Lukinov, V., Kumar, V. C., Reddy, L. V., Gupta, M., Ikram, M., Jain, A., Verma, R., Sharma, P., & Hussein, L. (2024). Mitigating urban heat islands using green roof technology. E3S Web of Conferences, 581, 01020. https://doi.org/10.1051/e3sconf/202458101020
NYC Department of Finance. (2024). Green Roof Tax Abatement. https://www.nyc.gov/site/finance/property/landlords-green-roof.page#
Savarani, S. (2019). A Review of Green Roof Laws & Policies: Domestic and International Examples. Guarini Center. https://guarinicenter.org/document/a-review-of-green-roof-laws-policies/
Singh, B. (2024, December 30). Green roof policy & incentive adoption in different countries. Finulent. https://www.finulent.com/our-blog/green-roof-policy-and-incentive-adoption-in-different-countries/
ADVERTISEMENT
World Meteorological Organization. (2023). Guidance on Measuring, Modelling and Monitoring the Canopy Layer Urban Heat Island (CL‑UHI).