Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya
Kunyit di Indonesia Cuma Rp 10.000 per Kg, Di Sri Lanka Ditebus dengan 1 Kg Emas
Konten dari Pengguna
23 November 2020 15:05 WIB
Tulisan dari Berita Bisnis tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Seperti masker atau hand sanitizer di masa awal pandemi COVID-19 di Indonesia, seperti itulah saat ini kunyit (Curcuma longa) di Sri Lanka. Salah satu jenis rempah yang juga dikenal sebagai bumbu masak di Indonesia itu, kini jadi buruan di Sri Lanka karena diyakini meningkatkan daya tahan tubuh. Termasuk untuk mencegah virus corona.
ADVERTISEMENT
Sedemikian kunyit diburu, perdagangannya pun merambah ke pasar gelap yang mentransaksikan kunyit selundupan. Ihwal masalah ini bermula dari kebijakan Pemerintah Sri Lanka , yang impor berbagai rempah-rempah, seperti jahe, kayu manis, pala, juga termasuk kunyit.
Dikutip dari South China Morning Post (SCMP), pemerintahan Presiden Gotabaya Rajapaksha melarang impor berbagai rempah sejak Desember 2019 lalu. Hal ini dimaksudkan untuk mendongkrak produksi rempah-rempah dalam negeri. Tapi saat itu belum ada pandemi COVID-19.
Kini di masa pandemi, orang berlomba meningkatkan daya tahan tubuh atau bahkan menenggak berbagai ramuan yang diyakini menyembuhkan berbagai penyakit termasuk virus corona. Akibatnya harga rempah-rempah seperti kunyit melambung.
SCMP melaporkan, harga kunyit di Sri Lanka dalam kondisi normal 350 Rupee Sri Lanka atau setara USD 1,9 (Rp 26.700) per kilogram. Tapi kini saat pandemi, harga kunyit melejit jadi USD 27 per kilogram (Rp 382.000). Kelangkaan kunyit akibat larangan impor di tengah lonjakan permintaan akibat pandemi, menciptakan pasar gelap.
Namanya pasar gelap, tentu saja tak ada rasionalitas harga. SCMP menyebut, demi menebus 100 kg kunyit di pasar gelap, ada yang menuntut tebusan dengan 1 kg emas .
ADVERTISEMENT
Menggilanya harga rempah jenis itu, terjadi karena memang produksi lokal Sri Lanka sendiri jauh dari mencukupi, dibandingkan kebutuhannya. Mengutip data resmi pemerintah, SCMP menyebutkan produksi kunyit Sri Lanka pada 2019 hanya 2.000 ton per tahun, jauh di bawah kebutuhannya yang mencapai 7.500 ton per tahun.
Tapi pemerintah Sri Lanka bergeming untuk mencabut larangan ekspor. Akibat tingginya permintaan, yang terjadi adalah penyelundupan. Dalam beberapa bulan terakhir, pemerintah bahkan menyita berkarung-karung kunyit selundupan. Di wilayah perbatasan dengan India, aparat mengaku pernah menyita 4,6 ton kunyit di sebuah distrik.
"Sulit untuk menangkap pelakunya karena kunyit merupakan produk yang umum digunakan dan tidak ada batasan pergerakannya di Tamil Nadu. Jadi, para penyelundup dengan mudah memindahkan rempah-rempah dalam jumlah banyak dari daerah penghasil kunyit ke pesisir dengan dalih untuk keperluan rumah tangga," kata RKV Ravishankar, presiden Asosiasi Pedagang Kunyit India.
ADVERTISEMENT