Hukum Seserahan Pernikahan dalam Islam, Boleh atau Tidak?

Berita Hari Ini
Menyajikan informasi terkini, terbaru, dan terupdate mulai dari politik, bisnis, selebriti, lifestyle, dan masih banyak lagi.
Konten dari Pengguna
22 Juni 2022 12:09 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Berita Hari Ini tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi seserahan pernikahan dalam Islam. Foto: Pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi seserahan pernikahan dalam Islam. Foto: Pixabay
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Dalam pernikahan, seserahan merupakan tradisi yang akrab bagi masyarakat Indonesia. Prosesi ini menjadi tanda tanggung jawab pihak mempelai pria kepada perempuan. Selain itu, seserahan juga menjadi tanda ikatan kedua calon pengantin.
ADVERTISEMENT
Biasanya, seserahan berisi perlengkapan yang berguna bagi pengantin wanita, seperti pakaian, satu set alat rias, sepatu, mukena, dan lain sebagainya. Ada juga yang menyiapkan hantaran untuk kehidupan rumah tangga, seperti peralatan elektronik dan furnitur.
Banyaknya seserahan tergantung dari kesepakatan kedua mempelai. Namun, calon pengantin perempuan biasanya yang menentukan barang yang diinginkan. Hantaran pengantin diberikan sebelum akad nikah, meskipun tak sedikit pula yang menyerahkannya pada hari ijab qabul.
Meski tidak wajib, seserahan menjadi pelengkap yang menambah kesakralan sebuah pernikahan. Lalu, bagaimana Islam memandang tradisi seserahan dalam pernikahan?
Ilustrasi seserahan pernikahan dalam Islam. Foto: Pixabay

Hukum Seserahan Pernikahan dalam Islam

Hukum seserahan dalam Islam masih menjadi pertanyaan bagi sebagian umat Muslim. Apakah ini menjadi kewajiban bagi pasangan yang ingin menikah? Mari simak penjelasan berikut.
ADVERTISEMENT
Seserahan bukanlah syarat wajib yang harus dilakukan dalam sebuah pernikahan. Ini hanya untuk mewariskan tradisi yang telah dijalankan masyarakat Indonesia secara turun temurun.
Dalam buku Ushul Fiqih Jilid II yang ditulis Amir Syarifuddin, seserahan termasuk ‘urf atau adat yang sempurna karena tidak menyimpang dari hukum Islam. Tradisi ini juga sarat akan makna dan dapat diterima akal sehat.
Umat Muslim diperbolehkan terus menjalankan prosesi seserahan, sebab tradisi ini sudah bertahan sejak lama dan diikuti sebagian besar masyarakat. Selama tidak bertentangan dengan syariat dan ajaran Islam seserahan boleh dilakukan.
Islam menyukai hal yang sederhana. Jadi, seserahan harus menjadi tidak didasari atas ego untuk menunjukkan harta dengan seserahan yang berlebihan. Hal ini tercantum dalam sebuah hadits:
ADVERTISEMENT
“Sesungguhnya pernikahan yang paling besar pahalanya adalah yang paling ringan biayanya.” (HR. Ahmad)
Barang yang disiapkan perlu dirundingkan dan disepakati dengan keluarga. Sebab, seserahan harus disertai makna dan ketulusan. Pihak wanita pun diharapkan tidak memberatkan anggaran seserahan dan menyesuaikan dengan kemampuan finansial calon pengantin laki-laki.
Jika tidak memungkinkan, prosesi seserahan juga dapat dihilangkan. Sebab, pernikahan bukan hanya mengenai acara atau sebuah prosesi, melainkan kehidupan rumah tangga yang akan dibina ke depannya.
Ilustrasi seserahan pernikahan dalam Islam. Foto: Pixabay

Perbedaan Mahar dan Seserahan dalam Pernikahan

Istilah mahar dan seserahan dalam pernikahan seringkali dianggap sama. Padahal, keduanya memiliki arti yang berbeda.
Mahar merupakan seperangkat pemberian wajib yang menjadikan pernikahan dianggap sah dalam Islam. Calon mempelai wanita dapat meminta mahar dalam bentuk harta, seperti uang, emas, atau benda berharga lainnya.
ADVERTISEMENT
Sedangkan seserahan hanya sebagai simbol ikatan dua keluarga yang melengkapi indahnya prosesi pernikahan. Isi hantaran tidak dalam bentuk harta yang bernilai, terpenting memberikan manfaat untuk pengantin wanita.
(DAF)