Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.94.1
Konten dari Pengguna
Arti Wakafa Billahi Syahida dalam Al-Quran
6 April 2023 17:02 WIB
·
waktu baca 5 menitTulisan dari Berita Hari Ini tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Lafadz wakafa billahi syahida terdapat dalam kitab suci Al-Quran, tepatnya dalam surat Al-Fath ayat 28. Lantas, apa arti wakafa billahi syahida sebenarnya?
ADVERTISEMENT
Seperti yang dijelaskan, kalimat wakafa billahi syahida dalam surat Al-Fath ayat 28 yang berbunyi:
هُوَ الَّذِيْٓ اَرْسَلَ رَسُوْلَهٗ بِالْهُدٰى وَدِيْنِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهٗ عَلَى الدِّيْنِ كُلِّهٖ ۗوَكَفٰى بِاللّٰهِ شَهِيْدًا
Artinya: Dialah yang mengutus Rasul-Nya dengan membawa petunjuk dan agama yang benar agar Dia mengunggulkan (agama tersebut) atas semua agama. Cukuplah Allah sebagai saksi.
Ayat tersebut membahas tentang alasan diutusnya Nabi Muhammad untuk membawa agama Islam. Namun, apa maksud dari Allah sebagai saksi dalam ayat tersebut? Mari simak uraian lengkapnya berikut ini.
Makna Wakafa Billahi Syahida dalam Surat Al-Fath
Kalimat wakafa billahi syahida dalam ayat tersebut menjelaskan bahwa Allah adalah saksi atas kebenaran petunjuk dan agama Islam yang dibawa utusan-Nya, yaitu Nabi Muhammad SAW.
ADVERTISEMENT
Menurut tafsir Kemenag, akhir ayat itu juga menjelaskan bahwa semua yang dijanjikan Allah kepada Rasulullah dan kaum Muslimin pasti terjadi serta tak ada satu pun yang dapat menghalanginya.
Apabila dicermati lebih jauh, kalimat tersebut berhubungan dengan salah satu sifat Allah yang disebut dengan Asy-Syahid (Yang Maha Menyaksikan).
Menurut M. Faizi dalam buku 99 Asmaul Husna untuk Anak-Anak, asma ini berarti tidak ada satu pun benda, pekerjaan, atau kejadian yang lepas dari pengamatan Allah.
Bagi Allah, tidak ada satu pun hal yang menjadi misteri karena Dia selalu hadir dan menyaksikan segala sesuatu yang dikerjakan umat-Nya. Sebab, Allah lebih dekat daripada urat leher, namun manusia tak akan mampu melihat-Nya.
ADVERTISEMENT
Perjanjian Hudaibiyyah yang Jadi Asbabun Nuzul Surat Al-Fath
Al-Fath adalah surat ke-48 dalam Al-Quran yang berisi 29 ayat. Jika diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, arti nama surat ini adalah kemenangan. Kata tersebut juga bisa langsung ditemukan pada ayat pertama.
اِنَّا فَتَحْنَا لَكَ فَتْحًا مُّبِيْنًاۙ
Artinya: Sesungguhnya Kami telah menganugerahkan kepadamu kemenangan yang nyata.
Merujuk laman Quran Kemenag, Ibnu Abbas menyatakan kemenangan yang dimaksud ayat tersebut berkaitan dengan Perdamaian Hudaibiyyah. Perjanjian itulah yang melahirkan terjadinya peristiwa penaklukan Makkah.
Hudaibiyyah merupakan nama desa yang jaraknya sekitar 30 km di sebelah barat kota Makkah. Nama tersebut kemudian dijadikan sebagai perjanjian antara kaum Muslimin dengan orang kafir Makkah pada bulan Zulkaidah 6 Hijriah.
Awal mula terjadinya perjanjian itu adalah keberangkatan Nabi Muhammad dan sekitar 1.500 kaum Muslimin ke Makkah untuk umrah. Untuk menghilangkan prasangka buruk dari orang kafir, mereka pun mengenakan pakaian ihram.
ADVERTISEMENT
Mereka membawa hewan sembelihan untuk disedekahkan di Makkah dan hanya membawa senjata biasa yang dibawa orang-orang saat bepergian jauh. Saat tiba di Hudaibiyyah, rombongan Nabi bertemu oleh Basyar bin Sufyan al-Ka’bi.
Dari pertemuan tersebut, diketahui bahwa orang Quraisy telah menanti kedatangan rombongan Nabi dengan menyiapkan bala tentara serta senjata dan berkumpul di Zi Tuwa.
Untuk mengecek kebenaran informasi tersebut, Nabi mengutus Usman bin Affan untuk pergi menghadap pimpinan kaum Quraisy guna menyampaikan maksud kedatangan mereka.
Namun sebelum Usman kembali, tersiar kabar bahwa ia telah dibunuh. Rasulullah kemudian bersumpah untuk memerangi kaum kafir Quraisy dan hampir seluruh kaum Muslimin membaiatnya bahwa akan ikut berperang, kecuali Jadd bin Qais al-Ansari.
Baiat itu membuat hati kaum kafir Makkah bergetar. Khawatir kaum Muslimin menuntut balas kematian Usman, kaum kafir Makkah mengirim utusan untuk menyatakan bahwa berita itu tidak benar dan ingin berunding dengan Rasulullah.
ADVERTISEMENT
Pertemuan itu kemudian menghasilkan Perjanjian Hudaibiyyah (Sulhul-Hudaibiyyah) yang isinya:
ADVERTISEMENT
Setelah perjanjian itu, Rasulullah dan kaum Muslimin kembali ke Madinah. Namun, perjanjian itu ditentang sebagian sahabat karena isinya dianggap merugikan kaum Muslimin.
Meski begitu, Rasulullah yakin perjanjian itu bakal jadi titik kemenangan kaum Muslimin di masa mendatang. Bahkan, meski butir kedua dan keempat terlihat merugikan, beliau yakin tidak akan ada kaum Muslimin yang kembali jadi kafir.
Pada tahun 8 Hijriah, kaum Quraisy melanggar janji dengan menyerang Bani Khuza‘ah, sekutu kaum Muslimin. Padahal, dalam Perjanjian Hudaibiyyah tertulis jelas bahwa menyerang salah satu sekutu kaum Muslimin berarti menyatakan serangan terhadap mereka juga.
Merespons hal itu, berangkatlah Rasulullah bersama 10.000 kaum Muslimin menuju Makkah. Abu Sufyan, pemimpin kaum Quraisy, yang mendengar kabar tersebut pun ketakutan dan segera menemui Rasulullah di luar Makkah.
ADVERTISEMENT
Tak berpikir lama, ia memutuskan untuk menyerahkan diri kepada Rasulullah bersama seluruh kaumnya. Abu Sufyan pun menyatakan masuk Islam pada saat yang sama.
Karena hal tersebut, Rasulullah dan kaum Muslimin berhasil masuk Kota Makkah dengan damai tanpa pertumpahan darah. Itulah kemenangan dari Allah untuk kaum Muslimin yang disusul tersebarnya agama Islam ke berbagai penjuru dunia.
(NSA)