Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Nama Ayah Nabi Yusuf serta Kisah dan Keteladannya Kepada Kedua Orang Tuanya
23 November 2022 11:45 WIB
·
waktu baca 6 menitTulisan dari Berita Hari Ini tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Sehingga, Allah SWT memberinya sifat shiddiq yang artinya dapat dipercaya. Sehingga beliau dinamai Yusuf as Shiddiq. Nabi Yusuf sendiri adalah anak ke-12 dari Nabi Ya’qub bin Nabi Ishaq bin Nabi Ibrahim.
Nabi Ya’qub sendiri merupakan anak dari Nabi Ishaq dengan Rafiqah binti Batuwael bin Nahur. Pada saat itu, Rafiqah diberikan ujian berupa kemandulan oleh Allah SWT. Sehingga Nabi Ishaq terus memohon dan berdoa kepada Allah SWT untuk diberi keturunan.
Nabi Ishaq dan istri kemudian mendapatkan keajaiban dengan dikaruniai anak kembar berjenis kelamin laki-laki bernama Ya'qub dan Ishu.
Kisah Nabi Ya’qub dan Saudara Kembarnya
Mengutip Kisah Para Nabi oleh Ibnu Katsir, meski merupakan anak kembar, ahli Kitab menjelaskan bahwa Ishaq lebih menyukai putranya yang bernama Ishu daripada Ya'qub, sebab Ishu adalah anak pertama. Sementara sang ibu lebih menyukai Ya'qub, karena ia anak yang paling kecil.
ADVERTISEMENT
Setelah Ishaq berusia lanjut dan pandangan matanya sudah mulai kabur, beliau meminta makanan kepada putranya, Ishu. Ishaq memerintahkan Ishu untuk pergi berburu karena ia dikenal sebagai pemburu yang ulung. Selanjutnya, ia memasak hasil buruannya itu untuk diberikan kepada ayahnya, agar sang ayah berkenan untuk mendoakannya.
Pada saat yang sama, Rifqa juga meminta putra kesayangannya, Ya'qub untuk menyembelih dua anak kambing yang paling muda dan paling bagus. Setelah itu, Ya'qub datang dengan membawa masakannya itu lebih awal daripada saudaranya, dengan tujuan agar ayahnya mendoakannya.
Ibunya sengaja memakaikan baju Ishu kepada Ya'qub, yakni memasang kain yang terbuat dari kulit anak kambing pada lengan Ya'qub, karena tubuh Ishu ditumbuhi banyak bulu, sedangkan tubuh Ya'qub tidak.
ADVERTISEMENT
Ketika Ya'qub sampai di tempat ayahnya, Ya'qub segera mendekatkan makanan itu kepada ayahnya, yaitu Nabi Ishaq. Ayahnya pun bertanya, "Siapa engkau?" Ya'qub menjawab, "Aku putramu." Ishaq pun mendekap tubuh Ya'qub seraya berkata, "Suaramu adalah Ya'qub, tetapi kulit dan pakaiannya adalah Ishu."
Setelah selesai makan, Ishaq segera mendoakan Ya'qub agar ia memiliki kemampuan yang lebih besar daripada saudara-saudaranya, berkedudukan lebih tinggi, dan selalu diberi rezeki yang berlimpah dan anak yang banyak.
Setelah Ya'qub pergi dari sisi ayahnya, Ishu pun datang dengan membawa apa yang pernah diperintahkan oleh ayahnya. Saat Ishu mendekatkan hidangan dari hasil buruannya, ayahnya bingung karena beliau sudah memakan hidangan tersebut dan pula mendoakannya. Akhirnya, Ishu mengerti bahwa saudaranya, Ya'qub telah mendahuluinya.
ADVERTISEMENT
Gejolak kemarahan menjalar dalam diri Ishu. Ia bersumpah akan membunuh Ya'qub jika kedua orang tuanya sudah tiada. Ia memohon kepada ayahnya agar mendoakannya dengan doa yang lain. Ia juga memohon agar anak keturunannya besar dan kuat dan diberi rezeki yang banyak dan berlimpah.
Ketika ibunya mendengar ancaman Ishu kepada Ya'qub, ia langsung memanggil Ya'qub dan menyuruhnya agar segera pergi menemui saudara ibunya, yaitu Laban yang bertempat tinggal di Harran. Ibunya menyarankan agar Ya'qub tetap tinggal bersama Laban sampai kemarahan Ishu sudah reda. Ibunya juga menyarankan agar Yaqub menikah dengan putri saudara ibunya tersebut.
Perjalanan Nabi Ya’qub ke Negeri Harran
Pada hari itu juga Ya'qub pergi meninggalkan rumah orang tuanya dan pada sore harinya ia telah sampai di tempat tujuan. Ketika Ya'qub menemui pamannya di Harran, ia baru mengetahui jika ternyata pamannya mempunyai dua anak gadis. Gadis tertua bernama Layya dan yang termuda bernama Rahil.
ADVERTISEMENT
Konon, paras wajah Rahil lebih cantik dari Layya. Ya'qub pun pada akhirnya memutuskan untuk menikahi Rahil. Pamannya menyetujui pilihan Ya'qub, tetapi dengan syarat ia harus menggembalakan kambing pamannya itu selama tujuh tahun.
Tujuh tahun berlalu, Ya’qub telah memenuhi syarat dari pamannya. Laban melakukan diskusi dengan Ya’qub, sebab adat masyarakat pada masa itu mengharuskan kakak tertua untuk menikah terlebih dahulu. Tetapi, yang diinginkan Ya’qub sebagai istrinya adalah Rahil.
Akhirnya, Ya’qub memberanikan diri untuk mengatakan keinginannya. Setelah mendengar permintaan Ya’qub, Laban mengajukan syarat kembali kepada Ya’qub sebelum menikah dengan Rahil, yakni menggembalakan ternaknya selama tujuh tahun lagi.
Tujuh tahun berlalu Layya belum juga menikah. Pada akhirnya, Ya’qub menikahi kedua kakak beradik, Layya dan Rahil. Laban menghadiahkan budak untuk kedua putrinya, Layya diberi budak bernama Zulfa, sedangkan Rahil diberi budak bernama Balhah. Kedua budak tersebut juga dinikahi oleh Ya’qub. Dengan demikian, istri Nabi Ya’qub berjumlah empat orang.
ADVERTISEMENT
Dari keempat istrinya tersebut, Nabi Ya’qub dikaruniai 12 orang anak. Anak Nabi Yaqub dari Layya berjumlah enam orang, yaitu Rabil, Syam'un, Lawi, Yahudza, Yasakir, dan Zabulon. Dari Rahil, lahir Yusuf dan Bunyamin. Dari Balhah, lahir Daan dan Naftali. Sementara, dari Zulfa, Nabi Yaqub dikaruniai Jad dan Asyir.
Keturunan Nabi Yaqub yang 12 orang ini dikenal dengan sebutan Al-Asbath. Semuanya dilahirkan di Irak, kecuali Bunyamin yang lahir di Palestina .
Nabi Ya’qub Kembali ke Negeri Asalnya
Setelah menikahi kedua putrinya, Ya'qub kembali menggembalakan kambing milik pamannya selama enam tahun. Dengan demikian, Ya'qub menetap di Harran selama dua puluh tahun. Ya'qub kemudian memohon kepada pamannya, Laban, agar beliau diperbolehkan untuk pergi menemui keluarganya.
ADVERTISEMENT
Allah SWT mewahyukan kepada Ya'qub agar beliau pulang kembali ke negeri ayahnya dan kaumnya. Allah berjanji akan mengumpulkan kembali Ya'qub bersama ayahnya. Setelah itu, Ya'qub menjelaskan rencana tersebut kepada istri-istri dan anak-anaknya. Mereka menyetujuinya dengan penuh kepatuhan.
Di pertengahan jalan, Ya’qub akhirnya bertemu dengan saudaranya, Ishu. Saat Ya'qub melihat Ishu dengan jelas, beliau segera bersujud sebanyak tujuh kali, sebagai bentuk penghormatan beliau kepada Ishu. Kemudian, saudaranya tersebut langsung saja memeluk Ya’qub sembari menangis.
Ketika melewati wilayah Sakhur, Ya'qub membangun sebuah rumah sebagai tempat berteduh. Beliau juga membuat tempat berteduh untuk hewan-hewan ternaknya. Selanjutnya, Ya'qub bersama rombongannya melewati Ursyalim yang terletak di kampung Sakhim.
Di tempat itu pula, Ya'qub membeli sebidang tanah milik Syakhim bin Jawmur dengan seratus kambing betina. Ya'qub mendirikan kemah di atas tanah itu dan membangun tempat penyembelihan hewan.
ADVERTISEMENT
Lalu, Allah memerintahkan Ya'qub untuk mendirikan bangunan sebagai pusat dakwah di tempat itu. Saat ini, tempat tersebut lebih dikenal dengan Baitul Maqdis yang di kemudian hari direnovasi oleh Sulaiman bin Daud.
Akhirnya, Ya'qub berhasil menemui ayahnya, Ishaq, dan menetap bersama ayahnya di kampung Hebron yang terletak di wilayah Kan'an, suatu daerah yang dahulunya pernah ditempati oleh Nabi Ibrahim.
Setelah itu, Nabi Ishaq jatuh sakit dan wafat dalam usia 180 tahun. Kedua putra Ishaq, yaitu Ishu dan Ya'qub, mengubur jenazah ayahnya berdampingan dengan ayahnya Ishaq, yaitu Nabi Ibrahim.
(ANS)