4 Fakta Menarik di Balik Sejarah Supersemar

Berita Hari Ini
Menyajikan informasi terkini, terbaru, dan terupdate mulai dari politik, bisnis, selebriti, lifestyle, dan masih banyak lagi.
Konten dari Pengguna
11 Maret 2020 14:58 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Berita Hari Ini tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi sejarah supersemar Foto: Asian History and Culture
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi sejarah supersemar Foto: Asian History and Culture
ADVERTISEMENT
Surat Perintah Sebelas Maret atau lebih dikenal dengan Supersemar diperingati hari ini, Rabu (11/3). Supersemar adalah surat perintah yang ditandatangani Presiden Soekarno pada 11 Maret 1966 yang menandai pergantian rezim Orde Lama ke Orde Baru.
ADVERTISEMENT
Supersemar berisi instruksi presiden kepada Panglima Komando Operasi Keamanan dan Ketertiban (Pangkopkamtib) Letnan Jenderal Soeharto, untuk mengambil tindakan yang dianggap perlu dalam pengamanan negara, khususnya karena dampak peristiwa G30S PKI.
Menjadi surat sakti yang disebut sebagai legitimasi Soeharto untuk mengambil alih pemerintahan, tapi versi aslinya masih menjadi misteri. Empat versi atau bukti fisik yang ada saat ini dinyatakan palsu.
Ilustrasi sejarah supersemar Foto: Istimewa
Ada beberapa fakta menarik terkait misteri Supersemar. Berikut rangkumannya untuk Anda.

Belum Ditemukan yang Asli

Kepala Pusat Jasa Kearsipan Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) saat itu, Binner Sitompul, mengungkapkan bahwa supersemar yang asli hingga kini belum ditemukan.
"Terhadap empat naskah Supersemar yang ada saat ini, tapi keempat-empatnya belum ada yang asli," katanya, Senin 17 Maret 2014, berdasarkan arsip Antara.
ADVERTISEMENT
Setidaknya, ada empat versi supersemar yang dimiliki ANRI. Keempat versi itu berasal dari tiga instansi, yaitu Pusat Penerbangan (PUSPEN) TNI AD, Akademik Kebangsaan, dan Sekretariat Negara (Setneg).
Sebagaimana dilansir oleh menpan.go.id, mantan Kepala ANRI, M. Asichin, saat menjadi pembicara dalam Workshop Pengujian Autentikasi Arsip di Jakarta pada 21 Mei 2013 menyatakan, dari bantuan pemeriksaan laboratorium forensik Mabes Polri, semua bukti fisik supersemar dinyatakan belum ada yang orisinil dan belum ada yang autentik.
Terkait Supersemar versi Puspen TNI AD yang selama ini dijadikan pegangan Suharto, M. Asichin juga menegaskan bahwa itu tidak asli. Dan polemik keaslian supersemar tersebut juga membuat masyarakat mempertanyakan keabsahan Orde Baru.

Berhadiah 1 Miliar

Dalam upaya pencarian supersemar yang asli, Sejarawan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Asvi Warman pada 2019 pernah melakukan sayembara berhadiah Rp 1 miliar kepada siapapun yang berhasil menemukan versi asli.
ADVERTISEMENT
Menurut Asvi, kebenaran sejarah tetap harus ditemukan. Dia juga beranggapan bahwa pembuktian sejarah supersemar bukan berarti sebagai upaya mencari celah untuk menghujat Soeharto. Hal itu dilakukan guna membayar beban sejarah yang ditanggung negara untuk menemukan supersemar yang asli.

Dianggap Dasar Pergerakan Politik

Dilansir dari Kumparan, mengantongi supersemar, Soeharto dianggap bebas mengambil alih kekuasaan. Sempat ada upaya dari Soekarno menolak surat perintah tersebut sebagai putusan transfer kekuasaan di rapat pimpinan militer 14 Maret 66 dan Pidato Jasmerah 17 Agustus. Sayang, itu tak membuahkan hasil.
Adapun beberapa kebijakan yang diberlakukan Soeharto guna mengambil alih kekuasaan adalah dibubarkannya PNI selaku partai terdepan pendukung Soekarno. Soeharto juga melakukan langkah populis guna mengambil hati masyarakat. Di antaranya seperti menahan 15 orang menteri yang dianggap terkait dan terlibat dalam G30S PKI.
ADVERTISEMENT
Tentu kebijakan tersebut dianggap menjadi langkah politik yang tepat karena Soeharto berhasil membuktikan bahwa dirinya mampu memenuhi tuntutan rakyat. Ya, perombakan kabinet pro-PKI menjadi salah satu permintaan Tritura angkatan 66.

Pengaruhi Kebijakan Politik Luar Negeri

Pemerintahan Indonesia yang beralih kepada Soeharto dengan adanya supersemar juga turut mempengaruhi kebijakan politik luar negeri. Pasalnya, gaya kepemimpinan Soekarno dan Soeharto sangat berbeda.
Dikutip dari Kumparan, beberapa kebijakan politik luar negeri yang berubah seperti kian akrabnya hubungan Indonesia dengan negara barat. Kala itu, hubungan Indonesia dengan China juga dikenal memburuk.
Hal itu terlihat dari ditutupnya perwakilan Xinhua News di Jakarta dan menutup pula tiga konsulatnya oleh pemerintah China di tahun 1966. Pada saat itu, China juga sempat memanggil dubes nya kembali, begitu juga dengan Indonesia yang melakukan hal sama pada Februari 1966.
ADVERTISEMENT
(RDR)