Konten dari Pengguna

Hukum Batu Nisan dalam Islam Menurut Ulama Mazhab

Berita Hari Ini
Menyajikan informasi terkini, terbaru, dan terupdate mulai dari politik, bisnis, selebriti, lifestyle, dan masih banyak lagi.
13 April 2023 15:04 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Berita Hari Ini tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Pemakaman Pondok Ranggon di Jakarta. Foto: Willy Kurniawan/REUTERS
zoom-in-whitePerbesar
Pemakaman Pondok Ranggon di Jakarta. Foto: Willy Kurniawan/REUTERS
ADVERTISEMENT
Batu nisan adalah tonggak pendek yang ditanam di gundukan tanah sebagai penanda kuburan. Biasanya, batu nisan dipasang di ujung utara dan ujung selatan jirat atau kijing makam.
ADVERTISEMENT
Di Indonesia, penggunaan batu nisan dianggap sebagai hal yang lumrah. Tujuannya yaitu untuk memberi penanda pada kuburan agar memudahkan keluarga dan sanak saudara saat berziarah ke sana.
Tidak hanya terbuat dari batu, nisan juga bisa terbuat dari kayu, keramik, marmer, dan granit. Umumnya, batu nisan akan diberikan tulisan meliputi nama almarhum/almarhumah, tanggal lahir, dan tanggal meninggalnya.
Mengenai hukum batu nisan dalam Islam, para ulama telah menjelaskannya secara detail dalam fatwa-fatwanya. Agar lebih memahaminya, simaklah penjelasan lengkapnya dalam artikel berikut ini.

Hukum Batu Nisan dalam Islam

Ilustrasi bartu nisan. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Hukum memasang batu nisan dalam Islam adalah mubah atau boleh. Hal ini telah disepakati oleh jumhur ulama dari empat mazhab, yakni mazhab Maliki, Hanbali, Syafi’i, dan Hanafi.
ADVERTISEMENT
Buya Yahya dalam ceramah singkatnya di Al-Bahjah TV juga menyebutkan bahwa tidak ada larangan untuk memasang batu nisan. Menurutnya, batu nisan yang ditancapkan di gundukan tanah kuburan bukanlah hal yang diharamkan.
Tujuan pemasangan batu nisan tidak lain untuk memberikan penanda kuburan. Sehingga, orang yang berziarah dapat menemukan kuburan milik keluarga atau sanak saudaranya dengan mudah.
Berbeda dengan hukum memasang batu nisan, para ulama masih memperdebatkan hukum pemasangan kijing atau jirat pada makam seseorang. Ada yang mengatakan mubah, makruh, dan haram.
Kijing biasanya terbuat dari keramik atau tembok yang disemen. Dalam kitab Fathul Muin disebutkan bahwa pemasangan bangunan seperti itu di sekitar makam tidak diperbolehkan.
Mengutip buku Kumpulan Tanya Jawab Keagamaan karya Pustaka Ilmu Sunni Salafiyah (2015), pemasangan kijing menjadi makruh bila dilakukan di tanah pribadi. Jika dilakukan di tanah umum, maka hukumnya menjadi haram.
ADVERTISEMENT
Sebagian ulama mengatakan bahwa pemasangan kijing hendaknya dihindari jika tidak disertai alasan syar’i atau hajat tertentu. Fatwa ini sejalan dengan sabda Rasulullah SAW dalam salah satu haditsnya: “Rasulullah melarang membatu kapur dan membangun kuburan.” (HR. Muslim)
Ilustrasi makam. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Namun dalam kitab al-Bujairomi disebutkan bahwa sebagian ulama mengecualikan hukum ini pada kuburan milik Nabi, syuhada, orang-orang shalih, dan sejenisnya. Imam Barmawy berkata: “Boleh membangun kuburan para shalihin meski dengan membuat kubah untuk menghidupkan ziarah dan mengambil berkah pada mereka.”
Maka, apabila ada makam para shalihin yang memakai kijing dan sudah terpugar, tidak diperkenankan untuk membongkarnya. Pendapat ini disepakati oleh sebagian ulama dari mazhab Syafiiyah.
Menurut as-Syaubary, makam yang sudah dalam keadaan terpugar tidak boleh dirusak. Sebab, alasan pemugaran tersebut bisa jadi karena ada unsur kekhawatiran, takut dicuri jenazahnya, dibongkar oleh binatang buas, kebanjiran, dan lain-lain.
ADVERTISEMENT
(MSD)