Konten dari Pengguna

Apa itu Force Majeure? Ini Pengertian dan Jenis-Jenisnya

Berita Hari Ini
Menyajikan informasi terkini, terbaru, dan terupdate mulai dari politik, bisnis, selebriti, lifestyle, dan masih banyak lagi.
14 November 2024 18:07 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Berita Hari Ini tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi force majeure adalah. Foto: Pexels
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi force majeure adalah. Foto: Pexels
ADVERTISEMENT
Force majeure adalah istilah yang sering digunakan dalam dunia hukum. Istilah ini merujuk pada peristiwa atau keadaan tertentu di luar kendali manusia yang dapat mempengaruhi individu, kelompok, atau institusi.
ADVERTISEMENT
Istilah force majeure digunakan ketika debitur gagal memenuhi kewajibannya kepada kreditur, karena adanya peristiwa yang tidak dapat diprediksi. Kejadian tersebut bisa berupa bencana alam atau keadaan lainnya yang menghalangi pelaksanaan kontrak.
Lantas, apa sebenarnya yang dimaksud dengan force majeure? Apa saja syarat-syarat yang harus dipenuhi agar suatu kejadian dapat dikategorikan sebagai force majeure? Simak penjelasan lengkapnya dalam artikel ini.

Pengertian Force Majeure

Ilustrasi salah satu bencana force majeure. Foto: Unsplash
Dikutip melalui laman Investopedia, force majeure adalah keadaan dalam kontrak yang membebaskan pihak-pihak dari tanggung jawab, jika terjadi bencana tak terduga. Dalam bahasa Indonesia, istilah force majeure dikenal dengan sebutan keadaan kahar.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), keadaan kahar merujuk pada kejadian yang secara rasional tidak dapat diprediksi atau dikendalikan oleh manusia, seperti gempa bumi, tsunami, tanah longsor, kebakaran, atau banjir.
ADVERTISEMENT
Dengan kata lain, force majeure berarti ketidakmampuan memenuhi kewajiban akibat keadaan di luar kendali. Pembebasan kewajiban bisa mencakup penghapusan sanksi, penundaan tenggat waktu, atau pembatalan kontrak.
Klausul force majeure umumnya selalu ada dalam kontrak perjanjian antara dua pihak. Klausul ini bertujuan untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya hal-hal tak terduga di masa depan yang bisa menyebabkan kerugian bagi salah satu pihak.
Akibatnya, pihak debitur dapat dibebaskan dari tuntutan jika berada dalam keadaan force majeure. Dalam hukum Indonesia, ketentuan tentang hal ini diatur dalam Pasal 1244 dan Pasal 1245 KUHPerdata.

Jenis-Jenis Force Majeure

Ilustrasi force majeure adalah. Foto: Pixabay
Force majeure merujuk pada kondisi yang berada di luar prediksi dan kendali manusia, sehingga tidak dapat dicegah. Berdasarkan tingkatannya, force majeure dibagi menjadi empat jenis. Dirangkum melalui jurnal Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Tulungagung, berikut ini jenis-jenis force majeure:
ADVERTISEMENT

1. Force Majeure Absolut

Force majeure absolut merupakan kondisi di mana seseorang tidak dapat melaksanakan kewajibannya sama sekali, meskipun sudah berusaha dengan berbagai cara. Kondisi ini juga dikenal dengan istilah impossibility. Contohnya, ketika barang yang menjadi objek perjanjian antara kedua belah pihak sudah tidak dapat ditemukan dipasaran.

2. Force Majeure Relatif

Force majeure relatif merupakan kondisi ketika pemenuhan hak dan kewajiban sudah tidak bisa dilakukan secara normal. Istilah lain untuk kondisi force majeure ini adalah impracticality. Contohnya, pemerintah mengeluarkan kebijakan yang tiba-tiba melarang kegiatan ekspor impor. Namun, barang tersebut masih dapat dikirim ke luar negeri jika dibawa langsung oleh penjual.

3. Force Majeure Permanen

Force majeure permanen merupakan keadaan di mana hak dan kewajiban kedua pihak tidak bisa dilaksanakan lagi secara permanen. Contohnya, dalam kontrak pembuatan sebuah karya seni, seniman tiba-tiba sakit parah dan tidak ada kemungkinan untuk sembuh. Akibatnya, perjanjian tersebut menjadi tidak dapat dilaksanakan.
ADVERTISEMENT

4. Force Majeure Temporer

Force majeure temporer adalah kondisi di mana kewajiban kedua pihak tidak bisa dilaksanakan untuk sementara waktu, namun masih ada kemungkinan untuk dipenuhi di masa depan. Contohnya, perjanjian produksi sejumlah barang di pabrik terhenti karena adanya demo. Namun, setelah keadaan kembali kondusif, pabrik akan melanjutkan operasionalnya seperti biasa.
(RK)